Sampai saat ini efektivitas dan pemanfaatan dana yang terbatas masih menjadi masalah di sebagian besar Kabupaten/Kota di Indonesia, padahal hampir semua daerah menetapkan kesehatan sebagai salah satu program prioritas. Pemberlakuan Otonomi Daerah memberi peluang kepada Daerah untuk menyusun perencanaan, dan pengalokasian anggaran dilingkungan Pemda masing-masing. Peran dan komitmen policymakers sebagai pengambil kebijakan sangat besar dalam menentukan arah pembangunan dan pengalokasian anggaran bersumber dari Pemerintah. Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektifitas anggaran program prioritas, Dinas Kesehatan bersumber Pemerintah di Kota Bukittinggi tahun 2004. Penelitian ini juga untuk melihat Komitmen policymakers dalam menetapkan anggaran program prioritas Kesehatan.
Penelitian ini adalah penelitian dekriptif pendekatan kualitatif, analisis data sekunder dengan cars telaah dokumen, sedangkan data primer dianalisa dengan cara analisis isi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembiayaan kesehatan di Kota Bukittinggi tahun 2004 masih rendah yaitu 2,75% dari APBD Kota setara dengan Rp. 46.755,- per kapita per tahun. Sedangkan pembiayaan kesehatan dari berbagai sumber Pemerintah adalah 4,2% total APBD Kota Bukittinggi setara dengan Rp.70.740,- per kapita per tahun. Alokasi anggaran dari berbagai sumber untuk program prioritas kesehatan adalah Rp.123.801.284,- setara dengan 4,2% APBD Kesehatan, setara pula dengan 0,17% dari total APBD Kota Bukittinggi, dengan biaya kesehatan perkapita Rp.2,826, per tahun.
Kebutuhan menurut standar World Bank dalam proyek PHP II dengan Inflasi tahun 2004 sebesar 6,89% adalah Rp.57.788,-untuk Program esensial, sedangkan untuk program prioritas kebutuhan normatifnya adalah Rp. 25.723,- terjadi gap yang besar antara alokasi dan kebutuhan biaya kesehatan. Sementara Alokasi anggaran Program prioritas dari APBD Kota Bukittinggi adalah Rp. 80.098.000,- setara dengan biaya kesehatan per kapita Rp.799,- per tahun.
Efektifitas dari pengalokasian anggaran program prioritas kesehatan tersebut dihubungkan dengan Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Indikator Standar Pelayanan Minimun Bidang Kesehatan memperlihatkan hasil tidak optimal dalam pencapaian target. Komitmen para pengambil kebijakan (policymakers) dalam pengalokasian dana untuk program perioritas kesehatan baru sebatas memahami namun tidak kuat komitmennya dalam penerapan pengalokasian dana.
Agar pengalokasian dana pembiayaan kesehatan mempertimbangkan dan menghubungkan dengan penetapan program prioritas sesuai visi, misi dan renstra kota. Divas Kesehatan Kota Bukittinggi fokus ke program prioritas dan meningkatkan advokasi, sosialisasi dan penyusunan program lebih mempertimbangkan manfaat dan dampak bagi kesehatan masyarakat.
Up to now, the effectiveness and the utilization of limited budget are still a problem in most of the regency/city in Indonesia, while almost every region maintains health as one of its priority programs. The imposition of regional autonomy provides an opportunity for regions to design their planning and allocate the budget in their respective regional government. The role and commitment of the policymakers are very significant in determining the course of development and the allocation of budget derived from the government. This research aims to see the effectiveness of budget derived from government for priority programs of Health Office in Bukittinggi in 2004 and the commitment of policymakers in stipulating budget of health priority program.This descriptive research uses qualitative approach. The secondary data were analyzed by documentary study and the primary data were analyzed by content analysis. The results show that health financing in Bukittinggi in 2004 is still low, namely 2.75% of Regional Revenues and Expenditures Budget {APBD) equal to Rp 46,755,- per capita per year. Meanwhile, health financing from many governmental sources is 4.2% of total APBD of Bukittinggi which is equal to Rp 70,740,- per capita per year. The budget from many sources for health priority program is Rp 283,559,984- equal to 4% of APBD for health. This amount is also equal to 0.17% of total Bukittinggi's APBD, namely Rp 2,826,- of health financing per capita per year.The need according to World Bank standard in PHP II project by inflation of 6.89% in 2004 is Rp 57,788,- for essential programs, whereas for priority program normatively the need is Rp 25,723,-. Thus, there is a big gap between the allocation and the need of health financing. The budget of priority program from Bukittinggi's APBD is Rp 80,098,000,-equal to health financing of Rp 799,- per year.The effectiveness of budget allocation of the health priority programs connected with the indicators of Healthy Indonesia by 2010 and the indicators of Minimum Services Standard in Health indicates that the result is not optimum in achieving the target. The commitment of the policymakers in budget allocation for health priority program is just limited to understand and the commitments is not consisten in implementing the allocation.In order that health financing considers and has connection with the stipulation of priority program vision and mission and the city strategic plan, Health Office of Bukittinggi has to focus on the priority program and enhance the advocacy, dissemination. Beside, in designing the program it has to consider more the benefit and the impact of the program to people.