Masyarakat Jepang dikenal sebagai masyarakat yang kolektif. Meskipun banyak bangsa lain, terutama di Asia, juga memiliki sifat kolektif tetapi ciri ini menjadi identik dengan Jepang karena pada jaman Meiji mereka pernah mengkonstitusikan kolektifitas sebagai karakter bangsa.
Kolektifitas yang kuat ini mendominasi sampai ke jiga pribadi individu Jepang. Nilai-nilai yang ada dalam kelompok atau masyarakat terinternalisasi atau diinternalisasikan menjadi nilai-nilai individu. Keseragaman ini juga membuat Jepang dijuluki sebagai bangsa yang homogen. Pada kenyataannya, masyarakat Jepang kurang memberi ruang pada perbedaan karena berpendapat bahwa harmoni tercapai berkat keseragaman.
Dalam novel Kojinteki na Taiken karya Oe Kenzaburo ini, Bird si tokoh utama, mencoba mendobrak tatanan ini dengan membiarkan jiga pribadinya mendominasi jiga kelompok. Analisis dilakukan dengan menggunakan teori dialogis Bakhtin, yang menyoroti pertentangan-pertentangan batin Bird dan argumentasi-argumentasinya dengan suara-suara lain. Kemudian untuk melihat proses pembentukan jiga Bird, digunakan teori `I and Me' G.H. Mead, yang melihat jiga sebagai hasil dari interaksi dengan orang lain dan teori Jiga Dorinne Kondo yang mengungkapkan bahwa jiga orang Jepang bersifat cair sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi individu dalam interaksi dengan orang lain dan masyarakat.
Dari analisis yang dilakukan, diketahui bahwa usaha Bird tadi tidak berhasil. Bird tidak dapat mengelak dari kenyataan bahwa dia tidak dapat melepaskan diri dari nilai-nilai kelompok. Meskipun demikian, Bird juga tidak sepenuhnya menyerah pada keadaan. Dia melakukan beberapa kompromi yang dapat menyeimbangkan jiga pribadinya dengan jiga kelompok.