Kondisi lingkungan makro saat ini menyebabkan industri pelayaran nusantara semakin terpuruk. PT. PELNI sebagai badan usaha milik negara yang bergerak pada industri pelayaran Indonesia dan sebagai market leader dalam industri ini terus mengalami penurunan jumlah penumpang. Merosotnya jumlah penumpang ini diawali sejak tahun 2000 pada scat pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan pasar bebas dalam industri penerbangan. Kebijakan ini mengizinkan investor swasta untuk mendirikan perusahaan penerbangan dengan hanya menetapkan tarif batas atas sebagai pengendali sehingga tiap maskapai penerbangan baru tersebut Baling bersaing untuk menurunkan harga (price war). Perang harga ini berhasil menyedot penumpang kapal taut dan kereta api karena tipisnya disparitas tarif antara pesawat dan kapal Taut. Di sisi lain waktu tempuh pesawat jauh lebih singkat. Akibatnya sejak tahun itu jumlah penumpang yang diangkut terus menurun rata-rata satu juta penumpang pertahun.
Di scat PT.PELN1 sedang berusaha untuk mengatasi kesulitan keuangan akibat menurunkya volume penumpang, pemerintah mengeluarkan kebijakan kenaikkan harga badan bakar minyak (BBM) hingga 29% pada tanggal I Maret 2005 dan kemudian disusul kenaikan hingga 100% tujuh buian kemudian tepatnya di tanggal i Oktober. Harga solar sebeiumnya sebesar Rp.2.200 perliter melonjak menjadi Rp.4.300 perliter. Hal ini sangat memberatkan PT. PELNI sebab kontribusi BBM terhadap total biaya operasional mencapai 59%.
Akibatnya, biaya operasional kapal penumpang PT.PELNI per mile-nya mencapai Rp 738 Rp.315 perorang. Tarif penumpang ini masih terus berlaku dan tidak dapat dinaikkan oleh PT.PELN1 tanpa memperoleh persetujuan dari pemerintah.
Untuk mengatasi biaya operasi yang besar dan terus menurunnya volume penumpang, PT.PELNI berencana untuk menerapkan strategi altematif dengan mengubah bisnis model yang sudah ada. Adapun strategi altematif itu berupa perubahan modifikasi armada kapal dari sebelumnya hanya mampu untuk mengangkut penumpang, nantinya akan mampu untuk mengangkut angkutan barang dan kendaraan. Konsep perubahan bisnis model ini dinamakan dengan modifikasi "Three in One". Namun dengan dilakukannya perubahan strategi yang berakibat pada perubahan bisnis model, akan menimbulkan dampak yang luas pada kelangsungan hidup suatu merek.
Dengan berubahnya bisnis model, tentunya akan mengakibatkan perubahan brand equity dari suatu merek yang akan berimbas pada Brand Layaliiy, Brand Awareness, Perceived Quality dan Brand Association dan faktor lainnya yang berpengaruh terhadap brand assets. Untuk itulah dibutuhkan suatu pengukuran terhadap konsumen potensial agar dapat diketahui seberapa jauh perubahan ini akan berpengaruh terhadap merek PT.PELNI dan juga untuk mengukur perlu atau tidaknya perubahan ini dilakukan dengan berpedoman pada perubahan Brand equity. Pengaruh yang dirasakan akibat perubahan ini akan berdampak pada brand karena dengan adanya suatu perubahan akan menimbulkan reaksi balk positif maupun negatif dari berbagai kalangan baik( internal maupun eksternal.
Pengukuran ini dilakukan pada 100 orang responden yang merupakan penumpang dari kapal PELNI saat kapal akan diberangkatkan. Pengambilan sampel ini diambil berdasarkan dari jumlah populasi kapasitas kapal terbesar yaitu 4000 penumpang dengan diproses menggunakan metode Slovin. Pada penarikan sampel ini dilakukan dengan menggunakan metode penarikan non probabilitas yaitu convenience sampling terhadap responden yang berada di lokasi penarikan sampel dengan mempertimbangkan pemilihan secara acak.
Dari hasil penelitian ini didapatkan beberapa kesimpulan, antara lain Merck PT.PELNI saat ini masih sebagai "Top of Mind' dari jasa layanan transportasi terhadap penumpang yang pertama kali dapat langsung mengingat merek PT.PELNI dalam benak pikirannya. PT.PELNI menempati posisi kedua dalam "Brand recall" terhadap responden yang memiliki kesadaran terhadap merek PT.PELNI tanpa bantuan tertentu. Dalam penelitian ini PT.PELNI masih belum dapat menggungguli Garuda Indonesia yang menempati posisi tertinggi.
Dalam pengukuran Brand Recognition diperoleh persentase sebesar 32% responden yang dapat mengingat PT.PELNI setelah memperoleh alat bantu untuk mengingatnya. Merck PT.PELNI memiliki 5 buah elemen "Brand association" yang sangat kuat terhadap mereknya karena PT.PELN1 diasosiasikan secara kuat sebagai perusahaan BUMN, perusahaan pelayaran tua dan kuno, perusahaan pelayaran dengan fasilitas yang aman dan terjamin. memiliki tarif yang murah serta rute pelayaran yang Was.
PT.PELNI memperoleh perceived quality dengan persepsi yang hampir mendekati bail( di dalam benak konsumennya terhadap keseluruhan kualitas yang diberikan oleh perusahaan jasa pelayaran ini. Hasil pengukuran "Brand Switching' PT.PELNI menunjukkan sebagian besar responden memilih untuk tidak berpindah jasa pelayaran dan disimpulkan juga brand switching di PT.PELNI jarang terjadi.
Dari pengukuran "Habitual buyer`. terhadap PT.PELNI menunjukkan sebagian besar responden cenderung lebih memilih untuk menggunakan jasa pelayaran PT.PELNI dengan melihat dari situasi dan kebutuhannya. Dalam kategori "Satisfied buyer", PT_PELN1 mernperoleh rata-rata responden merasakan hampir puns dengan pelayanan yang diberikan. Dari basil pengukuran "Liking the Brand" menunjukkan bahwa sebagian besar responden cenderung menyukai merek PT_PELNI.
Berdasarkan basil pengukuran "Commited buyer" menunjukkan responden hanya kadangkadang saja memberikan rekomendasi kepada saudara maupun kerabat sehingga commited buyer di PT.PELNI juga disimpulkan masih biasa-biasa saja.
Berdasarkan basil pengukuran "Perceived Quality" setelah PT.PELNI mengubah bisnis modelnya, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden beranggapan bahwa dengan adanya perubahan bisnis model dari PT.PELNI, akan menyebabkan terjadinya penurunan kualitas secara keseluruhan.
Dari pengukuran "Brand Switching" PT.PELNI menunjukkan 33% responden nnenginginkan untuk berpindah jasa transportasi lainnya, khususnya transportasi udara setelah dilakukannya perubahan bisnis model.
Berdasarkan basil pengukuran "Camitted buyer" dapat disimpulkan terjadinya kecenderungan penurunan jumlah responden yang akan merekomendasikan PT.PELNI kepada saudara maupun kerabat dibandingkan dengan jumlah responden sebelum perubahan bisnis model dengan persentase penurunan dari 33% turun menjadi 24%.
The current macro condition is putting the national shipping industry in a bad shape PT PELNI, a state owned enterprise that operates and has become the market leader in the shipping industry, suffers a persistent decline in number of passengers. The decline had taken place since 2000 at a time when the government first adopted a free-market policy in the airline industry. The policy allows private investors to set up airlines with the government controlling the tariffs only by determining their ceiling prices, which has forced the newly established companies to engage in a fierce price-war. The price war eventually pushed up air travelers but all the while pushed down passengers for sea and land transportations as the price margin between the three services narrower. Moreover, air travel is much faster than sea travel. Consequently, the number of ship passengers had been declining since 2000 by an average of one million a year.
While PT PELNI was struggling financially as a result of the declining passengers, the government in March 1, 2005 hiked the prices of domestic fuels by 29% and again seven month later by over 100%. As a result, the price of gasoline diesel jumped from Rp 2,200 a liter to Rp 4,300 a liter. This put PT PELNI under a lot of pressure as fuel cost contributes around 59% to the company's total operational costs.
The operational cost of PT PELNI per mile reaches Rp 738 per person, while the economic class fare determined by the government stands at Rp 316 per person. The fare has not been changed until now and cannot be raised by PT PELNI without the approval from the government.
To overcome the high operational costs and declining passengers, PT PELN1 plans to introduce an alternative strategy by revising the existing business model. The alternative strategy in question is by changing the ship modification from ships that are originally designed for passengers to the ones that could also transfer goods and vehicles. This business model transition is called the "Three in One" modification. However, the new strategy which leads to a business model change will cause significant impact to the life of a brand.
A change in business model will no doubt cause a change in brand equity which leads to a shift in Brand Loyalty, Brand Awareness, Perceived Quality and Brand Association and other factors that will all influence the brand assets. That is why a measurement toward potential customers is needed in order to find out how far this change of strategy affects the PT PELNI brand and whether it is necessary, or not, to measure this change of strategy based on a change in Brand equity. The impact of this change will affect the brand as a change draws reactions, be it positive or negative, from various parties, both internal and external.
The measurement is conducted on 100 respondents who are all the passengers of PT PELNI just before departure. This sample is taken based on the ship's capacity of 4000 passengers using the Slovin method. The process of identifying the sample uses the non-probability method of convenience sampling on random respondents on the spot.
Several conclusions from the study, among others:
The PT PELNI brand at present remains as the "Tap of the Mind" in the transportation service on passengers who can identify directly the PT PELNI brand on their minds.
PT.PELNI occupies the second place in "Brand recall" on respondents who have the awareness to the PT PELNI brand without any help. This study finds that PT PELNI still lags behind Garuda Indonesia which occupies the top spot.
In the Brand Recognition category, 32% of respondents can indentify PT PELNI after receiving a helping hand to remember it.
The PT PELNI brand has 5 strong "Brand association" elements. It is strongly associated with a state-owned company, an old and conservative shipping company, a shipping company with safe and guaranteed facilities, low fare and wide-range of route networks.
PT PELNI gets a perceived quality with a perception that is close to `good' in the customers' minds when it comes to the overall quality that the company provides.
From the "Brand Switching" catagory, the majority of PT PELNI customers choose not to switch company, the conclusion is that brand switching in the case of PT PELNI is rare.
From the measurement of "Habitual buyer" on PT.PELNI, it shows that the majority of respondents tend to choose to use PT PELNI service judging from the situation and needs.
In the "Satisfied buyer" category, most respondents feel almost satisfied with the services that PT PELNI provides.
In the "Liking the Brand" category, the majority of respondents tend to like PT PELNI brand.
In the "Commited buyer" category, respondents only once in a while recomment PT PELNI service to their families or close relatives, leading to a conclusion that commited buyer toward the company os just avarage.
On the measurement of "Perceived Quality" after PT.PELNI changes its business model, it shows that the majority of respondents think that with this change, there will be a decline in the overall quality of services given by the company.
In the "Brand Switching" category, it shows that 33 percent of respondents want to move to other transportation service providers, especially the air transportation after PT.PELNI changes its business model.
On the "Committed buyer" category, it can be concluded that there is a declining tendency in number of respondents that will recomment PT PELNI to their families or close relatives as compared to the number of respondents before the change in business model takes place, from 33% to 24%.