Penelitian ini untuk mengetahui variabel-variabel yang berpengaruh terhadap permintaan dan penawaran kayu bulat dan mengetahui terjadinya kesenjangan antara permintaan dan penawaran kayu selama periode tahun 1976 sampai dengan 2003. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar tanda koefisien pads model permintaan dan penawaran sudah sesuai dengan harapan. Beberapa variabel pada model permintaan kayu bulat mempunyai koefisien yang tidak sesuai dengan harapan, diantaranya harga kayu bulat (Pd-L) yang mempunyai koefisien positif, tidak sesuai dengan hukum permintaan. Hal ini dapat diatasi dengan menambah sebuah variabel perbedaan harga antara harga kayu bulat domestik dengan harga kayu bulat internasional. Selanjutnya, pada model penawaran diperoleh koefisien negatif untuk variabel kebijakan (Pol). Hal ini menunjukkan bahwa variabel kebijakan dalam bentuk larangan ekspor kayu bulat tidak berjalan efektif dan cenderung counterproductive terhadap pengembangan industri primer hasil hutan kayu. Disamping itu, kebijakan larangan ekspor kayu bulat dan investasi industri kayu yang berintikan kayu lapis telah menyebabkan hilangnya mekanisme pasar kayu bulat. Dalam kondisi pasar tidak bersaing sempuma (imperfect market), sistem perijinan memberi kesempatan kepada pare pengusaha besar untuk membangun posisi oligomonopsonist. Kondisi ini berdampak pada harga kayu tegakan (stumpage value) jauh lebih rendah dibanding intrinsic value atau harga kayu bulat yang seharusnya.
Untuk mengurangi kesenjangan antara permintaan dan penawaran kayu, maka pemerintah perlu mengambil kebijakan yang terkait langsung dengan sisi permintaan dan sisi penawaran. Penanganan sisi permintaan akan jauh lebih sulit dibanding sisi penawaran, karma di sisi permintaan terkait dengan kondisi politik disamping kondisi ekonomi. Hal-hal yang perlu mendapat perhatian pada sisi permintaan adalah: kebijakan pemerintah melarang ekspor bahan baku dikaitkan dengan mendorong industri kayu lanjutan, daftar negatif investasi, perpajakan, kredit perbankan, dan pengadaan kayu clan sumber yang legal dan lestari; pembentukan dan pernisahan pasar kayu bulat dengan pemegang HPH (bidding system); serta pengurangan kapasitas industri primer basil hutan kayu. Sedangkan pads sisi penawaran meliputi: penguatan kapasitas kelembagaan; pembangunan hutan tanaman; insentif (subsidi bunga, pajak); investasi mesin-mesin yang akan meningkatkan efisiensi dan memanfaatkan limbah; serta impor kayu.
This research is aimed at finding independent variables which significantly influence demand and supply of logs and recognizing a gap between demand and supply of logs in 1976 to 2003. The research shows that most of coefficient of independent variables is as expected. The demand equation indicates a coefficient of logs price (Pd-L) has a positive sign, which is not in line with the demand rule. This can be overcome by adding a new variable of differential price between domestic log price and international log price. The supply equation shows that a coefficient of government policy (Poi) has a negative sign. The negative sign can be interpreted that the government policy in the form of log export ban has been ineffective and counterproductive for development of primary forest products industry. Furthermore, the policy of log export ban and investment in timber industry mainly plywood has resulted in a loss of market mechanisms for log. In imperfect market, licensing scheme has given an opportunity for large corporations to establish oligomonopsonist. This condition has caused stumpage value of log far lower than its intrinsic value.In order to reduce a gap between demand and supply of log, the Government of Indonesia has to implement a policy which directly relates to demand and supply. Government intervention on demand side is more difficult than supply side, since demand side is connected to political and economic situation. On demand side government policy should address among other things: log and sawn timber export ban should be targeted to develop secondary timber processing, negative list of investment, taxes, credits, timber legality and green procurement policy-, establishment and separation of log market with forest concession through bidding system; and down-sizing of primary industry capacity. Whereas supply side covers institutional strengthening; timber plantation development; incentives (subsidy and tax); new investment to increase efficiency and wood waste utilization; and wood import.