Pesatnya perkembangan perbankan syariah di Indonesia, seiring dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (sebagai Amandemen dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan), telah menimbulkan potensi penerimaan pajak dari sektor industri perbankan. Karakter transaksi perbankan syariah yang berbeda dari perbankan konvensional membawa konsekuensi diperlukannya pengaturan yang jelas mengenai perlakuan pajaknya, baik untuk transaksi penghimpunan maupun penyaluran dananya. Ketentuan hukum pajak posif Indonesia belum mengatur secara khusus tentang pemajakan atas kegiatan usaha perbankan syariah.
Salah satu produk penyaluran dana bank syariah adalah transaksi murabahah, yang memiliki karakteristik yang berbeda dari penyaluran kredit pada bank konvensional. Transaksi murabahah merupakan objek pengenaan pajak yang diharapkan dapat meningkatkan penerimaan pajak secara berarti. Namun dalam pelaksanaannya di lapangan terjadi dispute antara wajib pajak dengan aparat pajak dalam menentukan jenis transaksi, sehingga terjadi perbedaan pendapat dalam menentukan perlakuan (treatment) pemajakannya. Hal ini menyebabkan berkurangnya tingkat kepastian hukum dan dapat menimbulkan penghindaran pajak.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidenfikasi masalah-masalah yang muncul sehubungan dengan adanya dispute tentang transaksi murabahah, menganalisis perlakuan pajak yang tepat sesuai hakekat transaksi murabahah serta mencari jalan keluar dari masalah-masalah yang timbul akibat adanya dispute tersebut.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah deskriptif analitis, dengan teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan studi lapangan (field research) melalui cara wawancara dengan pihak-pihak terkait dan pengamatan langsung praktek transaksi murabahah.
Dari hasil penelitian ini diketahui masalah yang muncul akibat adanya dispute transaksi , murabahah, adalah mengenai perlakuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pihak fiskus berpendapat bahwa transaksi murabahah dikenakan PPN, sementara kalangan perbankan berpendapat, transaksi ini merupakan produk perbankan yang dikecualikan dari pengenaan PPN. Berdasarkan penelitian ke literatur-literatur tentang ketentuan syariah Islam yang berhubungan dengan perbankan syariah khususnya transaksi murabahah, dan ketentuan hukum perbankan, perpajakan sena akuntansi keuangan, pada hakekatnya, transaksi murabahah merupakan transaksi riil jual beli barang, dan memenuhi kriteria untuk dikenakan PPN. Di samping itu, labs (margin) dari transaksi murabahah merupakan objek Pajak Penghasilan.
Direktur Jenderal Pajak sudah berupaya untuk mengatasi dispute atas transaksi murabahah. Upaya-upaya itu berupa penerbitan surat penegasan sebagai tanggapan atas pertanyaan wajib pajak, dan dialog dengan kalangan perbankan syariah, serta seminar. Namun upaya-upaya tersebut dirasakan belum mencapai hasil yang signifikan. Belum ada kesepahaman antara aparat pajak dan wajib pajak mengenai perlakuan pajak yang tepat atas transaksi murabahah. Masing-masing pihak membuat penafsiran sendiri-sendiri yang lebih menguntungkan. Sehingga potensi penerimaan pajak dari trasaksi murabahah belum dapat dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan penerimaan pajak.
Untuk menjamin kepastian hukum, sebaiknya dibuat suatu ketentuan yang secara khusus memberikan penegasan tentang hakekat transaksi rrrurabahah. Dirjen Pajak juga perlu menerbitkan suatu penegasan yang menjelaskan ciri-ciri khas jasa perbankan yang dikecualikan dari pengenaan PPN serta filosofi atau latar belakang dari pengecualian itu. Kalangan perbankan syariah hendaknya lebih konsisten dengan dipilihnya syariah Islam sebagai basis kegiatan usahanya.
Agar lebih sesuai dengan hakekatnya sebagai transaksi yang berlandaskan hukum Islam, sebaiknya transaksi murabahah menggunakan emas sebagai dasar penilaian, balk untuk menilai barang yang menjadi objek murabahah maupun untuk menentukan laba (margin) yang disepakati. Hal ini dapat menghindarkan bank syariah dari pengaruh tingkat suku bunga dan penurunan nilai uang dalam menentukan laba (margin). Penggunaan nilai emas juga lebih mencerminkan murabahah sebagai transaksi rill jual beli.
Untuk menetapkan dikenakan atau dikecualikannya transaksi murabahah dari pengenaan PPN, disamping mempertimbangkan masukan dari kalangan perbankan. DJP juga perlu melakukan kajian lebih mendalam mengenai murabahah berdasarkan syariah Islam. Hal ini diperlukan untuk menentukan hakekat dari transaksi murabahah serta ketentuan syariah yang harus dipenuhi. Dengan demikian dapat ditentukan perlakuan pajak yang tepat sesuai hukum positif yang berlaku.
The rapid of development of Islamic banking together with legalization of Act Number 10, 1998 (as amendment of Act Number 7, I992) has appeared the taxes revenue potential in banking industry sector. The characteristic of transaction in Islamic banking is different from conventional banking which gives the importance of clarification regulation on fund collection and distribution activity. Indonesia positive taxes law hasn't regulated especially about taxation of Islamic banking business activity.
One of funding product in Islamic banking is murabaha transaction, having different characteristic with credit distribution on conventional banking. Murabaha transaction is the object of taxation that can increase significantly taxes revenue. However, the implementation makes dispute between tax payer and tax officer in determining type of transaction, so it has influenced toward taxation treatment. It can decrease of law certainty level and appear tax avoidance.
The aim of this research is to identify the problem that comes up because of the dispute of murabaha transaction, to analyze appropriately tax treatment based on the essence of murabaha transaction and to find out the problem solving.
The research method which is used in this research is descriptive analysis, by collecting data such as library and field research by interviewing, and watching the practice of murabaha transaction actually.
The problem appears because of dispute of murabaha, that is about Value Added Tax (VAT) treatment. According to tax officer, this transaction is object of VAT while tax payer (Islamic bankers) doesn?t either. The research have done based on library research such as Islamic law especially on murabaha, banking law, tax law and standard of accounting, which of, murabaha is real trading transaction of goods and have criteria as object of VAT. Beside that, murabaha is also object of income tax.
Directorate General of Tax has tried to solve dispute on murabaha transaction. These efforts are publishing clarification letters as response toward some questions from tax payer, discussing with Islamic bankers and holding seminars. However, these efforts haven?t achieved significant result. There is no understanding between tax officer and tax payer on VAT appropriate treatment on murabaha. Each party interprets which one giving advantage for himself. So, tax potential on murabaha can't be used optimally.
For guarantying certainty of law, it is better to make a rule especially giving statement about the meaning of murabaha. It is important to Directorate General of Tax to publish explanation characteristics of banking services that except from VAT and philosophies or background basing on the exceptions. Islamic bankers should be consistent by choosing Islam law as basic of business activity.
For being more appropriate with its philosophy as transaction base Islam rule, it is better to use gold as tool for appraising on murabaha transaction. It can avoid Islamic bank from influence of interest rate and decline the value of currency in determining margin. The use of gold more reflects murabaha as real trade transaction.
To decide the imposition or exception of VAT on murabaha, beside considering input from Islamic bankers, Directorate General of Tax must analyze comprehensively about murabaha according to Islamic rule. It is needed to determine philosophy of murabaha and Islamic rule should be fulfilled. So that why it can be determine appropriate tax treatment based on positive law.