Beras merupakan kebutuhan yang paling utama. Beras dalam komposisi pangan masyarakat sangat dominan. Beras dikonsumsi oleh 95% penduduk, menyumbang 56% kebutuhan kalori dan 46% penyumbang protein. Konsumsi beras masih terus meningkat karena pertumbuhan penduduk, konsumsi kelompok miskin masih rendah (101,4kg/kap/tahun) dan elastisitas pendapatannya sebesar 0,911.
Di dalam industri beras di Indonesia, berdasarkan mata rantai produksi penggilingan selaku pihak yang memproses gabah menjadi beras. Selanjutnya dari sisi distribusi, mata rantai itu dimulai dari petani selaku produsen gabah, tengkulak gabah, pengusaha penggilingan, makelar betas, pengumpul. beras, dan pedagang.
Karena siratnya sebagai simpul kawasan industri pedesaan, maka penggilingan padi memainkan peranan yang sangat besar dalam masalah perberasan. Penggilingan padi ikut menentukan jumlah ketersediaan pangan, mutu pangan yang dikonsumsi masyarakat, tingkat harga dan pendapatan yang diperoleh petani dan tingkat harga yang harus dibayar oleh konsumen serta turut menentukan ketersediaan lapangan pekerjaan di pedesaan. Disamping itu, penggilingan padi dapat berperan sebagai saluran bagi penyebaran teknologi pertanian di kalangan petani.
Industri penggilingan padi di Indonesia masih menggunakan teknologi yang sederhana. Sebagai akibatnya, beras yang dihasilkan memiliki kualitas dan rendemen beras yang rendah. Kapasitas giling di Indonesia juga jauh lebih besar daripada produksi gabah nasional. Dengan demikian persaingan diantara penggilingan - penggilingan sangat ketat. Banyak diantara penggilingan padi tidak bekerja secara maksimal bahkan rata rata hanya bekerja sekitar sepertiga dari kapasitas maksimalnya.
Dengan diserahkannya perdagangan beras ke pasar babas, tidak hanya memberikan dampak negatif kepada harga jual gabah petani namun juga industri penggilingan padi karena kinerja beberapa penggilingan padi menjadi semakin menurun. Penjualan beras hasil giling menurun karena persaingan dengan beras impor yang masuk ke pasar domestik.
Penelitian ini bertujuan untuk (a) Melihat pengaruh kapital, tenaga kerja dan perkembangan teknologi terhadap output industri penggilingan padi di Indonesia, (b) Menganalisis dampak liberalisasi perdagangan terhadap output industri penggilingan padi di Indonesia.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder panel dari tahun 1994-2002. Model Fungsi produksi yang dipakai adalah Cobb Douglas Production Function yang dikembangkan oleh Dasgupta. Secara matematis fungsi produksinya: In t? In k? + + t TFP + Dirac? + u,,, dimana ),, adalah output, K`? adalah stok modal fisik (physical capital), L,,adalah jumlah tenaga kerja penggilingan padi, TFP adalah pertumbuhan Total Faktor Produktifitas, Dummy adalah kebijakan liberalisasi perdagangan, U adalah galat (error), i adalah indeks propinsi dan t adalah indeks waktu.
Dari hasil estimasi, kapital berpengaruh nyata dan berhubungan positif terhadap output industri penggilingan padi di Indonesia. Elastisitas modal terhadap output pada industri penggilingan padi bersifat inelastis sehingga dampaknya adalah setiap penambahan stok modalnya, maka kenaikan output tidak sebesar penambahan stok modalnya. Hal ini disebabkan masih belum maksimalnya utilitas kapasitas mesin karena tingginya persaingan untuk memperoleh bahan baku (gabah).
Tenaga kerja berpengaruh nyata dan berhubungan positif terhadap output industri penggilingan. Elastisitas tenaga kerja terhadap output pada industri penggilingan padi bersifat inelastis sehingga dampaknya adalah setiap penambahan tenaga kerja, maka kenaikan output tidak sebesar penambahan tenaga kerjanya. Penggunaan jumlah tenaga kerja yang tidak efisien disebabkan perusahaan penggilingan padi menggunakan tenaga kerja yang kurang trampil serta tingkat pendidikan yang rendah.
Total Faktor Produktifitas berpengaruh nyata terhadap output industri penggilingan padi di beberapa wilayah kecuali di Sumsel, NTB dan Sulsel. Kemajuan teknologi yang baik di Pulau Jawa (Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur) dan sebagian Sumatera (Sumut dan Lampung). Sedangkan di Sumsel, Bali, NTB, Sulsel, Sulut pertumbuhan Total Faktor Produktifitas masih memberikan kontribusi yang rendah pada kenaikan output. Hal ini disebabkan permasalahan permodalan sehingga masih menggunakan teknologi yang tradisional.
Dampak kebijakan liberalisasi perdagangan berpengaruh nyata terhadap di beberapa wilayah industri penggilingan padi yaitu Sumut, Lampung, Jabar, Jateng, Bali dan Sulut. Sedangkan di wilayah Sumsel, Jatim, NTB dan Sulsel kurang berpengaruh nyata. Pengaruh liberalisasi perdagangae beras melalui swasta telah menurunkan output Carl penggilingan padi di propinsi Sumut, Jateng dan Bali. Hal ini disebabkan produk hasil gilingnya kalah bersaing dalam pemasaran dengan beras impor yang harga lebih murah. Sedangkan wilayah lainnya seperti Jabar, Lampung, Sulut mengalami peningkatan output. Wilayah-wilayah tersebut mengolah kembali beras Impor (disosoh dan dicampur dengan beras lokal) untuk dijual ke pasar.