Nyeri pasca bedah adalah sesuatu yang sangat mengganggu bagi pasien. Kenyamanan pasien adalah hal yang utama sehingga analgetik yang adekuat sangat dibutuhkan pada periode pasca bedah. Penatalaksanaan nyeri pasca bedah yang tidak adekuat menyebabkan terjadinya perubahan fisiologi tubuh; berupa peningkatan aktivitas simpatis, gangguan neuroendokrin dan metabolisme, mobilisasi yang terhambat, kecemasan, takut dan gangguan tidur.
The Agency for Health Care Policy and Research dari Departement of Health and Human Services Amerika Serikat mempublikasikan panduan praktis penatalaksanaan nyeri akut, di mana bila tidak didapatkan kontraindikasi, terapi farmakologi untuk nyeri pasca bedah ringan-sedang harus dimulai dengan Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drugs. NSAID menurunkan kadar mediator-mediator inflamatori pada daerah trauma, tidak menyebabkan sedasi atau depresi pernafasan, dan tidak mempengaruhi fungsi usus dan kandung kemih.
Pemberian obat untuk mengatasi nyeri dapat diberikan dalam berbagai cara seperti oral, suppositoria, transmukosa, intramuscular, intravena (intermitten atau kontinyus), dan regional analgesia, serta blok saraf perifer. Analgesia balans adalah cara pengelolaan nyeri pasca bedah yang bersifat multidrug di mana proses nyeri ditekan pada tiga tempat yaitu, transduksi dengan obat NSAID, transmisi dengan anestesi lokal dan modulasi dengan opioid.
Ketorolac adalah salah satu analgetik NSAID yang sering diberikan kepada pasien pasca operasi dengan tingkat nyeri yang tinggi. Hasil yang dicapai dengan pemberian analgetik ini memuaskan. Efek analgetik ketorolac sama baiknya dengan morfin dengan dosis yang sebanding, tanpa takut terjadinya depresi pemapasan. Hal inilah salah satu sebab dipilihnya ketorolac sebagai analgetik pasca operasi Ketorolac juga bersifat anti inflamasi sedang, Paul F White melaporkan bahwa pemberian ketorolac menurunkan tingkat kebutuhan fentanil pasta operasi sampai 32 %.
Dalam peneltian Etches disebutkan bahwa pemberian ketorolac menghilangkan nyeri dengan baik dan menurunkan tingkat kebutuhan morfin sampai 35 % dibandingkan plasebo. Terdapat suatu kepercayaan bahwa obat yang pertama kali keluar (launching), yang biaya disebut original product, adalah yang terbaik. Sebaliknya ada pula yang berpendapat obat sejenis yang dikeluarkan kemudian, me too drug, adalah yang terbaik. Di lain pihak seringkali original product jauh lebih mahal dibanding obat yang dikeluarkan berikutnya. Dalam hal ketorolac yang akan dibandingkan ini, harga ketorolac original tiga kali sampai empat kali lipat obat me too drug-nya. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan keefektifan antara keduanya, maka penelitian ini akan menjawabnya.