Penelitian ini dilakukan karena melihat perkembangan TV lokal di Indonesia. Penelitian ini berawal dari Teori Normative media, khususnya teori tanggung jawab sosial. Dimana inti pemikirannya adalah: Siapa saja yang menikmati kebebasan juga memiliki tanggung jawab tertentu kepada masyarakat. Di mana dalam teori normatif media, dikemukakan beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu : Kebebasan media, berarti bahwa media harus babas dari tekanan pemerintah atau kepentingan-kepentingan kekuasaan lainnya. Pluralitas kepemilikan, berarti menentang konsentrasi kepemilikan dan monopoli kontrol apakah pada negara atau industri media swasta. Dengan kata lain, prinsipnya bahwa sistem media tidak harus didominasi oleh sejumlah kepentingan pengontrol dan masyarakat mempunyai akses sebagai pengirim dan penerima media yang merefleksikan gagasan-gagasan mereka dan memenuhi kepentingan-kepentingan dan keperluannya. Keragaman Informasi, pendapat dan Kandungan Budaya. Hal ini berarti bahwa, media harus menggambarkan rangkaian hasil yang merefleksikan keragaman masyarakat, khususnya dalam dimensi-dimensi wilayah, pokitik, agama, etnis, budaya, dan lain sebagainya. Media harus terbuka untuk gagasan-gagasan dan gerakan baru serta memberikan akses yang kayak untuk kaum minoritas.
Pangkal keruwetan lahirnya tayangan televisi yang tidak sesuai dengan tradisi dan budaya lokal, sesungguhnya berawal dari konsep siaran televisi nasional. Pada era otonomi daerah, peran media massa makin urgen. Salah satu upaya yang harus dilakukan demi suksesnya otonomi daerah adalah mengoptimalkan peran institusi lokal nonpemerintah, seperti media massa. Penelitian ini menggunakan paradigma konstruksionisme, pendekatan ini mengasumsikan bahwa semua pengetahuan diperoleh melalui konstruksi yang dalam kaca mata BMS TV dibentuk secara sosial. Konstruksi pengetahuan ini termasuk didalamnya pengetahuan terhadap realitas. Proses memahami yang dilakukan tidak secara otomatis dipandu oleh kekuatan-kekuatan alamiah manusia, tetapi dari kerjasama dan upaya aktif melalui hubungan antar manusia. Dari sini, penelitian yang dilakukan tidak bisa mengabaikan faktor dasar historikal dan kultural dari berbagai bentuk konstruksi dunia.
Penelitian ini mengambil kasus di BMS TV, televisi lokal yang ada di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, di mana jangkauannya meliputi se-eks Karsidenan Banyumas (Kabupaten Banyumas, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Cilacap, dan Kabupaten Banjarnegara) bahkan menjangkau Kabupaten Pemalang dan Kabupaten Tegal.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan faktor-faktor yang digunakan sebagai pertimbangan dalam memproduksi program acara di BMS TV dan untuk mengetahui apakah program yang diproduksi BMS TV telah mencerminkan/menggambarkan usaha pelestarian budaya lokal
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis, maka dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa, pertama, pertimbangan yang digunakan oleh BMS TV sehingga suatu acara/tayangan dianggap layak untuk disampaikan kepada khalayak adalah mengandung unsur berita, sesuai dengan kode etik, tidak mengandung SARA. Dalam proses produksi ini baik komisaris maupun direksi tidak mempengaruhi terhadap diambilnya keputusan bahwa acara/tayangan tersebut akan ditayangkan atau tidak. Komisaris maupun direksi hanya memberi pengarahan namun tidak mengintervensi.
Kedua, berkaitan dengan pelaksanaan tanggung jawab BMS TV dalam melestarikan budaya lokal, menurut pengamatan peneliti BMS TV sudah memproduksi acara-acara lokal, walaupun belum bisa dikatakan banyak, karena baru 30 persen tayangan lokal yang dimiliki BMS TV. Walaupun sudah memiliki tayangan lokal, namun penggunaan bahasa ibu (bahasa panginyongan) belum digunakan secara optimal. Hal ini sangat bertolak belakang dengan citra yang ingin diangkat oleh BMS TV adalah mengangkat bahasa panginyongan yang sudah hampir hilang. Hal ini terjadi karena, bahasa panginyongan yang ingin diangkat belum disiarkan dengan porsi yang lebih banyak. Hal ini tentunya tidak terlepas dari pengetahuan dari SDM yang ada tentang bahasa panginyongan itu sendiri. Implikasi Teoritis dari penelitian ini, yaitu bahwa televisi sebagai salah satu media massa yang memiliki penetrasi yang besar dalam rangka penyeragaman budaya.