Para epidemiologi memperkirakan sebanyak 90.000-130.000 orang terinfeksi H!V pada akhir 2002. Situasi ini berpotensi terus meluas bila tidak dilakukan upaya¬upaya untuk mengurangi risiko penularan secara efektif di masyarakat. Bila tidak ada kegiatan pencegahan yang berhasil, diperkirakan pada tahun 2003 akan terdapat sebanyak 80 ribu kasus baru HIV positif. Diperkirakan pula terdapat 13-20 juta orang yang rawan tertular HIV di Indonesia. Kelompok rawan tertular HIV/AIDS tersebut meliputi: lelaki pelanggan penjaja seks, perempuan penjaja seks, penasun, waria dan gay, serta pasangan dari kelompok berperilaku risiko tinggi. Dari beberapa kelompok rawan penularan HIV/AIDS, kelompok penasun menempati kelompok yang paling rawan yaitu 38 %.
Kelompok pengguna narkoba merupakan salah satu komunitas yang "hidden population" , dalam anti komunitas yang kurang mendapat akses informasi dan akses untuk mendapatkan layanan. Selain itu kelompok ini mendapat stigma dan diskriminasi terkait dengan penggunaan narkoba dan HIV/AIDS. Dari stigma dan diskriminasi ini, penasun mempunyai perilaku penggunaan obat dengan cara suntik yang berisiko untuk penularan HIV/AIDS karena penggunaan jarum suntik yang bergantian dan tidak steril. Kelompok penasun berisiko juga untuk menularkan HIV ke kelompok masyarakat lain (seperti pasangan seks IOU, dan anak-anaknya) melalui perilaku seksual yang tidak aman.
Program Harm Reduction sebagai salah satu program yang dikembangkan dalam upaya menanggulangi HIV di kalangan pengguna narkoba suntik (Penasun) dan mengurangi resiko penularan ke kelompok masyarakat luas. Program ini sudah terbukti di beberapa negara dapat menghambat laju penyebaran epidemic HIV. konsep Harm reduction bertujuan untuk mengurangi resiko yang lebih buruk dan penggunaan narkoba yaitu penularan HIV/AIDS. Namun demikian, issue ini menyangkut dua upaya sekaligus yaitu upaya penanggulangan narkoba dan upaya melindungi kesehatan masyarakat. Sehingga dalam prakteknya, program Harm Reduction masih kontroversial di masyarakat terutama untuk dua komponen program yaitu penggunaan jarum steril dan substitusi obat.
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai pengernbangan program penanggulangan HIV/AIDS di kelompok penasun yang diwakili oleh sebuah lembaga pelaksana program yaitu Kios Informasi Kesehatan PKPM UNIKA atma Jaya. Jenis penelitian ini adalah penelitian desknptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer berupa hasil wawancara kepada pelaksana program, Mien penasun dan praktisi yang mempelopori respon terhadap epidemi dan perwakilan dari pemerintah. Sedangkan data sekunder diperoleh dari dokumentasi pelaporan, hasil penelitian dan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Di dalam memberikan gambaran pengembangan program penanggulangan HIV/AIDS.
Respon yang diberikan dalam 3-4 tahun terakhir, sudah menunjukkan perkembangan yang cukup pesat dalam perkembangan program Harm Reduction. Sejak tahun 2002 sampai saat ini yang telah melibatkan minimal 26 lembaga pelaksana di masyarakat dan program HR di Lapas/Rutan di 12 propinsi_ Selain itu dari dua lembaga yang terkait dengan issue ini yaitu KPA dan BNN sudah mempunyai kesepakatan bersama yang dapat dijadikan sebagai dasar di dalam pendeapan program di lapangan. Namun sosialisasi mengenai kesepakatan itu perlu ditingkatkan oleh masing-masing lembaga sampai ke tingkat jajaran operasional.
Pengalaman KIDS sebagai salah satu pelaksana program penanggulangan HIV/AIDS dengan menggunakan pendekatan Harm Reduction menunjukkan bahwa semua stakeholder yang ada harus terlibat aktif sesuai dengan peran dan tanggung jawabnya masing-masing. Dukungan terhadap pengakuan bahwa perrnasalahan HIV/AIDS merupakan masalah bersama sangat dibutuhkan di dalam tindakan dan kebijakan praktis sehingga benar-benar dapat dilaksanakan.
Beberapa faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan program Harm Reduction antara lain penggunaan staff yang mayoritas berasal dan kelompok sasaran, sehingga akses untuk dapat masuk dan memberikan layanan akan lebih baik. Faktor penghambat interbal adalah kemungkinan relaps dari staf KIDS yang mantan penasun dan sebagai issue yang masih baru di Indonesia, kemampuan pelaksana program masih terus belajar sambil menjalankan program. Sedangkan dari ekternal, faktor pendukung adalah adanya kebijakan dari pemerintah yang dapat berperan sebagai 'payung hukum'pelaksanaan program Harm Reduction. Sehingga pelaksana program yang terjun langsung di lapangan dapat secara aman dan nyaman menjalankan program.
K1OS di dalam mengembangkan program dengan layanan yang komprehensif dan terpadu, memberikan gambaran bagaimana sebuah Iayanan yang dilakukan berada di dalam satu pengelolaan memberikan kemudahan dan mendukung kelompok sasaran untuk berperan di dalam upaya pengurangan risiko penularan HIV. Beberapa faktor yang penting di dalam pengembangan program untuk penanggulangan HIV/AIDS dari pengalaman KIDS adalah kerjasama dan membangun jaringan, untuk memberikan Iayanan yang Iengkap sesuai kebutuhan.