Keterkaitan antara bertambahnya jumlah penduduk dan perkembangan ekonomi merupakan suatu hal yang cukup rumit, Pertambahan penduduk dengan tendensinya berarti lebih banyak tersedianya salah satu faktor pokok dalam proses produksi yaitu tenaga kerja. Selanjutnya perubahan struktur penyerapan tenaga kerja merupakan penjelasan lebih lanjut dari eksistensi perubahan struktural ekonomi. Perubahan distribusi penyerapan tenaga kerja sektoral biasanya terjadi lebih lambat dibandingkan dengan perubahan peranan output secara sektoral, mengingat proses perpindahan tenaga kerja sangat lambat terutama bagi tenaga kerja yang berasal dari sektor dengan produktivitas rendah seperti sektor pertanian.
Dalam penelitian ini, penulis ingin mengetahui: bagaimanakah pola struktural ekonomi dan pola penyerapan tenaga kerja sektoral di 30 propinsi di Indonesia; apakah perubahan struktural ekonomi sejalan dengan dan berpengaruh terhadap perubahan struktur penyerapan tenaga kerja sektoral di 30 propinsi di Indonesia; faktor-faktor apa Baja yang mempengaruhi jumlah penyerapan tenaga kerja sektoral di 30 propinsi di Indonesia - selama 20 tahun yaitu dari tahun 1980 hingga tahun 2000; dan menganalisa kebijakan mengenai perencanaan tenaga kerja di Indonesia. Pendekatan demometrik digunakan untuk membentuk model makro demoekonomi regional yang dimodifikasi dari model penyerapan tenaga kerja J. Ledent yang mencakup unsur-unsur pertumbuhan regional pada umumnya seperti populasi, net migration, output, dan juga upah yang mempengaruhi pasar tenaga kerja lokal yang menghubungkan antara populasi dan dinamika angkatan kerja. Secara fundamental, model demometrik merupakan gabungan antara model ekonometri dan model demografi.
Struktur ekonomi Indonesia secara nasional, sudah mengalami perubahan, dari sektor pertanian ke sektor-sektor lainnya khususnya sektor manufaktur; sektor perdagangan, hotel, dan restoran; sektor pertambangan; sektor jasa; dan sektor bangunan. Akan tetapi kalau dilihat per region, tidak semua propinsi sudah mengalami perubahan struktural ekonomi demikian. Propinsi-propinsi Bengkulu, Gorontalo, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Lampung, Maluku, Maluku Utara, NTB, NTT, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara (17 propinsi dari 30 propinsi di Indonesia) masih tetap bertumpu pada sektor pertanian. Propinsi-propinsi Bangka Belitung, Bali, Banten, DIY, DKI Jaya, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Nanggroe Aceh Darussalam, Papua, Riau, dan Sumatera Selatan (13 propinsi dari 30 propinsi di Indonesia) telah mengalami perubahan struktural ekonomi dari sektor pertanian ke sektor manufaktur; sektor perdagangan, hotel, restoran; sektor pertambangan; sektor jasa; dan sektor bangunan.
Jumlah penyerapan tenaga kerja sektoral di 30 propinsi di Indonesia masih didominasi oleh sektor pertanian, dengan kata lain sektor pertanian paling banyak menyerap tenaga kerja walaupun dengan upah yang lebih rendah dari sektor-sektor lain (kecuali propinsi DKI Jaya). Ada beberapa propinsi dimana sektor pertanian; sektor manufaktur; sektor perdagangan, hotel, restoran; sektor pertambangan; sektor jasa; dan sektor bangunan sudah saling mendekat, seperti propinsi-propinsi Bali, Banten, DIY, DKI Jaya, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Kalimantan Timur.
Selain terdapat propinsi-propinsi yang mengalami peningkatan dalam jumlah penyerapan tenaga kerjanya disebabkan karena perubahan populasi, net migration, output, dan juga upah; juga terdapat propinsi-propinsi yang mengalami penurunan dalam jumlah penyerapan tenaga kerjanya disebabkan karena perubahan populasi, net migration, output, dan juga upah (lihat label 19 dan 20). Bahkan terjadi pergeseran penyerapan tenaga kerja antar sektor (lihat label 21) dan antar propinsi (lihat label 22).
Perubahan struktur ekonomi menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah kesempatan kerja sektoral, namun hal tersebut tidak sebanding dengan peningkatan jumlah angkatan kerja.