Menurut WHO (World Health Organization) sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi dengan tuberkulosis (TB). Sekitar 2 juta orang meninggal akibat penyakit ini setiap tahunnya dan akan muncul lebih dari 8 juta penderita TB baru setiap tahunnya. Selain itu, kembali menurut WHO (2000), jumlah kematian akibat tuberkulosis akan menjadi 35 juta orang pada tahun 2000-2020. Sebagian besar pasien tuberkulosis di dunia masih tetap diobati dengan beberapa obat-obat tunggal, atau mungkin dengan obat TB kombinasi dosis tetap (KDT) yang berisi 2 obat. Untuk meningkatkan mutu hasil pengobatan maka WHO merekomendasikan penggunaan obat TB dalam bentuk TB kombinasi dosis tetap (KDT) yang berisi 2 dan 3 obat dalam strategi DOTS. Sejak 1999, KDT yang berisi 4 obat telah dimasukkan pula dalam “WHO Model List of Essential Drugs”. Dewasa ini KDT merupakan alat penting untuk makin meningkatkan mutu pelayanan pada pasien TB, dalam akselerasi program DOTS untuk segera mencapai target global. Obat TB dalam bentuk kombinasi dosis tetap (KDT) dapat menyederhanakan cara pengobatan dan juga manajemen pengelolaan / distribusi obat TB serta mampu mencegah timbulnya resistensi. KDT menyederhanakan cara pengobatan karena jumlah tablet yang harus ditelan pasien akan berkurang, ddari 15 – 16 buah menjadi 3 – 4 buah saja, dan juga menurunkan kesalahan penulisan resep. Juga jauh lebih mudah untuk menerangkan kepada pasien bahwa ia harus makan 4 tablet yang sejenis, daripada harus makan berbagai tablet dalam berbagai bentuk dan warna yang berbeda. Kemungkinan tidak memakan semua obat yang diharuskan juga dapat dicegah karena satu obat KDT sudah merupakan campuran dari beberapa obat sekalligus. KDT juga akan memudahkan para dokter dan petugas kesehatan karena hanya harus mengingat satu macam obat, lebih sederhana dan tidak membingungkan. Akhirnya, seluruh aspek distribusi obat (pembelian, pengapalan, penggudangan) juga jauh lebih sederhana dalam bentuk KDT ini.Efek samping obat tidaklah akan bertambah bila kita menggunakan KDT. Bila terjadi juga efek samping maka mungkin diperlukan obat dalam bentuk tunggal. Kualitas, keamanan dan efektivitas KDT ditentukan oleh proses pembuatannya, artinya seberapa jauh produsen mematuhi kaidah “good manufacturing practices (GMP)” dan spesifikasi farmakopea. Pengelola program TB nasional harus membuat sistem jaga mutu (“QA system”). Dalam hal ini WHO telah membangun jaringan laboratorium untuk menilai KDT yang ada sesuai dengan permintaan pihak industri farmasi. (Med J Indones 2003; 12: 114-9)
According to the World Health Organization, a third of the world’s population is infected with tuberculosis. The disease is responsible for nearly 2 million deaths each year and over 8 million were developing active diseases. Moreover, according to WHO (2000), tuberculosis deaths are estimated to increase to 35 million between 2000-2020. The majority of tuberculosis patients worldwide are still treated with single drugs, or with 2-drug fixed-dose combinations (FDCs). To improve tuberculosis treatment, 2- and 3-drug FDCs were recommended by the World Health Organization (WHO) as part of the DOTS strategy. Since 1999 a 4-drug FDC was included on the WHO Model List of Essential Drugs. Today, FDCs are important tools to further improve the quality of care for people with TB, and accelerate DOTS expansion to reach the global TB control targets. Fixed dose combination TB drugs could simplifies both treatment and management of drug supply, and may prevent the emergence of drug resistance .Prevention of drug resistance is just one of the potential benefits of the use of FDCs. FDCs simplify administration of drugs by reducing the number of pills a patient takes each day and decreasing the risk of incorrect prescriptions. Most tuberculosis patients need only take 3–4 FDCs tablets per day during the intensive phase of treatment, instead of the 15–16 tablets per day that is common with single-drug formulations It is much simpler to explain to patients that they need to take four tablets of the same type and colour, rather than a mixture of tablets of different shapes, colours and sizes. Also, the chance of taking an incomplete combination of drugs is eliminated, since the four essential drugs are combined into one tablet. FDCs are also simpler for care-givers as they minimize the risk of confusion. Finally, drug procurement, in all its components (stock management, shipping, distribution), is simplified by FDCs. Adverse reactions to drugs are not more common if FDCs are used. Nevertheless, whenever side-effects to one or more components in a FDC are suspected, there will be a need to switch to single-drug formulations. Quality, safety and efficacy of FDC drugs are determined by the manufacturing process i.e. by compliance of the manufacturer with the requirements of good manufacturing practices (GMP) and pharmacopoeial specifications. National TB programmes must establish a QA system WHO established a laboratory network that tests the quality of FDCs in the marketplace and registers products upon request from the pharmaceutical industry. (Med J Indones 2003; 12: 114-9)