001 Hak Akses (open/membership) | membership |
700 Entri Tambahan Nama Orang | Maswadi Rauf, promotor; Aditya Perdana, co-promotor; Isbandi Rukminto Adi, examiner; Abdul Malik Gismar, examiner; Julian Aldrin Pasha, examiner; Isbodroini Suyanto, examiner; Meidi Kosandi, examiner; Sri Budi Eko Wardani, examiner |
336 Content Type | text (rdacontent) |
264b Nama Penerbit | Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia |
710 Entri Tambahan Badan Korporasi | Universitas Indonesia. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik |
049 No. Barkod | 07-23-22577561 |
504 Catatan Bibliografi | pages 276-296 |
852 Lokasi | Perpustakaan UI |
338 Carrier Type | online resource (rdcarrier) |
590 Cat. Sumber Pengadaan Koleksi | ;Deposit |
903 Stock Opname | |
Tahun Buka Akses | 2022 |
053 No. Induk | 07-23-22577561 |
653 Kata Kunci | indeks demokrasi; Indonesia; politik lokal; kekerasan massa; vigilantisme; demokrasi agonistik; Nusa Tenggara Barat; DPRD |
040 Sumber Pengatalogan | LibUI ind rda |
245 Judul Utama | Masalah Demokrasi Lokal di Balik Pengukuran Indeks Demokrasi Indonesia (IDI): Studi Kasus Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2009-2014 = Problems of Local Democracy Beyond the Indonesia Democracy Index (IDI) Measurement: A Case Study of West Nusa Tenggara Province, 2009-2014 |
264c Tahun Terbit | 2022 |
650 Subyek Topik | Democracy -- Indonesia |
850 Lembaga Pemilik | Universitas Indonesia |
520 Ringkasan/Abstrak/Intisari | Umumnya pengukuran demokrasi bersifat global dan lintas negara, padahal demokrasi lokal tak kalah menarik diamati. Indonesia mengembangkan Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) mengukur dinamika demokrasi lokal berbasis provinsi. Nusa Tenggara Barat (NTB) adalah provinsi dengan capaian demokrasi terburuk (2009-2014), ditandai oleh banyaknya kejadian yang melanggar kebebasan sipil, aksi kekerasan massa, tidak maksimalnya peran DPRD, serta macetnya kaderisasi partai politik. Penelitian ini mengajukan pertanyaan pokok: Mengapa kondisi demokrasi Provinsi NTB pada tahun 2009-2014 relatif buruk? Studi ini merupakan pendalaman IDI melalui pengumpulan dan analisis data sekunder serta wawancara mendalam, difokuskan di tiga kabupaten/kota dengan tingkat kasus kekerasan tertinggi: Kabupaten Bima, Kabupaten Dompu, dan Kota Mataram. Temuan penting studi ini, era otonomisasi memberi keleluasaan yang sangat luas kepada pemerintah daerah mewakili aktor negara dalam memunculkan berbagai pengaturan ekstensif yang mengatur kehidupan beragama sehingga mengancam kebebasan sipil. Banyaknya kasus kekerasan dan tindakan main hakim sendiri menunjukkan keadaban sipil dan budaya politik belum tumbuh baik di masyarakat. Padahal, keadaban sipil dan budaya politik adalah fondasi penting yang diperlukan dalam membangun demokrasi. DPRD sebagai lembaga demokrasi lokal tidak berperan maksimal dalam menjalankan peran dan fungsi pokoknya dalam hal legislasi, penganggaran, dan pengawasan, selain keterwakilan perempuan di DPRD yang rendah. Partai politik lokal tidak berhasil menjalankan kaderisasi sebagai fungsi tradisionalnya yang penting.
......Usually, the measurement of democracy is conducted in a global context and involves cross-country comparisons. In fact, local democracy can also become an interesting object of study. This research examines the Indonesia Democracy Index (IDI) as a province-based local democracy measurement. West Nusa Tenggara (NTB) has been chosen a focus of this research because in the period of 2009-2014, it is the country?s province with poorest democratic achievements, which were marked by a high number of challenges to civil liberties, incidents of mass violence, weak of DPRD?s role, and the stalled regeneration of local political parties. This is an advance of the study of IDI through the collection and analysis of secondary data and in-depth interviews, focused on the three districts/cities with the highest levels case of violence, namely: Bima District, Dompu District, and Mataram City. The key finding of this study is: The regional autonomy era in Indonesia has pushed forward an extensive religious life control, which tends to be discriminatory and contradicts the principles of democracy. The number of cases of violence and vigilantism shows that civil virtues and political culture have not grown well in the society. In fact, these are important foundations needed in building democracy. DPRD does not play a maximum role in carrying out its main roles and functions in terms of legislation, budgeting, and supervision. In addition to the low representation of women in DPRD. Local political parties have not succeeded in carrying out regeneration as their important traditional function. |
904b Pemeriksa Lembar Kerja | Amiarsih Indah Purwiati-Februari 2023 |
090 No. Panggil Setempat | D-pdf |
d-Entri Utama Nama Orang | |
500 Catatan Umum | Tidak dapat diakses di UIANA, karena: akan ditulis dalam bahasa Inggris untuk dipersiapkan terbit pada Jurnal Internasional yaitu Journal of Social and Political Sciences yang diprediksi akan dipublikasikan pada bulan September tahun 2021 |
d-Entri Tambahan Nama Orang | |
337 Media Type | computer (rdamedia) |
526 Catatan Informasi Program Studi | Ilmu Politik |
100 Entri Utama Nama Orang | Fajar Nur Sahid, author |
264a Kota Terbit | Depok |
300 Deskripsi Fisik | xxii, 296 pages : illustration + appendix |
904a Pengisi Lembar Kerja | Amiarsih Indah Purwiati-Februari 2023 |
Akses Naskah Ringkas | |
856 Akses dan Lokasi Elektronik | |
502 Catatan Jenis Karya | Disertasi |
041 Kode Bahasa | ind |