Pada tulisan disajikan hasil penelitian prevalens ketidakpuasan seksual dan beberapa faktor yang berkaitan di antara wanita pengunjung suatu rumah sakit di Malaysia selama periode Maret sampai Jun1 2005, dan menggunakan metode sampling non-probabilitas. Untuk menilai ketidakpuasan seksual digunakan kuesioner yang telah divalidasi. Sejumlah 230 perempuan yang masih menikah berumur 21 ? 62 tahun berpartispasi dalam penelitian ini. Keadaan sosiodemografi dan profile perkawinan diperbandingkan antara yang mengalami dan tidak mengalami ketidakpuasan seksual. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar subjek berumur kurang dari 45 tahun, ras Melayu, dan berpendidikan tinggi. Sebanyak 52,2% (120/230) mengalami ketidakpuasan seksual. Ras, penghasilan, pendidikan, masalah perkawinan, dismenorrhea, dan menacrhe kiranya tidak terbukti berkaitan dengan ketidakpuasan seksual. Pada penelitian ini terlihat bahwa faktor dominan yang berkaitan dengan ketidakpuasan seksual adalah umur suami. Sedangkan kekerapan hubungan kelamin secara moderat (P = 0,077) berkaitan dengan ketidakpuasan seksual. Subjek yang suaminya berusia 43-75 tahun dibandingkan dengan 24-42 tahun mempunyai risiko 68% tebih tinggi mengalami ketidakpuasan seksual [risiko relatif suaian (RRa) = 1,68; 95% interval kepercayaan (CI) = 1,15 ? 2,44]. Jika ditinjau dari segi kekerapan hubungan kelamin per bulan subjek yang melakukan hubungan kelamin 1-3 kali per bulan dibandingkan dengan 4-5 kali per bulan mempunyai risiko dua kali lipat lebih tinggi untuk mengalami ketidakpuasan seksual (RRa = 2,03; 95% CI = 0,93 - 4,42; P = 0,077). Dapat disimpulkan bahwa di antara subjek klinik di Malaysia ini prevalensi ketidakpuasan seksual dapat dikatakan tinggi, dan ketidakpuasan seksual ini sangat kuat berkaitan dengan subjek yang suaminya berusia tua. (Med J Indones 2007; 16:187-94)
The study aims were to investigate the prevalence of sexual dissatisfaction and the potential risk factors. This was a cross-sectional study on women attending primary care setting in Malaysia over a period of March to June 2005, and used a non-probability sampling method. A validated questionnaire for sexual function was used. A total of 230 married women aged 21 ? 62 years old participated in this study. The ressults show that the majority of the respondents were less than 45 years old, predominantly Malays, and with higher academic achievement. We noted that 52.2% (120/230) study subjects had sexual dissatisfaction. Race, salary, education level, medical problems, dysmenorrhea, and menacrhe were likely not correlated with sexual dissatisfaction. The dominant risk factor related to sexual dissatisfaction was age of husband. In additional, sexual dissatisfaction was moderately (P = 0.077) related to sexual per month. The subjects who had their husbands aged 43-75 years compared with 24-42 years had 68% increased risk to experience sexual dissatisfaction [adjusted relative risk (RRa = 1.68; 95% confidence interval (CI) = 1.15 - 2.44]. In term of sexual frequency per month, those who had 1-3 times per month than 4-5 times per month had two-fold increased risk to experience sexual dissatisfaction (RRa = 2.03; 95% CI = 0.93-4.42; p = 0.077). In conclusion, the prevalence of sexual dissatisfaction was very high in Malaysian primary care population and it was strongly associated with women who married to an older husband and with infrequent sexual activity. (Med J Indones 2007; 16:187-94)