Tema kontestasi diskursus Islam Indonesia dalam konteks demokrasi pasta Orde Baru menjadi tema yang dipilih dalam tesis ini, karena baik diskursus Islam Iiberal maupun Islamisme sebagai arus besar diskursus Islam masing-masing berusaha memperebutkan kontrol terhadap masa depan masyarakat Muslim di Indonesia dalam konteks proses demokratisasi. Sementara sampai saat ini tidak ada karya tentang politik Islam yang menganalisis secara detail bagaimana kontestasi wacana Islam tersebut secara simultan bergulir dalam praktik sosial maupun tampil dalam praktik diskursus yang menempatkan bahasa sebagai medan bagi pertarungan kuasa antara diskursus-diskursus Islam di Indonesia.
Fokus utama dari tesis ini adalah menganalisis secara detail bagaimana kontestasi antara diskursus wacana Islam liberal yang ditampilkan oleh teks karya Ulil Abshar Abdalla yang berjudul "Mengapa Kita Perlu Meniru Barat?" dan diskursus Islamisme yang ditampilkan oleh teks karya Bramastyo Pontas P. yang berjudul "Transformasi Kaum Muda Indonesia" bergulir dalam dua level yaitu: pertama, dalam konteks praktek sosio-kultural yaitu melalui penyebaran pengetahuan melalui institusi politik dan memanfaatkan peluang struktur politik. Kedua, secara mikro berhubungan dengan bagaimana bahasa menjadi medium bagi kontestasi antara dua diskursus Islam Indonesia tersebut.
Tesis ini menggunakan tiga teori tentang analisis diskursus yang dibangun oleh Michel Foucault tentang relasi kuasa dalam setiap praktik sosial, teori hibridasi dan intertekstualitas dari Mikail Bakhtin dan analisis diskursus kritis tiga dimensi dari Norman Fairclough.
Metode analisis daiam riset ini menggunakan model analisis wacana kritis tiga dimensi yang dibangun oleh Norman Fairclough (yaitu analisis pada tingkat praktik sosio-kultural, praktik diskursif, dan-praktik analisis-tekstual)-untuk menyambungkan antara analisis-ditingkat makro yang terhubung dengan analisis ditingkat mikro.
Temuan penelitian dalam tesis ini menunjukkan bahwa bahasa dalam teks menjadi medium bagi bergulirnya kontestasi kuasa dan konflik yang berlangsung antara diskursu Islam liberal dan Islamisme yang bergulir baik di tingkatan makro (praktik sosio-kultural) dan tingkatan mikro (praktik diskursif dan analisis tekstual). Konflik diantara kedua wacana tersebut merepresentasikan sikap yang kontras antara wacana muslim demokrat liberal yang menempatkan Barat sebagai model modernitas bagi arah arah masa depan masyarakat Islam bagi wacana Islam liberal, dan muslim demokrat Islamis yang disatu sisi berusaha melakukan resistensi terhadap Barat dan terobsesi untuk melakukan IsIamisasi terhadap demokrasi dan modernitas.
ImpIikasi teoritik dari tesis ini menunjukkan bahwa sesuai dengan teori Norman Fairclough tentang bahasa sebagai medium bagi kontestasi relasi kuasa, bahwa bahasa dalam teks Ulil Abshar Abdalla dan Bramastyo Pontas P. kedua-duanya menjadi medium bagi bergulirnya relasi kekuasaan antara diskursus Islam liberal dan Islamisme.
Islamic Indonesian discourse contestation under the democratization context of the post New Order is chosen for this thesis because both Islamic liberal and Islamism discourses are representing the two mainstreams of Islamic discourse, struggling to gain control over Indonesian Moslem. In the research of Political Islam, there is hardly any comprehensive research on the contestation of Islamic discourses especially on the post New Order era in the level of socio-cultural context and the level of micro text related to how Language became the medium for power relation and conflict ideology within Islamic discourses in Indonesia.The focus of this thesis is to analyze comprehensively the differences between Islamic discourses, the Liberal Islam discourse and the Islamism discourse, are being contested in public sphere. In line with this objective, the thesis would therefore scrutinize two articles representing those two conflicting paradigms, that is, ?Mengapa Kita Perlu Meniru Barat?? (Why do We have to Follow the West?) Written by Ulil Abshar Abdalla representing the Liberal Islam discourse, and ?Transformasi Kaum Muda Indonesia? (the Transformation of Indonesia's Young Generation), written by Bramastyo Pontas P projecting Islamism discourse. This thesis is trying to analyze in two IeveIs. First, the thesis is trying to explain the confrontation between those distinct paradigms occurred in a particular socio-political context. Second, this research analyze how the language became a realm of power contestation, involving those two opposite Islamic discourses.The theoretical framework of this research used Foucault theory of power in every social practice, theory of intertextuality from Mikail Bakhtin and three dimensional critical discourse analyses from Norman Fairclough.The methodology of this research applied three dimensions of critical discourse analysis developed by Norman Fairclough (analysis in the level of-socio-cultural practices, discursive practices, and textual analysis practices) to establish linkage between macro-politics and micro-politics analysis of the text.The result of this research shown that the language used within the text became a medium for power contestation and conflict between Liberal Islam and Islamism both at the macro level (socio-cultural level) and micro level (discursive and textual analysis). This ideological conflict and power contestation represented the contrasting position between the democrat liberal Moslem discourses which placed the West as a model of Islamic society future and standard for modernity, and on the other side the democrat Islamism Moslem discourses obsession to resist western modernity hegemonic project and try to turn democracy and modernity through Islamization.The theoretical implication of this thesis shown the accordance of the findings with Norman Fairclough's theory where the language in Abdalla's and Pontas' texts express the role of language as the medium of power relation contestation, between liberal Islam and Islamism discourse.