Di industri rumah sakit, permintaan akan jasa pelayanan rumah sakit di Indonesia diperkirakan akan terus meningkat dan makin berkembang di masa datang seiring dengan makin meningkatnya jumlah penduduk, makin tingginya tingkat pendidikan dan kesadaran masyarakat akan kebutuhan pelayanan kesehatan yang baik. Prospek industri rumah sakit di Indonesia akan makin baik jika ditunjang oleh stabilitas ekonomi makro dan kondisi sosial politik yang terkendali.
Untuk dapat terus bersaing, tiap rumah sakit dituntut untuk meningkatkan kualitas mereka, yang dinilai dari sumber daya manusia yang profesional, fasilitas dan prasarana yang memadai, serta peralatan medis dan pelayanan yang berkualitas. Untuk itu rumah sakit harus selalu mengukur kinerjanya dalam rangka pencapaian visi dan misi mereka.
Konsep pengukuran kinerja selama ini hanya berfokus pada ukuran keuangan dan kurang memperhatikan aspek-aspek eksternal organisasi seperti tingkat kepuasan pelanggan, loyalitas pelanggan, dan sebagainya sehingga perusahaan yang hanya berorientasi pada profit tidak dijamin keberadaannya dalam persaingan global yang hypercompetitive. Bagaimanapun juga, berfokus hanya pada ukuran keuangan dapat mengaburkan tanda-tanda yang berkaitan dengan peningkatan lanjutan dan aktivitas inovasi.
Gagasan untuk menyeimbangkan pengukuran kinerja berdasarkan aspek keuangan dan non-keuangan tersebut melahirkan konsep Balanced Scorecard (BSC). Melalui BSC, para manajer perusahaan dapat mengukur bagaimana unit bisnis mereka melakukan penciptaan nilai saat ini dengan tetap mempertimbangkan kepentingan masa depan, mengukur apa yang telah diinvestasikan dalam pengembangan sumber daya manusia, sistem dan prosedur demi perbaikan kinerja di masa depan, dan menilai apa yang telah dibina dalam intangible asset (Mirza, 1997: 14).
RSAB Harapan Kita, sebagai salah satu bentuk rumah sakit khusus, juga menghadapi persaingan yang makin ketat, di mana untuk dapat terus bertahan RSAB Harapan Kita juga dituntut untuk dapat meningkatkan kualitasnya yang harus dapat diukur dengan pengukuran kinerja yang dikaitkan dengan visi dan misi RSAB Harapan Kita.
Penyusunan BSC pada RSAB Harapan Kita masih sederhana dan terdapat banyak kekurangan karena pemahaman tentang konsep ini masih relatif baru. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi terhadap proses penyusunan dan penerapannya serta memberi masukan bagaimana penyusunan BSC yang seharusnya.
Ruang lingkup penelitian dalam karya akhir ini dibatasi hanya pada BSC level corporate dan level bagian yaitu Bagian Rawat Inap Ibu RSAB Harapan Kita sehingga nantinya akan terlihat apakah BSC untuk level corporate telah ditranslasikan secara baik untuk level bagian dan apakah BSC yang disusun di level bagian bisa menjadi umpan balik untuk level corporate atau mendukung pencapaian BSC level corporate.
Penelitian dalam karya akhir ini bertujuan untuk mengevaluasi proses penyusunan dan penerapan BSC pada RSAB Harapan Kita, menilai proses yang telah dilakukan RSAB Harapan Kita dalam mengimplementasikan konsep BSC apakah telah sesuai dengan teori yang ada, serta merekomendasikan tindakan yang perlu dilakukan agar proses penyusunan dan penerapan BSC memberikan manfaat yang optimal bagi RSAB Harapan Kita.
Jenis penelitian dalam karya akhir ini adalah deskriptif eksploratif dengan pengumpulan data yang dilakukan dalam penulisan karya akhir ini menggunakan dua metode penelitian, yaitu pertama, penelitian lapangan yang dilakukan dalam dua bentuk, yaitu observasi dan wawancara, dan kedua, studi kepustakaan.
Dari pembahasan daiam bab IV dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. RSAB Harapan Kita pada saat ini merupakan rumah sakit dengan sifat kegiatan sosial, profesional, dan profit, yang berada dalam tahap pertumbuhan (growth) dalam siklus hidupnya. Hal ini tergambar dalam salah satu tujuan perusahaan yaitu pertumbuhan pendapatan.
2. Belum terdapat strategi yang mendukung tema strategi "meningkatkan nilai pelanggan", dalam proses bisnis internal RSAB Harapan Kita, padahal salah satu misi yang ingin dicapai RSAB Harapan Kita adalah memberikan pelayanan Ibu dan Anak yang bertaraf internasional, di mana dari penjelasan visinya tampak bahwa yang dimaksud bertaraf internasional adalah mempunyai kualitas pelayanan medis dan manajemen yang berorientasi pada pelanggan sesuai standar internasional.
3. Proses penyusunan BSC di RSAB Harapan Kita adalah terbalik dan belum sepenuhnya mengikuti prosedur/langkah-langkah penyusunan BSC. Ini menggambarkan bahwa di RSAB Harapan Kita masih terdapat gap antara konsep BSC dari sudut pandang RSAB Harapan Kita dengan teori yang ada, atau dengan kata lain, pemahaman atas konsep BSC oleh RSAB Harapan Kita masih kurang memadai.
4. Penerapan BSC di RSAB Harapan Kita masih secara "me too" (perusahaan kami juga sudah menerapkan BSC). Hal ini dibuktikan dengan tidak ditemukan BSC yang sesuai dengan teori yang ada, baik di level corporate maupun di level bagian (dalam karya akhir ini Bagian Rawat Inap Ibu), dalam artian tidak ada strategy map, ukuran-ukuran, serta initiatives strategy tetapi hanya sebatas penggunaan empat perspektif dalam BSC saja, dengan tolok ukur kinerja yang hanya menggunakan tolok ukur kinerja berdasarkan Indikator Kinerja BUMN (Departemen Kesehatan).
5. Penentuan objectives dalam rangka pembuatan BSC di Bagian Rawat Inap Ibu RSAB Harapan Kita masih banyak yang tidak tepat.
6. Proses komunikasi BSC di RSAB Harapan Kita belum dapat terlaksana seeara optimal karena pemahaman tentang konsep BSC itu sendiri masih kurang memadai.
7. Sistem kompensasi yang berlaku di RSAB Harapan Kita telah disusun yaitu pemberian insentif atau kompensasi berdasarkan peran dan kontribusi SDM namun dalam penerapannya insentif diberikan berdasarkan indeks kehadiran. Dengan kata lain, RSAB Harapan Kita belum menghubungkan sistem kompensasi langsung dengan BSC karena memang tolok ukur untuk BSC tersebut belum ada.
8. Selama ini proses feedback and learning yang dilakukan melalui pertemuan rutin telah memfokuskan pada implementasi perencanaan strategis.
9. BSC di RSAB Harapan Kita belum efektif karena belum ada standar ukuran kinerja. Dan pelaksanaannya mendapat kendala berupa budaya kerja yaitu budaya kerja pegawai negeri (PNS) yang merupakan budaya birokrat, di mana bawahan sangat tergantung dari atasannya, padahal di tingkat manajemen sendiri masih kecil keinginan untuk melaksanakan BSC.
Dalam karya akhir ini, penulis mengalami keterbatasan dalam memperoleh informasi langsung dari Direksi sehingga data dan informasi hanya diperoleh dari Kepala Komite Pengkajian dan Pengembangan (untuk level corporate) dan Kepala Bagian Rawat Inap lbu (untuk level bagian) RSAB Harapan Kita.
Kemudian Penulis menyarankan:
1. Dilakukan edukasi tentang konsep BSC. Proses edukasi ini dapat dilakukan melalui pelatihan dan seminar tentang konsep BSC, membaca buku yang berkaitan dengan konsep BSC dan perkembangannya,mengikuti berita di berbagai media massa, atau meminta jasa konsultan (baik dari perusahaan konsultan maupun dari lembaga-lembaga pendidikan bisnis) sehingga anggota organisasi khususnya manajemen lebih memahami konsep dan kegunaan BSC dan pada akhirnya dapat mengkomunikasikan BSC kepada para karyawan di bawahnya
2. Karena strategy im'p dan ukuran BSC RSAB Harapan Kita ternyata belum ada, penulis menyarankan RSAB Harapan Kita untuk menggunakan strategy map dan ukuran BSC yang telah penulis buat. Untuk ukuran yang diusulkan, merupakan pelengkap dari indikator kinerja BUMN yang telah ada.
3. Agar dapat tercapai sistem kompensasi yang terkait dengan BSC maka penulis menyarankan agar sistem kompensasi yang akan diberlakukan di RSAB Harapan Kita harus lebih menekankan pada pencapaian kinerja tim. Hal ini ditujukan untuk lebih meningkatkan semangat bekerja sama antar profesi dan unit kerja, di mana untuk suatu organisasi rumah sakit hal ini sangat dibutuhkan.
4. Agar dapat membangun Strategy-Focused Organization maka disarankan eksekutif RSAB Harapan Kita untuk memimpin dalam hal-hal berikut ini: menciptakan iklim perubahan di perusahaan yang mendukung pendayagunaan para karyawan, visi untuk menuju terjadinya perubahan, dan proses tata kelola (governance) yang mendorong komunikasi, diskusi interaktif, dan pembelajaran strategi.
5. Bagian Rawat Inap ibu dalam menentukan misinya, walaupun telah selaras dengan misi operasional RSAB Harapan Kita, harus menambahkan satu misi operasional lagi yang berkaitan dengan perspektif keuangan yaitu "memperoleh pertumbuhan pendapatan melalui perluasan pelayanan rawat map ibu dan efisiensi serta efektifitas biaya".
6. Bagian Rawat Inap Ibu yang berada di bawah direktorat pelayanan, di mana direktorat telah ditetapkan sebagai pusat pendapatan (revenue center) namun dalam pernyataan tujuan, target, dan sasaran terlihat bahwa bagian ini juga dituntut untuk melakukan efisiensi dan efektifitas biaya dalam rangka menurunkan biaya maka menurut penulis akan lebih tepat jika bagian ini ditetapkan sebagai profit center.
7. Agar dapat mengimplementasikan strateginya maka RSAB Harapan Kita tidak hanya sekedar menerapkan BSC tetapi juga harus menerapkan levers of control
8. Untuk tujuan pengembangan ilmu, disarankan dilakukan penelitian lebih jauh tentang penerapan levels of control di RSAB Harapan Kita.