Tesis ini membahas tentang Lembaga Pemasyarakatan Terbuka sebagai Sub-Sistem dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu dengan titik beratnya adalah latar belakang pembentukan Lembaga Pemasyarakatan Terbuka, pembentukan Lembaga Pemasyarakatan Terbuka dikaitkan dengan tujuan pemidanaan dan pelaksanaan pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka. Metode penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah metode penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan dan studi lapangan yang dilakukan dengan wawancara dan pengamatan, selanjutnya diolah secara deduktif. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Lembaga Pemasyarakatan Terbuka dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman Nomor : M.03.PR.07.03. Tahun 2003 tanggal 16 April 2003 tentang Pembentukan Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Pasaman, Jakarta, Kendal, Nusakambangan, Mataram dan Waikabubak. Bahwa pembentukan lembaga pemasyarakatan terbuka ini dilatar belakangi hal-hal sebagai berikut : sebagai salah satu upaya untuk mengurangi kelebihan narapidana (over crowding) di lembaga pemasyarakatan biasa (tertutup), merupakan perwujudan dari konsep community-based corrections, yang mana di lembaga pemasyarakatan terbuka pembinaan narapidana menekankan keterlibatan masyarakat, sebagai upaya untuk lebih menyiapkan narapidana berintegrasi dengan masyarakat sebagai tujuan pemidanaan, Namun keberadaan Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Jakarta pada khususnya dan lembaga pemasyarakatan terbuka di Indonesia pada umumnya merupakan kebijakan pemerintah yang setengah hati atau hanyalah propaganda pemerintah dalam pembinaan narapidana, karena keberadaannya hingga saat ini belum pernah dievaluasi dan perkembangan lembaga pemasyarakatan terbuka tidak menunjukkan kemajuan yang signifikan baik dari segi pembinaan narapidana maupun peraturan spesifik mengenai lembaga pemasyarakatan terbuka yang menjadi landasannya. Pembentukan Lembaga Pemasyarakatan Terbuka (lapas terbuka) sebagai sub-sistem peradilan pidana dalam kaitannya dengan tujuan pemidanaan, harus dimaksimalkan mengenai konsepnya untuk mencapai tujuan pemidanaan di Indonesia, yaitu mengembalikan dan mengintegrasikan narapidana ke masyarakat, menjadi manusia yang taat dan patuh pada hukum. Dengan demikian pembentukan lapas terbuka dapat menjembatani tujuan dan mewujudkan tujuan pembinaan di Indonesia. Pembinaan narapidana di lapas terbuka dimulai dengan penyeleksian narapidana yang harus memenuhi syarat subtantif berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman, Nomor : M.01.PK.04.10, Tahun 1999, Tentang asimilasi, Pembebasan Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas, Pasal 7 ayat (2) dan syarat administratif Surat Keputusan Menteri Kehakiman, Nomor : M.01.PK.04.10, Tahun 1999, Tentang asimilasi, Pembebasan Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas, Pasal 8. Selain itu bukan termasuk narapidana kejahatan penipuan, terorisme, narkotika dan illegal logging. Bahwa proses seleksi untuk menjadi warga binaan pemasyarakatan pada Lapas Terbuka Jakarta pada khususnya atau lapas terbuka di Indonesia pada umumnya sangat memungkinkan terjadinya penyimpangan seperti adanya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), karena sangat banyak narapidana yang berada di wilayah Jabodetabek namun mengapa hanya lima orang yang menjadi warga binaan pada Lapas Terbuka Jakarta. Manjadi pertanyaan apakah kelima orang tersebut benar-benar memenuhi syarat ataukah ada KKN dalam proses kepindahanya dari Lapas Tertutup ke Lapas Terbuka Jakarta. Sehingga pembinaan narapidana pada Lapas Terbuka Jakarta tidak sesuai yang diharapkan karena program pembinaan tidak berjalan sebagaimana mestinya, dengan kata lain Lapas Terbuka Jakarta hanyalah tempat singgah sebelum para narapidana tersebut bebas.
This thesis discusses the Open Prison as a Sub-System in the Integrated Criminal Justice System with emphasis is the background of the formation of the Open Prison, Penitentiary establishment of the Open was associated with the goal of punishment and execution of prisoners in the Penitentiary building the Open. The research method used in this thesis is a normative legal research methods. Normative legal research done by examining library materials or secondary data. The data was collected through library research and field studies conducted by interviews and observations, then treated deductively. The results of this study concluded that the Open Prison was established by Decree of the Minister of Justice No. M.03.PR.07.03. 2003 April 16, 2003 on the establishment of the Open Pasaman Correctional Institution, London, Kendal, Nusakambangan, Mataram and Waikabubak. That the formation of an open prison this background the following matters: as an effort to reduce excess inmates (over crowding) in ordinary prisons (closed), is a manifestation of the concept of community-based Corrections, which is in open prisons coaching inmates emphasizes community involvement, as an effort to better prepare inmates integrate into society as the goal of punishment, but the existence of the Open Prison Jakarta in particular and open prisons in Indonesia in general is a government policy that half-hearted or just government propaganda in the coaching of prisoners, because its existence until now has not been evaluated and the development of open prisons did not show significant progress both in terms of specific guidance or regulations regarding inmate penitentiary opened which it rests.Penitentiary establishment of the Open (open prison) as a sub-system of criminal justice in relation to the purpose of sentencing, the concept should be maximized to achieve the purpose of punishment in Indonesia, that is to return and integrate inmates into society, a man who obey and comply with the law. Thus the formation of an open prison to bridge the goals and realize the goal of coaching in Indonesia. Inmates in open prisons coaching begins with the selection of eligible inmates who have substantive based on the Decree of the Minister of Justice, No. M.01.PK.04.10, 1999, On assimilation, Parole and Leaves Towards Free, Article 7 paragraph (2) and administrative requirements of Decree of the Minister of Justice, No. M.01.PK.04.10, 1999, On assimilation, Parole and Leaves Towards Free, Article 8. Besides not including inmate fraud, terrorism, narcotics and illegal logging. That the selection process to become prisoners in open prisons Jakarta in particular or open prison in Indonesia in general is very possible occurrence of irregularities such as corruption, collusion and nepotism (KKN), since so many inmates who are in the Greater Jakarta area, but why only five people who became citizens of the built in Jakarta Open Prison. Even become a question whether those people are actually qualified or is there corruption in the process of prison kepindahanya Closed to Open Prison in Jakarta.Thus fostering the Open Prison inmates in Jakarta is not as expected because the coaching program is not running as it should, in other words Jakarta Open Prison was a haven before the prisoners are free.