ABSTRAKSalah satu cara penyembuhan dan pemulihan kesehatan yaitu dengan cara transplantasi (pencangkokan) organ dan atau jaringan. Pengertian transplantasi ialah pemindahan atau pencangkokan organ atau jaringan tubuh dari seorang individu ke tempat lain pada individu itu atau ke tubuh individu lain. Dalam proses tindakan transplantasi itu ada pihak yang menerima (resipien) organ dan atau jaringan tubuh dan ada pihak yang memberi (donor) organ dan atau jaringan tubuh.
Pemberian resipien pelayanan medis dari dokter kepada pasien (resipien) demikian itu di samping mempunyai aspek medis juga mempunyai aspek yuridis yaitu timbulnya transaksi terapeutik antara dokter dengan pasien (resipien) dan antara dokter dengan donor; penting adanya informed consent dari pasien dan donor, dan tanggung jawab hukum dokter di bidang perdata dan hukum pidana apabila dalam melakukan tugasnya dokter itu melakukan medical malpractice. Oleh karena itu membicarakan transplantasi ditinjau dari segi hukum berarti membicarakan perlindungan hukum dari gangguan yang mengancam kepentingan pihak-pihak yang terlibat dalam tindakan transplantasi yaitu: (a) perlindungan hukum terhadap dokter (yang memberikan pelayanan medis kepada pasien dan donor} dari gugatan pihak ketiga
(pasien), (b} perlindungan hukum terhadap pasien (resipien) dan (c} perlindungan hukum terhadap pemberi organ (donor} apabila pada waktu dilakukan transplantasi terjadi medical malpractice. Perlindungan hukum demikian
itu mempunyai arti penting bagi pihak-pihak yang
bersangkutan, karena Peraturan pelaksanaan transplantasi (Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1981) perlu peninjauan kembali misalnya tentang ?batasan mati" yang disimpulkan ?mati jantung" padahal pusat regulasi terletak di batang otak.
Dari segi kedokteran saat mati perlu ditetapkan, dalam hal transplantasi dari donor jenazah, dokter dihadapkan pada dua masalah yang harus diputuskan secara tepat melalui proses pengambilan keputusan yang relatif sangat singkat sehubungan dengan fungsi organ tersebut. Dokter (tim medis) harus memilih antara pertimbangan demi kesehatan penerima (resipien) yang akan ditransplantasi itu, atau pertimbangan akan harapan hidup donor yang mungkin masih diragukan kematiannya.
Faktor sosio-kultural dalam pelaksanaan transplantasi sangat berpengaruh, karena tampaknya nilai-¬nilai sosial budaya masyarakat Indonesia belum seluruhnya menerima kalau salah satu organ tubuh seseorang diambil untuk dimanfaatkan bagi orang lain yang membutuhkannya.
Pandangan hukum Islam terhadap hukum menyelenggarakan transplantasi merupakan hasil "ijtihad" para pakar agama Islam, dimasa yang akan datang sangat menunjang kemajuan ilmu kedokteran khususnya dan pelayanan medis pada umumnya di Indonesia.