Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan kontradiksi hubungan antara dispersi QT dengan kejadian takiaritmia ventrikel dan atau kematian jantung mendadak. Penelitian-penelitian itu tidak mengeluarkan pengguna obat penghambat reseptor beta, bahkan pengguna obat tersebut merupakan mayoritas pada sampel mereka. Karena penggunaan penghambat reseptor beta sebagai pencegahan sekunder yang masih rendah di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara dispersi QT dengan kejadian takiaritmia ventrikel dan atau kematian jantung mendadak pada pasien pascainfark. Interval QT, dispersi QT dan variabel klinis dibandingkan antara 36 orang pasien pascainfark yang mengalami takiaritmia ventrikel dan atau kematian jantung mendadak (kelompok kasus), dengan 75 pasien pascainfark yang tidak mengalami kedua kejadian tersebut (kelompok kelola). Dispersi QT yang lebih panjang (115 + 41 msec vs 81 + 25 msec, p < 0.001). Interval QT maksimal terkoreksi juga lebih panjang pada kelompok kasus (534 + 56 vs 501 + 35 msec, p < 0.001). Analisa regresi logistik menunjukkan adanya hubungan antara pemanjangan dispersi QT dengan kejadian takiaritmia ventrikel dan atau kematian jantung mendadak dengan RO 3,2, 4, dan 5,8 masing-masing untuk nilai potong 80, 90, dan 100 mdet. Dispersi QT dapat memprediksi kejadian takiaritmia ventrikel dan atau kematian jantung mendadak pada pasien infark miokard akut. Hasil ini menunjukkan bahwa dispersi QT tetap bermanfaat pada kondisi bebas pengaruh obat penghambat reseptor beta. (Med J Indones 2005; 14: 230-6)
Recent studies showed contradictive results of the relation between QT dispersion and the occurrence of ventricular tachyarrhythmias and/or sudden cardiac death. In addition, beta adrenoreceptors blocking agents, which are known to decrease the incidence of lethal arrhythmias after myocardial infarction, administered to the majority of patients in those studies population. Since b-blocker as secondary prevention drug was underutilized at National Cardiovascular Center Harapan Kita, this study was performed to find out the relation between QT dispersion and ventricular tachyarrhythmias and/or sudden cardiac death after previous myocardial infarction. The QT interval duration, QT dispersion and clinical variables of 36 postinfarction patients with history of sustained ventricular tachyarrhythmias and/or sudden cardiac death (event group) were compared with 75 postinfarction patients without such events (control group). QT dispersion differed significantly between study groups and was increased in the event group (115 ± 41 msec vs 81 ± 25 msec, p < 0.001). Corrected maximal QT interval duration was also prolonged in the event group (534±56 vs 501±35 msec, p < 0.001). Regression analysis showed that increasing QT dispersion was related to the occurrence of ventricular tachyarrhythmias and/or sudden cardiac death with OR of 3.2, 4, and 5.8 for cut-off point of 80, 90, and 100 msec respectively. The QT dispersion could predict the occurrence of ventricle tachyarrhythmias and/or sudden cardiac death in patient with AMI. This study confirmed that the QTd remain useful in free of beta blocking agents state. (Med J Indones 2005; 14: 230-6)