Letak kawasan Sabang yang unik, dan kedudukannya yang tepat pada jalur kapal laut internasional, menyebabkan Kawasan Sabang dan gugusan pulau-pulau disekitarnya dapat menjadi pusat pelayanan lalu lintas kapal internasional, serta dapat dijadikan sebagai pintu gerbang bagi arus masuk investasi, barang dan jasa dari Iuar negeri.
Melihat posisinya yang strategis itu, Pemerintah Indonesia melihat bahwa Kawasan Sabang dapat difungsikan sebagai tempat pengumpulan dan penyaluran hasil produksi dari/dan ke seluruh wilayah Indonesia serta negara-negara lain; untuk pengembangan industri sarat teknologi yang dapat memberikan manfaat di masa depan, yang selanjutnya akan mendorong dan meningkatkan daya tarik serta memberikan kepastian hukum bagi penanam modal asing dan dalam negeri.
Untuk itu, Pemerintah Indonesia teiah mengeluarkan Undang¬undang No. 36 tahun 2000 tentang penetapan Perpu Nomor 1 tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menjadi undang-undang jo. Undang-undang No. 37 tahun 2000 tentang penetapan Perpu Nomor 2 tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang menjadi Undang-undang.
Dari uraian tersebut diatas, dapat diketahui bahwa Kawasan Sabang merupakan potensi yang sangat besar untuk dikembangkan tapi dalam prakteknya masih belum dikembangkan secara optimal dimana fasilitas-fasilitas yang diberikan sebenarnya banyak menguntungkan perusahaan, antara lain fasilitas pembebasan bea masuk, pajak dalam rangka impor.
Masalah pokok yang dibahas pada tesis ini adalah faktor-faktor apakah yang menyebabkan belum berkembang kawasan Sabang dan bagaimana implementasi kawasan Sabang terhadap perkembangan investasi, impor dan ekspor di Sabang. Sasaran yang diukur adalah pelaksanaan penetapan Sabang sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas pada tahun 1970 - 1985 dan tahun 2000-sekarang, kinerja badan pengusahaan kawasan Sabang, Investasi, Infrastruktur, penyelesaian barang impor dan ekspor di kawasan Sabang.
Berdasarkan analisis kondisi kawasan Sabang pada tahun 1970 -1985 dan tahun 2000 - sekarang terdapat beberapa faktor kegiatan investasi, impor dan ekspor belum berkembang yaitu barang yang didatangkan sebagian besar adalah barang konsumsi, sedangkan barang modal dan bahan baku untuk produksi sangat sedikit, selanjutnya fungsi kawasan Sabang belum sepenuhnya dijalankan terutama fungsi untuk pengolahan, pengepakan, penyortiran barang di Kawasan Sabang dan infrastruktur yang ada belum optimal ditingkatkan.
Berdasarkan basil kuesioner yang dibagikan kepada para pengusaha di Kawasan Sabang diketahui 54% responden menyatakan realitas Penetapan Sabang sebagai Kawasan perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Kawasan Sabang) belum secara optimal menunjukkan adanya kemajuan pembangunan dan perekonomian Kota Sabang, 56 % responden menyatakan Organisasi BPKS sudah berjalan dengan baik, 56% responden menyatakan perusahaan sudah mendapatkan suasana yang nyaman, dan mengingat peraturan pelaksana Undang-undang No. 37 tahun 2000 belum ada, maka 77% responden mengharapkan BPKS diberikan kewenangan yang jelas dengan diterbitkan Peraturan Pelaksana Undang-undang tersebut serta 67 % responden mengharapkan adanya peningkatan (perombakan) dalam organisasi BPKS supaya dapat berjalan dengan lebih baik lagi, 100 % responden mengharapkan diadakan pelayanan satu atap (one roof service).
Responden juga memberikan persepsi mendukung yaitu 69 % sudah mendapatkan kemudahan dalam berinvestasi di Kawasan Sabang dan 75 % sudah mendapatkan jaminan keamanan dalam berinvestasi.
Selain itu, 60% responden mengharapkan adanya perbaikan infrastruktur penunjang investasi di Kawasan Sabang dan 63 % responden mengharapkan hambatan dalam penyelesaian barang impor dapat diselesaikan, sedangkan sebanyak 71 % responden menyatakan tidak terdapat kendala terhadap penyelesaian barang ekspor.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, Penulis merekomendasikan agar kebijakan penerapan kawasan Sabang dapat terns dilanjutkan dengan fungsi kawasan Sabang sebagai tempat pengolahan, pengepakan dan penyortiran dapat direalisasikan, melakukan berbagai perbaikan Infrastruktur penunjang investasi, perbaikan peiayanan birokrasi, peningkatan sarana interaksi usaha. Penulis juga merekomendasikan agar BPKS dan Pemerintah Kota serta instansi terkait lainnya perlu menetapkan pelayanan satu atap (one roof service) sehingga semakin mempermudah dalam melakukan usaha investasi di dalam Kawasan Sabang. Dan tidak kalah pentingnya adalah peraturan pelaksana UU No. 37 tahun 2000 perlu segera diterbitkan, serta dilakukan revitalisasi (perombakan) dengan menambah personit yang profesional di luar pegawai negeri sipil yang mempunyai visi dan misi enterpreneur.