Pasar barang konsumsi rumah tangga (consumer goods) sangat menarik dan besar. Hal ini dapat dilihat pada PT. Unilever Indonesia Tbk. sebagai pemimpin pasar, di tahun 2005 mencatat nilai penjualan sebesar Rp. 9,99 triliun, dan laba bersih sebesar Rp. 1,44 tritium Lalu PT. Sayap Mas Utama (Grup Wings) mencatat nilai ekspor sebesar US$ 58 juta yang merupakan sekitar 30% dari nilai total penjualannya. Besarnya pasar ini juga diiringi dengan tingkat persaingan sangat ketat yang disebabkan oleh ketidakmampuan untuk membedakan dengan nyata atribut produk-produk tersebut.
Wilayah Jabodetabek merupakan pasar yang potensial dengan jumlah penduduk yang besar, tingkat pendidikan yang tinggi, dan tingkat pendapatan yang cukup tinggi telah menarik perhatian para pelaku usaha sejak lama, termasuk PT. Megasurya Mas. Hal ini diwujudkan dengan mendirikan PT. Mikie Oleo Nabati lndustri sebagai saudara perusahaan (sister company) dengan tujuan utama untuk dapat lebih meraih konsumen di wilayah tersebut melalui ketersediaan produk-produknya, baik yang diproduksi sendiri maupun miliki principal, di pasar sehingga pada saat konsumen membutuhkan dan menginginkannya dapat segera memperolehnya, baik dari segi jumlah maupun jenis produk.
Dengan nilai penjualan hingga Agustus 2006 sebesar Rp. 33 miliar yang merupakan penjualan di 127 outlet chain group supermarket/hypermarket atau disebut dengan Key Account Outlet (ICAO), 86 outlet local group supermaket/minimarket, dan 525 outlet independent minimarket atau keduanya disebut dengan High Class Outlet (FICO), serta lebih dari 1.000 gerai pasar tradisional yang tersebar di wilayah Jabodetabek, dan Banten. Namun ternyata pada tahun 2005 tercatat bahwa dan jumlah HCO yang ada hanya sekitar 25% yang mencatat nilai penjualan diatas Rp. 10 juta per tahun, dan sekitar 27% yang mencatat nilai penjualan dibawah Rp. 500 ribu per tahun.
Masalah pendistribusian produk merupakan sesuatu yang kompleks yang membutuhkan penanganan yang serius dan tepat, karena ketidaktersediaan produk pada saat dihutuhkan dan diinginkan oleh konsumen, balk jumlah maupun jenisnya, akan dapat mengakibatkan konsumen beralih ke produk kompetitor. Ditambah lagi dengan predikat sebagai "pendatang baru" dimana sebagain besar produknya belum memiliki citra dagang yang kuat di pasar. Oleh karenanya, dibutuhkan strategi distribusi yang tepat yang dapat mewujudkan visi, misi dan kebijakan mutu perusahaan.
Model Strategi Operasi Slack-Lewis digunakan sebagai pendekatan dalam merumuskan strategi distribusi perusahaan. Hal ini didasari oleh pemikiran bahwa strategi ini melalui keempat perspektifnya akan memberikan acuan yang lebih komprehensif dalam perumusan strategi, dan juga matriks strategi operasi Slack-Lewis dimana elemen¬elemen area keputusan strategik sangat erat hubungannya dengan masalah distribusi, yaitu kapasitas, jaring pemasok, teknologi proses, serta pengembangan dan organisasi. Adapun keempat perspektif tersebut adalah perspektif top-down (visi, misi, dan kebijakan mutu perusahaan), perspektif bollom-up (pengalaman operasional harian), perspektif inside-out (sumber daya internal), serta perspektif outside-in (kebutuhan dan keinginan pasar). Dan perspektif sumber daya operasi dihasilkan performa obyektif yang hendak dicapai, yaitu meningkatkan kualitas, kecepatan, ketergantungan, fleksibilitas, dan menekan biaya-biaya. Sebagai perusahaan yang berada pada tahap pengenalan, maka yang menjadi prioritas utama adalah melakukan pengendalian pengeluaran secara ketat, dan selektif. Adapun area keputusan strategik yang terkait dengan biaya adalah kapasitas, jaring pemasok, dan teknologi proses.
Consumer goods' market is very attractive and big. This matter can be seen by sale value in 2005 of PT. Unilever Indonesia Tbk. was equal to Rp. 9, 99 trillion, and the net profit was equal to Rp. 1,44 trillion. In other side, export value of PT. Sayap Mas Utama (Group Wings) was noting equal to US$ 58 billion representing about 30% from total value its sale. Level of this market is also accompanied with tighten competition level which because of disability to differentiate in full view of product attributes.
Region of Jabodetabek is potential market with amount of big resident, high education level, and earnings level which high enough have drawn attention many company, including PT. Megasurya Mas. It is realized by founding PT. Mikie Oleo Nabati Industri as sister company with a purpose to be able to more reach consumer in the region through the availability of its products in the market, so that at the time of consumers require it, they can get it immediately.
With sale value till August 2006 equal to Rp. 33 billion representing sales on 127 supermarket/hypermarket chain group outlet or Key Account Outlet (KAO), 86 supermarket/minimarket local group outlet and 525 independent minimarket outlet or High Class Outlet (HCO), and also more than 1.000 outlet in traditional market which spread over in region of Jabodetabek, and Banten. Base on Sales value in 2005, there was only about 25% of HCO that noting sales value above Rp. 10 million/year, and about 27% noting sales value below Rp. 500.000,00.
Hence problem of product distribution is so complex, something that which require right and serious handling, because availability of product at the time when consumers need and want it is so critical, because if there is no our products in the market, it will be able to result consumer change over to competitor's product. And more as "new player" where almost all of the products' brand image have not strong enough-yet. For this reason, required right distribution strategy that able to realize vision, mission and policy of company quality.
Operation strategy model of Slack-Lewis used as approach in formulating company distribution strategy. This matter is constituted by idea that this strategy through in fourth perspective will give more comprehensive reference in formulation of strategy, and also the operation strategy matrix of Slack-Lewis where strategic decision area elements have tight relation with problem of distribution, such as capacity, supply network, process technology, and also organization and development. As for the fourth perspective is top-down perspective (vision, mission, and policy of company quality), bottom-up perspective (experience of daily operational), inside-out perspective (internal resource), and outside-in perspective (market requirement). From perspective of operation resource is yielded by objective performance which wills reaches, such as rising quality, speed, dependability, flexibility, and costs control. As company residing in recognition phase, hence becoming especial priority is to control operation of expenditure tightly, and selectively. As strategic decision area which related to expenses are capacity, supply network, and process technology.