Studi atau penelitian ini menelusuri konflik antara Islam liberal dan Islam fundamental di masa pasca-Orde Baru. Perspektif Weberian tcntang konflik intraagama menjadi kerangka teori studi ini. Dalam hal ini, Weber mengatakan ide-ide agama bisa memicu konflik. Sedangkan Joachim Wach, seorang Weberian, menyebutkan sistem simbol agama, peribadatan, dan organisasi merupakan unsur-unsur keagamaan yang sering dipertentangkan oleh kelompok- kelompok agarna dalam satu agama. Sementara Bellah, seorang Weberian lainnya, dalam teori evolusi agamanya, mengemukakan agama berevolusi dari tahap primitif, menuju tahap arkais, menjadi tahap histori, berupah ke tahap modem awal, berpuncak pada tahap modern. Proses evolusi dari satu tahap agama ke tahap agama lain bisa memicu konflik.
Konflik antara Islam liberal dan Islam fundamental antara lain terefleksi dari wacana sosioreligius yang mereka usung melalui buku-buku yang mereka tulis dan terbitkan. Karena itu, studi ini menggunakan analisis wacana sebagai metodologi. Menurut Fairclough, dalam metodologi analisis wacana, peneliti menganalisis wacana (text), proses produksi dan konsumsi wacana (discourse pratice), dan situasi sosial budaya (sosiocultural practice). Studi ini menganalisis wacana dalam unsur-unsur keagamaan (sistem simbol keagamaan, peribadatan, organisasi keagamaan, dan implikasi sosial) yang terdapat pada buku-buku yang ditulis dan diterbitkan oleh kalangan Islam liberal dan Islam fundamental.
Penelitian ini menganalisis kata pengantar buku-buku Islam liberal dan Islam fundamental untuk mengetahui proses produksi dan konsumsi wacana. Penelitian ini juga menganalisis situasi sosial-budaya pasca Orde Baru untuk melacak sasiocultural practice. Islam fundamental, dari sisi simbol keagamaan, menganut teologi monoteisme eksklusif sistem kenabian yang sakral, serta sistem wahyu regresif atau setidaknya permanen. Dari perspektif tindakan keagamaan, Islam fundamental menganut wacana bahwa ibadah di dunia untuk keselamatan di akhirat dan ibadah itu masuk wilayah publik, karena itu negara harus mengaturnya. Dari segi organisasi keagamaan, Islam fundamental mengupayakan negara Islam yang akan membatasi perempuan untuk berkiprah terlampau bebas dalam ruang publik serta mengatur proses ijtihad. Ketiga wacana yang mereka usung menghasilkan implikasi sosial berupa kekritisan terhadap negara, kohesi internal serta cita-cita terwujudnya tatanan sosial yang lebih baik.
Islam liberal, dari segi simbol keagamaan, mengedepankan wacana teologi monoteis inklusif-pluralis, sistem kenabian yang profan atau historis, Serta wahyu progresif. Dari Sisi tindakan keagamaan, Islam liberal mengutamakan nilai sosial dalam ibadah serta menganggap ibadah masuk dalam ruang privat, sehingga negara tak boleh mencampurinya, hanya melayaninya. Dari perspektif organisasi keagamaan, Islam liberal menginginkan bentuk negara yang sekular, tempat posisi perempuan dan laki-laki dalam ruang publik setara dan setiap individu boleh menafsirkan ajaran agama atau berijtihad. Islam liberal mengusung wacana-wacana itu untuk menghasilkan implikasi sosial berupa mendukung negara, demokrasi internal, serta mencita-citakan tatanan kehidupan sosial yang lebih baik.
lmplikasi teoretis studi ini adalah mengonfirmasikan teori konflik intraagarna Weberian. Lebih jauh, studi ini melengkapi teori evolusi agama Bellah. Bellah tidak secara tegas mengatakan bahwa evolusi agama bisa memicu konflik. Studi ini mengukuhkan bahwa evolusi dari satu tahap agama ke tahap agama berikutnya akan memicu konflik internal.
Implikasi teoretis lainnya adalah studi ini menunjukkan bahwa teori Durkheim tentang fungsi agama tidak sepenuhnya benar. Durlcheim menyatakan agama bisa rnenghasilkan solidaritas sosial. Studi ini justru membuktikan bahwa agama bisa memicu konflik intra-Islam dan konflik antar-Islam, antara kelompok Islam liberal dan Islam fundamental.
Studi ini ini juga membantah teori Marx. Marx yang menyebutkan bahwa agama merupakan candu yang membuat manusia terasing dari hakikatnya. Studi ini memperlihatkan, agama, baik yang fundamental maupun yang liberal lahir untuk mendobrak dominasi dan hegemoni. Temuan semacam ini juga membantah studi Muhsln Jamil bahwa Islam fundamental memperjuangkan mitos dan Islam liberal memperjuangkan nalar.
Secara teoretis studi ini juga memprediksikan bahwa dalam pertarungan ini, Islam fundamental akan "mendominasi" wacana keislaman maupun penerjemahan terhadap wacana tersebut ke dalam aksi. Prediksi ini mengonfirmasi studi Liddle dan Binder bahwa islam fundamental akan mendominasi jagad keislaman di negara-negara Muslim. Agar dapat mengimbangi dominasi islam fundamental itu, islam liberal perlu merusmuskan penerjemahan wacana-wacana yang mereka usung kedalam aksi.
Implikasi praktis studi ini adalah bahwa konflik antara keduanya akan tetap berlangsung. secara praktis, kedua belah pihak bisa menjadi penyeimbang satu sama lain. Islam liberal dapat mengerem radikalisme islam fundamental; sedangkan islam fundamental bisa mengerem liberalisme islam liberal.
Implikasi praktis lainnya adalah meski islam fundamental dan islam baru ini tidak bisa bekerja sama. mereka bisa bekerja sama dalam hal-hal yang tidak ada lagi pertentangan di antara keduannya, misalnya dalam pemberantasan korupsi atau penyalahgunaan narkoba.