700 Entri Tambahan Nama Orang | Meliala, Adrianus Eliasta, 1966-, promotor; Ni Made Martini Puteri, co-promotor; Iwan Gardono Sudjatmiko, examiner; Bagus Takwin, examiner; Sri Puguh Budi Utami, examiner; Iqrak Sulhin, examiner; Vinita Susanti, examiner |
001 Hak Akses (open/membership) | membership |
336 Content Type | text (rdacontent) |
710 Entri Tambahan Badan Korporasi | Universitas Indonesia. Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik |
264b Nama Penerbit | Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia |
504 Catatan Bibliografi | pages 300-324 |
852 Lokasi | Perpustakaan UI |
049 No. Barkod | 07-22-79081542 |
338 Carrier Type | online resource (rdacarrier) |
590 Cat. Sumber Pengadaan Koleksi | |
903 Stock Opname | |
Tahun Buka Akses | 2022 |
053 No. Induk | 07-22-79081542 |
653 Kata Kunci | remaja; radikalisme; terorisme; korban; designated victim |
040 Sumber Pengatalogan | LibUI ind rda |
245 Judul Utama | Designated Victim sebagai Hasil Relasi Viktimisasi Struktural, Terorisme, dan Kerentanan dalam Risk Society: Pelibatan Remaja dalam Kejahatan Terorisme di Indonesia = Designated victim as a result of relation within structural victimization, terrorism, and vulnerability in risk society: The adolescence engagement in terrorism in Indonesia |
650 Subyek Topik | Terrorism; Radicalism; Victims |
264c Tahun Terbit | 2022 |
850 Lembaga Pemilik | Universitas Indonesia |
520 Ringkasan/Abstrak/Intisari | Penelitian ini berupaya mengubah perspektif umum terhadap kelompok remaja di fase usia
remaja akhir yang terlibat dalam tindak pidana terorisme dari non victim menjadi designated
victim. Merujuk pada Strobl, designated victim merupakan kondisi dimana seseorang yang
tidak menganggap dirinya sebagai korban, tetapi dianggap sebagai korban oleh
individu/kelompok lain (Strobl, 2010). Melalui in-depth interview, focus group discussion, dan
Analytical Hierarchy Process yang melibatkan informan utama, pendukung, dan pakar,
penelitian ini menemukan bahwa posisi remaja sebagai designated victim dapat dijelaskan
melalui relasi kerentanan, viktimisasi struktural, radikalisme dan terorisme, dan risk society.
Relasi keempat faktor ini terepresentasi dalam 8 konteks sosial yang menjadi latar masa
perkembangan remaja, yakni: konstruksi eksklusivitas beragama dalam sosialisasi primer dan
sekunder, kontribusi konflik keluarga, sifat altruisme sebagai perwujudan solidaritas in-group,
paparan konten radikal secara intensif dalam media sosial, keterlibatan kelompok radikal,
definisi situasi yang berbeda terhadap radikalisme dan terorisme, propaganda dalam peristiwa
politik lokal dan global, dan kebijakan yang bersifat intoleran. Relasi ini menempatkan para
remaja pada realitas berbeda dimana nilai dan norma yang diyakini oleh mereka berbeda
dengan nilai dan norma yang berlaku umum, sehingga mereka tidak menyadari bahwa mereka
adalah korban atau designated victim. Untuk itu, dibutuhkan strategi di level mikro, meso,
hingga makro dalam agenda pencegahan dan penanggulangan pelibatan remaja dalam
radikalisme dan terorisme di Indonesia kedepannya sebagai bentuk perlindungan hak remaja
sebagai individu yang masih dalam proses perkembangan.
......This study aims to transform the general perception of late adolescent terrorist participants
from non-victims to designated victims. Referring to Strobl (2010), designated victim is a
situation where a person does not regard himself/herself as a victim but is regarded as a victim
by relevant others. Through in-depth interviews, focus group discussions, and the Analytical
Hierarchy Process involving key informants, supporters, and experts, this study found that
adolescents as designated victims can be explained through relations of vulnerability, structural
victimization, radicalism and terrorism, and risk society. The relationship between these four
factors is represented in eight social contexts that serve as the background in adolescent
development as follows: 1) the construction of religious exclusivity in primary and secondary
socialization; 2) the role of family conflict; 3) the altruism as an embodiment of in-group
solidarity; 4) high exposure to radical content on social media; 5) the involvement of radical
groups; 6) different definitions of situations against radicalism and terrorism; 7) propaganda in
local and global political events; and 8) intolerant policies. This relationship placed adolescents
in a different reality where their belief about values and standards are differ from generally
accepted values and standards, and as a result, they are unaware that they are victims or designated victims. In order to safeguard the rights of adolescents as individuals who are still
developing, strategies at the micro, meso, and macro levels are required in the agenda of
preventing and overcoming adolescent involvement in radicalism and terrorism in Indonesia in
the future. |
904b Pemeriksa Lembar Kerja | |
090 No. Panggil Setempat | D-pdf |
d-Entri Utama Nama Orang | |
500 Catatan Umum | Tidak dapat diakses di UIANA, karena: akan ditulis dalam bahasa Inggris untuk dipersiapkan terbit pada Jurnal Internasional yaitu Asian Journal of Criminology yang diprediksi akan dipublikasikan pada bulan Desember tahun 2022 |
337 Media Type | computer (rdamedia) |
d-Entri Tambahan Nama Orang | |
526 Catatan Informasi Program Studi | Kriminologi |
100 Entri Utama Nama Orang | Arijani Lasmawati, author |
264a Kota Terbit | Depok |
300 Deskripsi Fisik | xvi, 324 pages : illustration ; appendix |
904a Pengisi Lembar Kerja | Tanti-November2022 |
Akses Naskah Ringkas | |
856 Akses dan Lokasi Elektronik | |
502 Catatan Jenis Karya | Disertasi |
041 Kode Bahasa | ind |