Berbagai aktivitas pembangunan di wilayah pesisir seperti pemukiman, industri dan perdagangan, kegiatan transportasi maupun pariwisata secara signifikan telah memberikan kontribusi terhadap proses pembangunan secara keseluruhan. Namun perkembangan ini sekaligus memberikan dampak terhadap kelestarian dan daya dukung lingkungan serta perubahan ekonomi dan sosial di wilayah/kawasan ini yang jika tidak ditangani dengan tepat pada akhirnya akan menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat.
Banyaknya kepentingan stakeholders di wilayah laut dan perairan cenderung menimbulkan tumpang tindih kegiatan, seperti pelayaran, perikanan, pertambangan, telekomunikasi, wisata bahari, konservasi dan lainnya. Akibatnya masalah konflik pemanfaatan ruang di kelautan dan pesisir kepulauan dapat terjadi pada konteks lokal dan regional maupun nasional dan internasional. Konflik yang terjadi dalam pemanfaatan ruang misalnya antar kegiatan nelayan tradisionalmodern, kegiatan industri-budidaya perikanan, penambangan pasir iaut, wisata-konservasi, kabel telekomunikasi, pipa bawah laut dan pelayaran serta wisata tirta (suatu kawasan yang penyediaan jasa rekreasinya dilakukan di perairan laut dan pantai).
Kondisi tersebut telah menjadikan Kota Batam pada saat sekdrang menjadi kurang tertib, kurang tertata, semrawut dan rawan terhadap gangguan keamanan dan ketertiban, rusaknya tata ruang, serta terancamnya kawasan-kawasan yang diperuntukkan sebagai kawasan tangkapan air (catchments area), kawasan hijau (green belt area) can kawasan budidaya lainnya terutama yang disebdbkao oleh karena berkembangnya rumah-rumah bermasalah yang dikenal dengan rumaih-rumah liar, aktifitas usaha informal yang kurang tertata dan terbina dengan baik, cukup banyaknya gelandangan, pengemis, tuna karya dan tuna wisma yang berkeliaran, berkembangnya kegiatan-kegiatan prostitusi yang telah menjadikan hal tersebut sebagai primadona bagi sebagian besar wisatawan yang berasal dari negara tetangga untuk datang ke Batam, serta semakin tingginya angka kriminalitas dan pelanggaran hukum. Pluralitas budaya yang ada dalam masyarakat Kota Batam telah pula ikut mewarnai dinamika interaksi sosial dan memberikan beban berat permasalahan kota menjadi semakin kompleks.
Dengan perturbuhan ekonomi yang tinggi di satu sisi telah menjadikan keberadaan Batam menjadi sangat penting oleh karena peranannya sebagai salah satu mesin pertumbuhan bagi perekonomian nasional, namun disisi lain keberhasilan tersebut telah menimbulkan kesenjangan dengan sebagian besar daerah yang berada di sekitarnya (hinterland). Kesenjangan tersebut terlihat dari tidak adanya akses kegiatan ekonomi di daerah hinterland ke Pulau Batam dan tidak berkembangnya aktifitas masyarakat yang berada di daerah hinte.rland, perbedaan tingkat kesejahteraan masyarakatnya yang cukup tajam, yang disebabkan oleh karena perbedaan dalam penyediaan fasilitas pelayanan sosiai dan pelayanan umum.
Pembangunan Pulau Batarn sebagai daerah industri selama ini juga cenderung mengabaikan dampak ekologis bagi Iingkungan. Fakta menunjukkan bahwa 74,07% dari total investasi ditanamkan pada sektor industri dan ironisnya sebagian besar investasi yang dibenamkan pada industri menengah dan besar manufaktur. Meningkatnya sektor industri ini telah menyumbangkan porsi dampak kerusakan ekologi yang ditimbulkan dari perambahan hutan, kegiatan penambangan illegal, lalu lintas kapal di perairan yang semakin padat dan polusi/erriulsi gas yang semakin meningkat.
Di sisi lain, keberadaan Pulau Batam sebagai kawasan industri, yang semula diharapkan dapat mendorong aktifitas industri hilir dan kezerkaita:i dengan bahan baku lokal, tidak terealisir, Karelia sebagian besar industri yang berkembang di Pulau Batam bersifat "foot loose" sehingga hanya memberi nilai tambah yang sangat kecil, khususnya di bidang tenaga kerja yang murah. Kedudukan Pulau Batam sebagai bounded area, juga tidak memberikan nilai tambah pada sistem perdagangan lokal, karena semua lalu lintas perdagangan masih harus rnelewati Singapura, dengan diikungan armada pelayaran luar negeri. Di bidang pengernbangan pariwisata, ternyata yang berkembang hanya arus wisatawan dari penduduk Singapura ke Batam dengan volume spending sangat kecil serta waktu tinggal maksimum dua hari.