Tesis ini menganalisa tentang intervensi yang dilakukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam proses penyelesaian konflik Kamboja periode tahun 1991-1993. Konflik yang terjadi di Kamboja memang sangat unik, dimana konflik yang tadinya bersifat lokal berkembang menjadi regional dan dengan terlibatnya negara-negara besar seperti, Amerika Serikat dan Uni Soviet yang mendukung fraksi-fraksi yang ada di Kamboja konfliknya berkembang menjadi berskala internasional.
Upaya-upaya kearah penyelesaian konflik tersebut telah lama dilakukan oleh organisasi regional ASEAN yang merasa khawatir akan meluasnya konflik sampai mengancam keamanan kawasan, namun usaha ASEAN tersebut tidak membuahkan hasil yang diharapkan. PBB juga telah turun tangan untuk mengatasi konflik yang semakin rumit, namun juga tidak membuahkan hasil yang memuaskan, bahkan keadaan semakin tidak terkendali dengan terlibatnya China dan Uni Soviet yang memberikan dukungan kepada masing-masing fraksi di Kamboja.
Melihat kegagalan dari upaya-upaya perdamaian tersebut, DK-PBB mulai tahun 1990 secara lebih serius menangani masalah Kamboja. MeIalui perjanjian Paris dihasilkan suatu kerangka kerja untuk PBB dan disepakati dibentuknya Supreme National Council (SNC). SNC merupakan lembaga tertinggi sebagai wakil Kamboja dalam organisasi-organisasi atau lembaga-lembaga yang keanggotaannya terdiri dari masing-masing fraksi. Masing-masing fraksi juga akhirnya menyetujui dibentuknya UNTAC (United Nation Transition Authority on Campuchea) sebagai wakil PBB di Kamboja untuk melaksanakan administrasi Kamboja sebelum terbentuknya pemerintahan yang sah hasil pemilu. Misi UNTAC ini merupakan misi PBB yang termahal dan terbesar selama perang dingin.
Penelitian dalam tesis ini bertujuan untuk menjelaskan keberhasilan intervensi PBB dalam menjalankan misi UNTAC sebagai operasi penjaga perdamaian (PKO) PBB di Kamboja dalam proses penyelesaian konflik.
Teori yang digunakan sebagai alat bantu analisa dalam tesis ini adalah conflict resolution. Conflict resolution merupakan suatu proses yang berkaitan dengan bagaimana menemukan jalan untuk mengakomodasi kepentingan eksplisit dari pihak-pihak yang terlibat dalam sengketa. Dengan conflict resolution dalam PKO, dimaksudkan bahwa tindakan-tindakan yang dilakukan oleh UNTAC adalah untuk mengurangi eskalasi konflik. Peace keeping dalam hal ini telah memberikan kesempatan kepada para pihak yang berkonflik untuk mencapai persetujuan melalui perundingan, kemudian juga dilakukan tindakan coercion dalam kasus Kamboja melalui intervensi.
Teori intervensi yang mengacu pada pemikian realis dikemukakan oleh Nye, Joseph S.Jr. adalah mengacu pada tindakan eksternal yang mempengaruhi masalah-masalah domestik dari negara lain yang berdaulat. Intervensi yang mengacu pada pandangan realis menurut Joseph Jr. tersebut dapat dibenarkan ketika ia diperlukan untuk memperkuat balance of power dan terciptanya tatanan yang damai (order and peace). Dalam hal ini operasi perdamaian yang dilakukan oleh PBB di Kamboja adalah demi terciptanya perdamaian dan keamanan di wilayah Asia Tenggara sehingga intervensi diperbolehkan.
Operasi penjaga perdamaian PBB di Kamboja merupakan operasi penjaga perdamaian generasi kedua yang bersifat multidimensi. Dimana mandat-madat yang diembannya tidak hanya melibatkan tugas-tugas kemiliteran saja namun lebih luas lagi mencakup demobilisasi dan reintegrasi; perlucutan senjata; bantuan kemanusiaan; dan pemulangan pengungsi; bantuan Pemilu; penegakan HAM; menjaga kearnanan dan ketertiban masyarakat; serta menyapu ranjau darat.
Dari berbagai fakta yang dianalisa dapat ditarik kesimpulan bahwa intervensi PBB dalam proses penyelesaian konflik Kamboja termasuk sukses dengan terlaksananya pemilihan umum yang adil dan bebas sehingga terbentuk suatu pemerintahan yang sah di Kamboja.