Perkawinan campuran merupakan perkawinan yang dilakukan antara Warga Negara Asing dengan Warga Negara Indonesia. Anak yang dilahirkan dalam perkawinan campuran menurut Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan mengatakan bahwa sebelum anak berumur 18 tahun, maka anak tersebut mempunyai kewarganegaraan ganda. Dengan memiliki kewarganegaraan ganda, maka akan mempunyai status yang berbeda dalam kepemilikan tanah. Untuk Warga Negara Indonesia, mereka dapat memiliki tanah dengan status Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, dan Hak Sewa untuk Bangunan. Berbeda dengan Warga Negara Asing yang hanya dapat menggunakan tanah dengan status tanah Hak Pakai dan Hak Sewa untuk Bangunan. Timbul masalah apabila orang tua dengan status Warga Negara Indonesia meninggal dunia dan mereka meninggalkan warisan berupa tanah dengan status Hak Milik. Anak dengan status Warga Negara Asing tidak dapat memiliki tanah dengan status Hak Milik. Dalam membuat akta Pernyataan mengenai warisan dan Akta Jual Bell jika tanah tersebut ingin dijual, pada praktek di lapangan, para Notaris/PPAT menerapkan batas usia dewasa anak dalam hal kewarisan yang berkaitan dengan anak yang berstatus kewarganegaraan ganda. Dalam penulisan tesis ini menggunakan pengumpulan data secara studi kepustakaan dan studi kasus.
Dalam penulisan tesis ini, Penulis dapat mengambil kesimpulan tentang permasalahan yang dibahas adalah anak dengan kewarganegaraan ganda yang mendapatkan warisan tanah dengan status Hak Milik harus melakukan penurunan status tanahnya dari yang semula berstatus Hak Milik menjadi Hak Pakai atau melakukan pengalihan pada tanah Hak Milik tersebut kepada yang berhak dalam jangka waktu satu tahun. Apabila hal ini tidak dilakukan, maka tanah dengan status Hak Milik tersebut jatuh kepada negara. Penerapan batas usia dewasa anak dilihat dari objek warisan yang didapatkan anak tersebut. Dalam hal pengalihan warisan berupa tanah, maka batas usia dewasanya adalah 21 tahun atau sudah menikah. Dalam hal warisannya bukan berupa tanah, maka batas usia dewasanya adalah 18 tahun atau sudah menikah. Penulis menyarankan agar adanya penyesuaian mengenai status kewarganegaraan dalam hal memiliki tanah Hak Milik dan dibuat satu penerapan dalam hal penentuan batas usia dewasa anak.
Mixture marriage is a marriage between foreigner and Indonesian. The children of this marriage, according to Undang-Undang Number 12 Year 2006 Section 6 about Indonesia Nationality said that before the child was 18 years old, the child had double nationality. By having double nationality, he or she will have a different way of having property. For the Indonesian, they can have the property in the status of Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, and Hak Sewa untuk Bangunan. For the foreigner, they just can have the property with the status of Hak Pakai and Hak Sewa untuk Bangunan. There will be a problem if the parent who is Indonesian was dead and they had inherited a property in the status of Hak Milik. The child with the nationality as foreigner can not own the property with the status of Hak Milik. In the way of making the Akta Pernyataan Warisan and Akta Jual Beli when the property want to be sold, practically, the Notary/PPAT implements the boundary of mature age in the heritage topic which connected with the child with double nationality. In this thesis, the author uses the method of biblical study and case study to collect the data.
In this thesis, the conclusion about the problem that the author can take is the child with double nationality who get heritage of property with the status of Hak Milik must change the status of the property from Hak Milik to Hak Pakai or sell the property to the competent in one year. If this is undone, so the property with the status of Hak Milik will be owned by the government. The implement of the boundary of mature age of the child is set according to the things that will be inherited to the child. In the heritance of property, the boundary of mature age is 21 years old or married. In the heritance of other things, the boundary of mature age is 18 years old or married. The author's suggestions are there will be an adjustment about the nationality to own the property with the status of Hak Milik and have the implement of setting the boundary of the mature age of a child.