700 Entri Tambahan Nama Orang | Pulungan, Sofyan, supervisor; Endah Hartati, supervisor; Alwesius, examiner |
001 Hak Akses (open/membership) | membership |
336 Content Type | text (rdacontent) |
710 Entri Tambahan Badan Korporasi | Universitas Indonesia. Fakultas Hukum |
264b Nama Penerbit | Fakultas Hukum Universitas Indonesia |
504 Catatan Bibliografi | pages 76-83 |
852 Lokasi | Perpustakaan UI |
049 No. Barkod | 15-25-03225478 |
338 Carrier Type | online resource (rdacarrier) |
590 Cat. Sumber Pengadaan Koleksi | Deposit |
903 Stock Opname | |
534 Catatan Versi Asli | |
Tahun Buka Akses | 2025 |
053 No. Induk | 15-25-03225478 |
653 Kata Kunci | perkawinan; perkawinan beda agama; hukum perkawinan |
040 Sumber Pengatalogan | LibUI ida rda |
245 Judul Utama | Keabsahan Perkawinan Beda Agama Setelah Lahirnya SEMA Nomor 2 Tahun 2023 (Studi Penetapan Nomor 423/Pdt.P/2023/PN Jkt.Utr) = The Validity of Interfaith Marriages After the Issuance of SEMA Number 2 of 2023 (Study of Court Order Number 423/Pdt.P/2023/PN Jkt.Utr) |
650 Subyek Topik | Interfaith marriage--Law and legislation. |
264c Tahun Terbit | 2024 |
850 Lembaga Pemilik | Universitas Indonesia |
520 Ringkasan/Abstrak/Intisari | Perkawinan beda agama merupakan fenomena yang sering ditemukan di masyarakat Indonesia yang menganut agama yang beragam. Perdebatan mengenai diperbolehkan atau tidaknya untuk melangsungkan perkawinan beda agama di Indonesia terus menjadi pembahasan di masyarakat. Pembahasan dalam penelitian ini adalah mengenai keabsahan perkawinan beda agama, terkhusus mengenai keselarasan antara SEMA Nomor 2 Tahun 2023 dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia serta Hukum Agama yang diakui di Indonesia. Lebih lanjut, dibahas pulamengenai kesesuaian pertimbangan hukum hakim dalam memutus penetapan perkawinan antara umat yang memiliki agama yang berbeda dalam Penetapan Nomor 423/Pdt.P/2023/PN Jkt.Utr. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian dengan pendekatan doktrinal. Perkawinan beda agama di Indonesia merupakan salah satu fenomena yang sangat mungkin terjadi karena keberagaman yang ada, sehingga dimungkinkan untuk bertemu dengan orang-orang yang memiliki latar belakang berbeda. Sahnya perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 adalah dilaksanakan menurut hukum agama dan kepercayaan masing-masing, kemudian perkawinan dicatatkan. Sejak lahirnya SEMA Nomor 2 Tahun 2023, hakim di pengadilan tidak lagi dapat mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan beda agama seperti sebelum-sebelumnya. Namun pada kenyataannya, masih terdapat hakim yang tetap mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan beda agama dengan berdasarkan pada ketentuan dalam Pasal 35 UU Administrasi Kependudukan yang mengatur bahwa pencatatan perkawinan berlaku pula pada perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan, yaitu antar umat yang menganut agama yang berbeda.
......Interfaith marriage is a phenomenon that is often found in Indonesian society which adheres to various religions. The debate about whether or not it is permissible to carry out interfaith marriages in Indonesia continues to be a topic of discussion in society. The discussion in this study is regarding the validity of interfaith marriages, especially regarding the harmony between SEMA Number 2 of 2023 with the provisions of laws and regulations in Indonesia and Religious Law recognized in Indonesia. Furthermore, it also discusses the suitability of the judge's legal considerations in deciding the determination of marriage between people who have different religions in Stipulation Number 423 / Pdt.P / 2023 / PN Jkt.Utr. The research method used is research with a doctrinal approach. Interfaith marriage in Indonesia is a phenomenon that is very likely to occur due to the diversity that exists, so it is possible to meet people who have different backgrounds. The validity of a marriage according to Marriage Law Number 1 of 1974 is carried out according to the laws of each religion and belief, then the marriage is registered. Since the enactment of SEMA Number 2 of 2023, judges in court can no longer grant applications for registration of interfaith marriages as before. However, in reality, there are still judges who continue to grant applications for registration of interfaith marriages based on the provisions of Article 35 of the Population Administration Law which stipulates that registration of marriages also applies to marriages determined by the Court, namely between people who adhere to different religions. |
904b Pemeriksa Lembar Kerja | AdhityaN-Mei2025 |
090 No. Panggil Setempat | T-pdf |
d-Entri Utama Nama Orang | |
500 Catatan Umum | Dapat diakses di UIANA (lib.ui.ac.id) saja. |
337 Media Type | computer (rdamedia) |
d-Entri Tambahan Nama Orang | |
526 Catatan Informasi Program Studi | Kenotariatan |
100 Entri Utama Nama Orang | Florence Japardi, author |
264a Kota Terbit | Jakarta |
300 Deskripsi Fisik | x, 83 pages |
904a Pengisi Lembar Kerja | AdhityaN-Mei2025 |
Akses Naskah Ringkas | |
856 Akses dan Lokasi Elektronik | |
502 Catatan Jenis Karya | Tesis |
041 Kode Bahasa | ind |