Walaupun nilai-nilai dalam kesenian-kesenian daerah lazimnya bersifat sakral namun pada prakteknya mengalami perubahan dengan adanya arus globalisasi dan logika pasar. Hal ini mendorong para pelaku seni berupaya menghadapi masa transisi dengan melakukan strategi-strategi adaptasi untuk bisa bertahan hidup.
Studi ini tentang Tingkilan. Beberapa pertanyaan pokok yang hendak dijawab Pertama, bagaimana para pelaku musik Tingkilan memaknai karya-karya musik mereka sepanjang perkembangan Tingkilan? Kedua, bagaimana kaitan antara adat, logika pasar dan kekerasan simbolik? Ketiga, kekerasan simbolik yang bagaimanakah yang membuat para pelaku musik Tingkilan berstrategi dalam menjaga kontinuitas musiknya?
Konsep-konsep yang digunakan dan muncul dalam temuan lapangan serta berkaitan adalah secara teoritis : adat, logika pasar, dan kekerasan simboIik. Sedangkan istilah "modern", "tradisional" dan sindiran bagi masyarakat Kutai tidaklah sama dengan istilah yang sebelumnya ada. Penelitian ini dimaksudkan melakukan tinjauan analisis konseptual teori yang digunakan oleh Bourdieu dan logika pasar. Walaupun konsep teori Bourdieu banyak dikritik mengenai keberadaannya di tengah dikotomi subyektivisme dan objektivisme, namun dalam konteks Tingkilan konsep teori ini relevan dan tidak secara keseluruhan serta disesuaikan dengan temuan lapangan.
Kutai Kartanegara merupakan lokasi penelitian di mana Tingkilan terbagi atas tiga wilayah dan jenis kebudayaan. Waktu penelitian selama 5 bulan : Juni-November 2004 dan menggunakan pendekatan kualitatif bersifat deskriptif. Peneliti mempunyai peran utama sebagai instrumen kunci dalam penelitian, akan tetapi untuk menghindari kesewenang-wenangan dalam melakukan pembahasan dan analisis, peneliti dikontrol oleh batasan landasan teori, dan memperhatikan hasil-hasil penelitian sejenis. Pengumpulan data dengan melakukan wawancara mendalam, diskusi interaktif dengan informan dan melakukan pengamatan secara langsung terhadap obyek yang diteliti. Analisis data dilakukan dimulai dengan membaca, menelaah dan menganalisis data yang diperoleh, dari berbagai sumber atau informasi baik melalui wawancara, dialog interaktif, observasi maupun dokumen/rekaman hingga pada tahap triangulasi. Mengingat budaya tradisi Iisan maka analisis struktur musik menggunakan pendekatan analisis musik Barat.
Kekerasan simbolik yang dilihat scbagai kesadaran palsu bagi kognitif individu-individu karena meluasnya kekuasaan simbolik yang berjalan dengan halusnya dan melihatnya sebagai sesuatu yang wajar. Inilah yang dinamakan doxa, "kebenaran" yang diterima akal sehat inilah yang menjadi hal yang lumrah menuju mekanisme budaya bersama. Tradisi yang menjadi bagian kebudayaan, Tingkilan menjadi bagian kebudayaan Kutai Kartanegara memiliki 3 jenis Tingkilan mengikuti 3 jenis kebudayaan di Kutai Kartanegara. Social claim, pemberian mama atas "tradisional" dan "modern" tersebut dilakukan setelah adanya keberadaan kelompok "modern".
Cara pandang para pelaku musik Tingkilan adalah berpijak pada kekinian terlebih dahulu barulah membandingkan dengan masa lalu, dengan berkaca pada modern memunculkan tradisional. Kekuatan bertahannya para pelaku musik Tingkilan adalah legitimasi adat yang menjadi legitimasi kekuasaan untuk menunjukkan kekuasaan simbolik. Walaupun Tingkilan "tradisional" dan "modern" bersisian namun sehenarnya terjadi pertarungan secara simbolik. Pada pelaksanaannya dikenal dengan kekerasan simbolik. "Tradisional" memiliki legitimasi adat dan pantun spontanitasnya, "modern" menciptakan legitimasi adat baru dengan kekuatan bahasa Kutai dalam liriknya. Kaitan antara adat, logika pasar dan kekerasan simbolik adalah adat merupakan kebudayaan masyarakat di Indonesia termasuk Kutai yang masih dipegang teguh. Adanya globalisasi dengan strategi kaum kapitalis (neoliberalisme) menjanjikan kesejahteraan sosial terhadap negara-negara dunia ketiga dan menanamkan kekuasaan simboliknya yaitu kekuatan pasar di benak masyarakat sehingga membudaya. Jadi, dalam menghadapi globalisasi dan Iogika pasar, Tingkilan "tradisional" dan Tingkilan "modern" sama-sama telah mengalami dan melakukan kekerasan simbolik di dalam mempertahankan keberadaan musik Tingkilan.