ABSTRAKAngka kejadian penderita kanker baik nasional maupun dunia cukup tinggi. Di Indonesia karsinoma nasofaring merupakan jenis tumor ganas terbanyak yang menempati urutan keempat dad seluruh tumor ganas setelah karsinoma serviks, payudara, dan kuiit. Keganasan tersebut sexing terlambat didiagnosis dan mempunyai prognosis yang jelek, meskipun keganasan ini sensitif terhadap penyinaran dan kemoterapi. Namun terapi untuk kanker khususnya kemoterapi mempunyai efek samping yang tidak sedikit terutama obat cisplatin sering menyebabkan nefrotoksis. Pada pasien kanker biasanya sebelum kemoterapi secara nrtin dilakukan pemeriksaan penilaian fungsi ginjal. Penilaian fungsi ginjal dengan bersihan kreatinin (Creatinine Clearance Test= CCT) sering menjadi kendala dalam hal penampungan urin 24 jam. Untuk mengatasinya sering dipakai CCT cara hitung menurut rumus Cockroft dan Gault tetapi dipengaruhi puia banyak faktor yaitu usia, berat badan dan jenis kelamin, Walaupun dikenal uji Baku emas GFR berupa uji bersihan inulin, uji kontras radiologik iohexol atau Cr-ECTA, namun cara-cara tersebut kurang praktis untuk diterapkan secara rutin.
Saat ini telah dioerkenalkan parameter uji baru laboratorium untuk LFG yaitu penetapan kadar Cystatin C dalam darah. Cara baru ini mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan CCT karena Cystatin C diproduksi oleh sel badan secara tetap, dltras'. babas melalui glomeruli dan tidak disekresi oleh tubulus ginjal. Cystatin C direabsorbsi oleh tubulus proksimal tetapi Iangsung dimetabolisis dalam sel tubulus proksimal tersebut sehingga tidak masuk ke dalam darah. Pengukurarr Cystatin C cukup dengan kadar dalam darah, tanpa penampungan urin 24 jam.
Pemeriksaan fungsi ginjal dengan kadar Cystatin C saja tanpa dikonversikan menjadi LFG sulit untuk menentukan penurunan derajat ringan, sedang dan berat. Oleh karena itu pemeriksaan Cystatin C dikonversikan dengan menggunakan rumus Amal dan Hoek, tetapi dengan kedua rumus tersebut belum dapat terlihat penurunan fungsi ginjal yang dini karena jumlah sampel kurang memenuhi syarat.
ABSTRACTThe incidence of cancer patients nationally and globally is quite high. In Indonesia, nasopharynx carcinoma is in fourth place among commonly found malignant carcinomas,after carcinomas of the cervix, breast and skin. This malignancy is generally diagnosed late and the prognosis is not good, inspite of its sensitivity to radiation and chemotherapy. Chemotherapy has substantial side effects, especially cisplatin which often causes nephrotoxicity. Before starting therapy for cancer patients, evaluation of renal function are routinely carried out. Evaluation of renal function using Creatinine Clearance Test (CCT) often' encounter problems in 24 hour urine collection. To overcome this, CCT count with Cockroft and Gault formula is usually used, however, this test is also influenced by many factors such as age, body weight and sex. Even though there are GFR gold standard tests for GFR such as inulin clearance test, iohexol radiological contrast test or Cr-EDTA, these tests are not practical to be carried out routinely.
At present, a new laboratory test parameter for GFR is introduced by establishing Cystatin C levels in the blood. This new procedure has a number of benefits compared to CCT because Cystatin C is produced by body cells continually, freely filtrated through the glomeruli and not secreted by the proximal tubule but is directly metabolized inside the proximal tubule, thus does not enter the blood. Cystatin C level can be measured in the blood without having to conduct a 24 hour urine collection.
By carrying out renal function test using solely Cystatin C without conversion to GFR, it is difficult to identify whether the decrease was of mild, medium or severe degree. As the consequence, Cystatin C conversion is done using the Amal and Hoek formulas, however, by using these two formulas early decrease in renal function still could not be detected due to inadequate amount of samples.