Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan berbagai set infla nasi. Proses inflamasi ini menyebabkan peningkatan kepekaan (hipereaktiviti) saluran napas terhadap berbagai rangsangan sehingga timbul gejala-gejala pernapasan akibat penyempitan saluran napas difus dengan derajat bervariasi yang dapat membaik secara spontan atau dengan pengobatan. Gejala asma dapat ditimbulkan oleh berbagai rangsangan termasuk refluks gastroesofagus.
Penyakit refluks gastroesofagus (PRGE) didefinisikan sebagai gejala dan atau kerusakan mukosa esofagus (esofagitis) akibat refluks abnormal isi lanibung ke dalam esofagus. Refluks gastroesofagus berhubungan erat dengan berbagai gejala dan kelainan saluran napas termasuk batuk kronik serta asma. Hubungan penyakit refluks gastroesofagus dan asma dipikirkan oleh William Oster pertama kali pada tahun 1912. Oster memperkirakan bahwa serangan asma mungkin disebabkan oleh iritasi langsung mukosa bronkus atau tidak langsung oleh pengaruh refleks lambung. Kekerapan penyakit refluks gastroesofagus pada asma secara pasti tidak diketahui, diperkirakan antara 34-89%.
Penelitian menunjukkan sekitar 55-82% pasien asma mempunyai gejala PRGE. Hasil pemeriksaan endoskopi pasien asma menunjukkan kekerapan esofagitis antara 27-43%. Peran pengobatan PRGE terhadap kontrol asma masih belum jelas. Pengobatan dengan antirefluks tidak konsisten dalam memperbaiki faal paru, gejala asma, asma ma'am ataupun penggunaan obat asma pada pasien asma tanpa reflux associated respiratory symptoms (RARS).
Rangkuman berbagai penelitian yang telah ada menunjukkan bahwa terapi dengan obat-obat antirefluks mengurangi gejala asma, mengurangi penggunaan obat-obat asma tetapi mempunyai efek minimal atau bahkan tidak ada pada faal paru. Penghambat pampa proton (PPP) telah dikenal sebagai obat terbaik untuk tatalaksana PRGE. Penggunaan PPP pada pasien asma dengan PRGE terlihat penurunan gejala asma 43% setelah 2 bulan pengobatan serta 57% setelah 3 bulan pengobatan.