Kejang adalah suatu gejala yang disebabkan oleh gangguan paroksismal involunter akibat lepasnya muatan listrik di neuron otak. Manifestasi klinis kejang dapat berupa gangguan kesadaran, tingkah laku, emosi, motorik, sensorik dan otonom. Penanganan kejang ditujukan untuk menghentikan kejang secepatnya dan mencari faktor penyebab yang melatarbelakangi timbulnya serangan. Penghentian kejang secepatnya diperlukan untuk mencegah terjadinya status epileptikus namun penatalaksanaan kejang sering kali tidak dilakukan secara adekuat. Pemakaian obat yang tidak tepat dapat mengakibatkan kejang sulk terkontrol.
Penggunaan obat golongan benzodiazepin masih menjadi pilihan utama dalam mengatasi kejang termasuk status epileptikus karena awitan kerja obat cepat dan mempunyai efek samping yang relatif kecil. Di Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM digunakan diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk pasien dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk pasien dengan berat badan lebih dari 10 kg atau diazepam intravena dengan dosis 0,3 - 0,5 mg/kgBB.
Penggunaan diazepam rektal mempunyai beberapa kelemahan antara lain adalah obat sering keluar kembali bersamaan dengan feses, memerlukan teknik tertentu dalam pemberian obat tersebut dan rasa enggan orangtua jika memberikan obat melalui jalur ini terutama jika pasien sudah menginjak usia remaja. Hal ini membuat dipikirkannya pemberian obat melalul jalur lain yang lebih nyaman, efektif dan tidak melibatkan akses vena. Jalur pemberian obat tersebut adalah melalui mukosa bukal. Keunggulan pemberian obat melalui mukosa bukal disebabkan oleh karena pada daerah tersebut mengandung banyak vaskularisasi dan pemberian obat melalui mukosa bukal menyebabkan obat terhindar dari first-pass effect sehingga obat cepat memasuki sirkulasi sistemik. Pemberian obat melalui mukosa bukal/sublingual disebut juga dengan oral transmucosal administration.
Beberapa kepustakaan merekomendasikan lorazepam untuk mengatasi kejang karena awitannya cepat, mempunyai waktu paruh distribusi lebih panjang sehingga efek antikonvulsan lebih lama dan mempunyai efek samping depresi pernapasan lebih kecil dibandingkan diazepam.
Penggunaan lorazepam bukal dapat digunakan sebagai alternatif dalam mengatasi kejang dan menurut penelitian dikatakan bahwa pemberian antikonvulsan secara bukal lebih dapat diterima dibandingkan pemberian secara rektal karena seringkali baik orangtua, perawat maupun dokter yang memberikan pertolongan enggan dalam melakukan pemberian secara rektal.
Berdasarkan alasan tersebut maka perlu dilakukan penelitian yang membandingkan pemberian lorazepam bukal dan diazepam rektal dalam tata laksana kejang pada anak. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka diajukan permasalahan dalam penelitian ini yaitu :
Apakah efekfivitas lorazepam bukal dalam mengatasi kejang lebih baik dibandingkan dengan diazepam rectal.
Hipotesis: pemberian lorazepam bukal lebih efektif dibandingkan diazepam rektal dalam mengatasi kejang. Tujuan umum untuk mendapatkan alternatif obat antikonvulsan yang bekerja efektif, aman dan pemberiannya mudah dilakukan. Tujuan khusus membandingkan proporsi kejang yang terkontrol dengan lorazepam bukal dan diazepam rectal, membandingkan waktu yang diperlukan oleh lorazepam bukal dan diazepam rektal dalam mengatasi kejang, menilai efek samping secara klinis yang terjadi pada subyek penelitian setelah pemberian masing-masing obat.