001 Hak Akses (open/membership) | membership |
700 Entri Tambahan Nama Orang | Billy Sarwono, promotor; Donna Asteria, co-promotor; Seno Gumira Ajidarma, co-promotor; Lumban Tobing, Fredy Buhama, examiner; Lestari Nurhajati, examiner; Rahayu Surtiati Hidayat, examiner; Eriyanto, examiner; Pinckey Triputra, examiner; Endah Triastuti, examiner |
336 Content Type | text (rdacontent) |
264b Nama Penerbit | Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia |
710 Entri Tambahan Badan Korporasi | Universitas Indonesia. Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu politik |
049 No. Barkod | 07-23-50903626 |
504 Catatan Bibliografi | pages 246-254 |
852 Lokasi | Perpustakaan UI |
338 Carrier Type | online resource (rdacarrier) |
590 Cat. Sumber Pengadaan Koleksi | ;;; |
903 Stock Opname | |
Tahun Buka Akses | 2023 |
053 No. Induk | 07-23-50903626 |
653 Kata Kunci | masculine domination; social semiotics; women photojournalist |
040 Sumber Pengatalogan | LibUI ind rda |
245 Judul Utama | Membongkar Dominasi Wacana Maskulin Dalam Habitus Pewarta Foto = Masculine Domination Discourse In Habitus Women Photojournalist |
264c Tahun Terbit | 2023 |
650 Subyek Topik | Masculinity; Photojournalists; Gender |
850 Lembaga Pemilik | Universitas Indonesia |
520 Ringkasan/Abstrak/Intisari | Perempuan yang hidup dalam sistem patriarki, seperti di Indonesia, berjuang untuk membuktikan bahwa dirinya memiliki kekuatan, mampu bersaing di kancah publik, dan bukan warga negara kelas dua. Idealnya, kebijakan yang terkait dengan hak warga negara harus menempatkan perempuan pada posisi yang setara dengan laki-laki. Diskriminasi berbasis gender di tempat kerja, dalam upah, promosi, fasilitas, membuat pekerja perempuan di Indonesia lebih rentan dan lebih mungkin dieksploitasi dibandingkan rekan kerja laki-laki. Sejak dulu jumlah jurnalis laki-laki selalu lebih banyak dibandingkan pewarta perempuan. Apalagi Jumlah mereka yang berprofesi sebagai pewarta foto, nya lebih kecil lagi. Berprofesi sebagai pewarta memiliki tantangan dan risiko tinggi, terlebih untuk perempuan. Mereka harus bersaing dengan pewarta laki-laki untuk mendapat berita secara profesional. Perbedaan pengalaman, identitas gender, struktur patriarki yang dikukuhkan oleh maskulinitas berimplikasi pada karya perempuan fotografer. Pierre Bourdieu, dalam bukunya Masculine Domination menyampaikan bahwa sebagai pria atau wanita, dalam objek yang kita coba pahami, sebetulnya kita telah mewujudkan struktur historis tatanan maskulin dalam bentuk skema persepsi dan apresiasi yang tidak disadari. Penelitian ini menelaah sumber semiotik yang dibentuk dari habitus perempuan pewarta foto, yang berimplikasi pada pilihan bahasa visual mereka. Metode penelitian yang digunakan adalah semiotika sosial multimodal. Temuan penelitian ini yaitu (1) sumber semiotik yang dimiliki perempuan pewarta foto tidak bebas, dan ditentukan oleh habitus; (2) media menjadi sumber semiotik perempuan pewarta foto dalam memaknai dominasi maskulin; (3) dominasi wacana maskulin dibentuk dari konstruksi, kekerasan, dan kekuatan simbolik; dan (4) konteks situasi dan budaya pada konsep semiotika sosial Halliday merupakan perwujudan habitus dalam teori Bourdieu.
......Women who live in a patriarchal system like in Indonesia, struggle to prove that they have power, are able to compete in the public arena, and are not second-class citizens. Ideally, policies related to the rights of male citizens should place women in an equal position with men. Gender-based discrimination in the workplace, in terms of pay, promotion, benefits, makes female workers in Indonesia more vulnerable and more likely to be exploited than their male counterparts. Since ancient times, there have always been more male journalists than female journalists. Moreover, the number of women who work as photojournalists is even less. Working as a journalist has high challenges and risks, especially for women. They have to compete with male journalists, to get news in a professional manner. Differences in experience, gender identity, patriarchal structures that are reinforced by masculinity are embodied in the work of female photographers. Pierre Bourdieu, as stated in his book Masculine Domination said that as men or women, in the objects we are trying to understand, we have actually materialized the historical structure of the masculine order in the form of unconscious schemes of perception and appreciation. In this research, I examine semiotic sources formed from the habitus of female photojournalists, which has an implicit effect on their choice of visual language. The research method used is Multimodality Social Semiotics. The findings of this study are (1) the source of semiotics owned by female photojournalists is not independent, and is determined by habitus; (2) the media is a semiotic source of female photojournalists in interpreting Masculine Domination; (3) Masculine Discourse Domination is formed from construction, violence, and symbolic power; (4) The context of situation and culture in Halliday's concept of Social Semiotics, is the embodiment of habitus in Bourdieu's theory. |
904b Pemeriksa Lembar Kerja | |
090 No. Panggil Setempat | D-pdf |
d-Entri Utama Nama Orang | |
500 Catatan Umum | Dapat diakses di UIANA (lib.ui.ac.id) saja. |
d-Entri Tambahan Nama Orang | |
337 Media Type | computer (rdamedia) |
526 Catatan Informasi Program Studi | Ilmu Komunikasi |
100 Entri Utama Nama Orang | Ellen Meianzi Yasak, author |
264a Kota Terbit | Depok |
300 Deskripsi Fisik | 254 pages : illustration |
904a Pengisi Lembar Kerja | Tanti-April2023 |
Akses Naskah Ringkas | |
856 Akses dan Lokasi Elektronik | |
502 Catatan Jenis Karya | Disertasi |
041 Kode Bahasa | ind |