Capital Asset Pricing Model menyatakan bahwa beta merupakan satusatunya faktor yang dapat menjelaskan average return saham. Penelitian empiris lainnya menyatakan bahwa beta tidak eukup, bahkan tidak dapat membantu menjelaskan return saham. Sebaliknya variabel yang tidak berkaitan dengan teori seperti market equity yang menyatakan ukuran perusahaan (Bann (1981), Reinganum (1981)), book to market equity ratio (Rosenberg, Reid and Lanstein (1985)), cash flow yield (James L. Davis (1994), Lakonishok (1991)) memiliki kekuatan menjelaskan return saham yang signifikan.
Beberapa penelitian tentang return saham dilakukan dengan menggunakan metode cross-section dalam analisisnya. Demikian juga dengan penelitian ini, yang menggunakan sampel terbatas pads perusahaan yang memiliki beta (risiko sistematik) positif dengan memakai periode pengamatan sebelum krisis (Januari 1995 aid Desember 1996) clan periode selama krisis (Januari I997 aid Desember 1999).
Penelitian ini merupakan salah satu bagian dari banyak penelitian yang berusaha menguji Capital Asset Pricing Model dan perluasan CAPM serta pengaruh variabel anomali terhadap average return saham. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu beta, likuiditas, size, cash flow yield dan price to book value.
Permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini ada tiga hal. Pertama, apakah variabel beta dan likuiditas mempunyai pengaruh terhadap average return saham di Bursa Efek Jakarta pada periode sebelum krisis maupun selama krisis. Kedua, apakah pengaruh variabel-variabel firm size, price to book value, dan cash flow yield yang merupakan anomali, mempunyai pengaruh terhadap average return saham di Bursa Efek Jakarta pada periode sebelum krisis dan selama krisis. Ketiga, apakah variabel-variabel yang merupakan anomali dapat menggantikan beta dan likuiditas ataukah variabel-variabel tersebut hanya menambah kemampuan menjelaskan average return selain variabel beta clan likuiditas pada periode sebelum krisis dan selama krisis.
Penelitian empiris ini membuktikan kebenaran pengaruh beta dan relative bid-ask spread (sebagai proksi dari likuiditas) terhadap average return pada periode sebelum krisis maupun selama krisis menunjukkan basil yang sesuai dengan perluasan CAPM dan mampu menjawab hipotesis yang diajukan. Pengaruh variabel yang emrupakan anomali (size, price to book value dan cash flow yield) secara tunggal pada periode sebelum krisis menunjukkan basil yang signifikan pada tingkat kepercayaan 5%.Demikian juga pada periode selama krisis. Sedangkan untuk regresi berganda pada periode selama krisis menunjukkan terdapat sate variabel yang signifikan pada tingkat kepercayaan 10% yaitu price to book value.
Pada periode sebelum krisis perluasan CAPM memiliki kekuatan menjelaskan average return sebesar 0.166661. Sedangkan variabel anomali hanya mampu menjelaskan average return sebesar 0.122381, sehingga berdasarkan perbandingan besarnya nilai Adjusted R-square menunjukkan variabel anomali tidak mampu menggantikan standard CAPM dalam menjelaskan averag return. Variabel anomali hanya mampu menambah kemampuan CAPM dalam menjelaskan average return, hal ini ditunjukkan dengan adanya perubahan nilai Adjusted R-square yang memungkinkan kenaikan maupun penurunan.
Dari semua regresi secara tunggal maupun berganda berdasarkan besarnya nilai Durbin Watson terlihat bahwa tidak terdapat serial correlation karena nilai DW terletak antara du < DW < 2 dengan 2 < DW < 4-du. Sedangkan untuk uji asumsi homoskedasticity berdasarkan nilai probabilitas White Heteroscedasticity test menunjukkan basil yang diharapkan yaitu varians error dari semua variabel adalah konstan.
Penelitian ini terbatas pada perusahaan yang merniliki nilai beta (risisko sistematik) positif sehingga jumlah sampel sangat kecil yaitu 36 perusahaan. Untuk penelitian yang akan datang sampel dapat diperbanyak dengan memperpanjang periode pengamatan. Disarnping itu penelitian belum mencakup pertanyaan mengenai pengaruh variabel-variabel beta dan anomali terhadap average return pada jenis industri yang berbeda.