Pola makan, khususnya asupan asam lemak dapat merupakan informasi yang sangat berarti dalam memberikan pengertian atau penjelasan mengenai peranan hubungan diet dengan penyakit-penyakit kronis, khususnya pennyakit jantung koroner (PJK). Desain penelitian ini adalah “cross sectional”. Informasi dikumpulkan untuk dapat menggambarkan asupan nutrien khususnya asupan asam lemak pada 4 (empat) kelompok etnik yaitu: etnik Minangkabau, Sunda, Jawa dan Bugis. Persentase asam lemak jenuh terhadap total energi sekitar 20% pada keempak kelompok etnik ini.Persentase asam lemak tidak jenuh majemuk terhadap total energi berkisar diantara 4.4% sampai 4.6% pada kelompok etnik Sunda dan Jawa.Sedangkan pada kedua etnik lainnya, persentase asam lemak tidak jenuh majemuk terhadap total energi lebih rendah, 2.6% pada suku Minangkabau dan 2.8% pada suku Bugis. Persentase asam lemak tidak jenuh tunggal terhadap total energi lebih tinggi pada etnik Sunda dan Jawa (6.1% vs 5.5%) Sedangkan persentase asam lemak tidak jenuh tunggal terhadap total energi pada kedua etnik lainnya Minangkabau dan Bugis lebih rendah (2.6% vs 2.8). Berdasarkan ratio dari asam lemak tidak jenuh majemuk dengan asam lemak tidak jenuh tungal dan dengan asam lemak jenuh, dapat disimpulkan bahwa suku Minangkabau dan Bugis memiliki kualitas pola diet asupan lemak yang kurang baik. Selain kurang baiknya pola diet asuapan lemak, suku Minangkabau juga mengkomsumsi total asupan lemak yang cukup tinggi, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa suku Minangkabau mempunyai risiko tinggi terhadap dislipidemia dibandingkan dengan ketiga kelompok etnik lainnya. (Med J Indones 2005; 14:242-8)
The use of dietary pattern specifically fatty acids intake should prove to be an informative and powerful means to augment our understanding of the role of diet in chronic disease particularly CHD. Cross sectional study was implemented to describe the nutrients intake specifically fatty acids intake of 4 (four) ethnic groups in Indonesia, such as Minangkabau, Sundanese, Javanese and Buginese. The percentage of saturated fatty acid (SAFA) to total energy intakes were around 20%. The percentage of polyunsaturated fatty acid (PUFA) to the total energy were about 4.4% to 4.6% among the Sundanese and the Javanese.While among the other two ethnic groups, the percentage of PUFA to total energy were less, 2.6 % among the Minangkabau and 2.8% among the Buginese ethnic. The percentage of mono unsaturated fatty acid (MUFA) to total energy intake were higher among the two ethnic groups, Sundanese and Javanese (6.1% vs. 5.5%). While the percentages of MUFA between the other two ethnic groups Minangkabau and Buginese ethnic were lower (2.6% vs. 2.8%). Based on the ratio of PUFA: MUFA: SAFA, we could consider that Minangkabau and Buginese ethnic groups both had poor quality of dietary fat pattern. Having the poor quality of dietary fat pattern and higher fat intake, we might take into consideration that the Minangkabau ethnic groups, had higher risk toward dyslipidemia compared to the other three ethnic groups. (Med J Indones 2005; 14:242-8)