UI - Tesis Membership :: Kembali

UI - Tesis Membership :: Kembali

Perlindungan hak asasi tersangka/terdakwa dalam pemberantasan terorisme di Indonesia = Human rights protection of convicts/suspect for fight against terrorism in Indonesia

Virza Roy Hizzal; Mardjono Reksodiputro, supervisor; Rudy Satriyo Mukantardjo, examiner; Surastini Fitriasih, examiner (Universitas Indonesia, 2007)

 Abstrak

Dikotomi antara perlunya tindakan tegas dalam memberantas terorisme dengan kewajiban melindungi HAM yang tidak bisa dinafikan begitu saja, menimbulkan diskursus di kalangan akademisi, praktisi, stake holder, pemerintah maupun pembuat udang undang yang tak kunjung menemukan persepsi sama dalam menghadapi bahaya terorisme. Keberagaman dari unsur "cara" teroris dalam melaksanakan aksi dan tujuannya, membuat perlunya suatu bentuk definisi yang mampu meng-cover unsur-unsur tindak pidana terorisme secara komprehensif Terorisme dari sudut pandang pelaku atau aktor, tidak saja. dapat dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang, akan tetapi dapat juga dilakukan oleh negara (state terrorism). Pernyataan ini diambil dari realita bahwa terhadap sesuatu yang menimbulkan peristiwa teror (adanya ancaman, intimidasi, rasa ketakutan, tidak aman, dan lain-ain), dapat diakibatkan oleh upaya massive yang gencar dilakukan pemerintah dalam memberantas terorisme. Kebijakan yang dituangkan dalam suatu produk perundang-undangan merupakan acuan bagi pelaksananya dalam menjalankan apa yang telah digariskan sesuai dengan normanorma yang berlaku. Akan tetapi, ada kalanya suatu peraturan tidak sesuai dengan apa yang dicita-citakan, maupun tidak sejalan dari tujuan semula ketika peraturan tersebut dilaksanakan. Bahkan tidak jarang terjadi penyimpangan maupun salah penafsiran dari apa yang telah digariskan oleh peraturan tersebut akibat tidak dibuat dengan sungguh-sungguh dan tidak memparhatikan aspek historis, sosiologis, maupun yuridis yang ada pada masyarakat Kebijakan dalam penanggulangan terorisme, tidak boleh hanya memandang bahwa terorisme merupakan kejahatan luar biasa sehingga harus ditumpas sampai ke akar-akarnya. Ada hal lain yang harus diperhatikan secara kompleks, terutama berkaitan dengan hak-hak masyarakat yang sewaktu-waktu bisa menjadi korban akibat "perang melawan terorisme" tersebut. Sebenamya, pihak yang paling rentan menjadi korban dari "histeria" terorisme adalah masyarakat. Oleh karena itu, bagaimanapun hebatnya penggalangan opini maupun kebijakan reprrssive dalam memberantas terorisme, tidaklah boleh mengabaikan rasa aman dan kebebasan masyarakat itu sendiri. Proses penyelidikan dan penyidikan, sebagai pintu gerbang dalam pemberantasan terorisme, merupakan hal yang paling rentan terjadinya pelanggaran HAM data kesewenang-wenangan aparat (abuse of power). Selain itu, undang-undang anti-terorisme juga membuka intervensi badan intelijen yang nota bene bukan badan yudisial, dengan melegitimasi laporan intelijen sebagai bukti permulaan. Hak Asasi Manusia yang melekat secara indivual pada setiap orang, tidak memandang perlu atau tidaknya terorisme diberantas, akan tetapi hak-hak tersebut merupakan kemutlakan yang harus dipenuhi oleh pemerintah sebagai pengemban tanggung jawab negara. Begitu pula dengan hak-hak tersangka/terdakwa tindak pidana terorisme. Masyarakat yang sewaktu-waktu bisa menjadi tersangka/terdakwa tindak pidana terorisme juga mempunyai hak yang sama untuk diperlakukan sesuai dengan standar HAM yang berlaku secara universal. Oleh karena itu yang sangat penting untuk dijadikan agenda utama bagi negara kita adalah bagaimana kebijakan pengaturan tindak pidana terorisme harus berada dalam dua titik keseimbangan, yakni keselarasan antara prinsip "security" dan "libertty''.

Dichotomy between necessary acts of force in fighting terrorism with the obligation to protect Human Rights (HR) cannot be easily ignored, and have created discourse among academic, practitioners, stakeholder, government and legislator and policy maker. Until now they still can find the same perception in facing the danger of terrorism. The variety of element "way" of terrorist in mode of their action and their aim, make important to have one definition that can covered elements on came of terrorism comprehensively. Terrorism from point of view terrorists or actor, can be viewed that terror is not only can conduct by individual or group, but also conduct by State (state terrorism). This statement is taken from reality that things that can create condition of terror (presence of treat, intimidation, fear, insecure, etc) can be caused by massive efforts that has been rapidly done by government to fight against terrorism_ Regulation policy is the reference for operational act on what have been accepted as norms. Although sometimes, a rule or regulation cannot accustomed with what have been goal to, and also disharmony with the primary aim on how to be conducted. And it is not rare that deviant or wrong interpretation from what have meant to be by the regulation is caused by unprepared regulation or without fully considering historical aspect, sociology, and existed jurisdiction in society. Policy to over come terrorism cannot only by viewing that terrorism is extraordinary crime, but also have to be eliminate from its roots. There is other things that have to be concern, as complexity of it, specially in related with society rights that can be in any time to be a victim cause by "war against terrorism. Actually the most vulnerable victim of "hysteria" terrorism is society. Because of that, no matter how great opinion maker and repressive policy to abolish terrorism, it cannot be practice by ignore security and freedom of society. The investigation process and crime scene investigation, as one gate to eliminate terrorism, and can be a vulnerable space for HR violation and abuse of power by apparatus_ Beside, Anti Terrorism Law can open way to board intelligent to intervene, while this is not a judicial board. Where legitimate report from intelligent body is accept as preliminary evident Human Rights embedded individually with everyone, regardless necessary or not necessary that terrorism ought to eliminate, it is absolutely government responsibility to fulfill its rights. It is also the rights of suspect/convicted crime of terrorism. Society can be at anytime suspect/convict crime of terrorism have to be treated equally according to universal HR standard. By that guarantee it is important that primary agenda for our State to ensure that regulation policy on terrorism crime stay in two point of balance, a principle harmony of "security" and "liberty".

 File Digital: 1

Shelf
 Perlindungan hak Full text (T 19581).pdf :: Unduh

LOGIN required

 Metadata

Jenis Koleksi : UI - Tesis Membership
No. Panggil : T19581
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Entri tambahan-Nama badan :
Program Studi :
Subjek :
Penerbitan : Depok: Universitas Indonesia, 2007
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan : LibUI ind rda
Tipe Konten : text ; computer
Tipe Media : unmediated ; computer
Tipe Carrier : volume ; online resource
Deskripsi Fisik : v, 225 pages : illustration ; 30 cm + appendix
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI, Lantai 3
  • Ketersediaan
  • Ulasan
  • Sampul
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
T19581 15-19-710523774 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 111106
Cover