UI - Tesis Open :: Kembali

UI - Tesis Open :: Kembali

Pasang surut industri perikanan Bagansiapiapi 1898-1936

Shanty Setyawati; Priyanto Wibowo, supervisor; Masyhuri, supervisor (Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008)

 Abstrak

Pasang Surut Industri Perikanan Bagansiapiapi 1898-1936. Penelitian bertujuan mencari faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan, stagnasi dan kemunduran industri perikanan Bagansiapiapi. Analisa penelitian ditempatkan dalam kerangka kausalitas atau keterkaitan sebab-akibat antar peristiwa. Selama kurun waktu 1898 sampai 1936, industri perikanan Bagansiapiapi mengalami pasang surut. Pertumbuhan, stagnasi dan kemunduran dipengaruhi oleh keadaan muara Sungai Rokan, ketersediaan dan harga garam, ketersediaan modal, keadaan pasar dan tingkat permintaan di Jawa. Industri perikanan Bagansiapiapi mengalami pertumbuhan pesat pada tahun 1898-1909 karena kekayaan ikan dan udang di muara Sungai Rokan, tersedia garam murah, modal yang cukup dan pasar yang besar dan terbuka yaitu Jawa. Pada tahun 1910-1919 ekspor ikan kering mengalami stagnasi disebabkan tangkapan ikan berkurang karena pendangkalan di muara Sungai Rokan, kenaikan harga garam dan pachter memperketat pinjaman. Ekspor terasi meningkat tapi harga turun karena dicampur dengan tepung sagu. Pada tahun 1920-1930 secara umum industri perikanan mengalami pertumbuhan. Ekpor terasi meningkat karena penangkapan udang meningkat sedangkan ekspor ikan tetap stagnan. Pedangkalan tidak menyebabkan jumlah udang berkurang. Ekspor kulit udang dan isi perut ikan meningkat tajam karena permintaan meningkat. Pada tahun 1920 pemerintah menghapus pacht dan menunjuk sebuah perusahaan di Bagansiapiapi untuk mendistribusikan garam dengan harga tetap. Kebijakan pemerintah menstabilkan harga garam membuat industri perikanan Bagansiapiapi bisa mempertahankan ekspor. Pemerintah mendirikan bank yang memberi pinjaman dengan bunga rendah. Untuk mencegah harga ikan jatuh, para pedagang ikan membentuk sebuah organisasi untuk mengatur ekspor ikan ke Jawa dan mendirikan kantor pemasaran di Batavia. Sebagai dampak dari krisis ekonomi dunia, industri perikanan Bagansiapiapi mengalami kemunduran. Mulai tahun 1931 sampai 1936 ekspor ikan kering, terasi dan udang kering mengalami penurunan tajam karena kenaikan harga garam dan bank mengurangi pemberian kredit. Harga ikan dan terasi di Jawa mengalami penurunan karena daya beli penduduk Jawa menurun. Pada tahun 1932 dan 1933 ekspor ikan meningkat karena hasil tangkapan nelayan meningkat setelah menggunakan alat tangkap yang disebut cici. Ekspor terasi terus menurun karena nelayan udang memilih menangkap ikan. Untuk membantu nelayan membeli garam, pemerintah membentuk visscherijfonds dengan memberikan pinjaman.

The Up and Down of the Fishing Industry of Bagansiapiapi 1898-1936. This research aims to find factors that control the growth, stagnation and set back of Bagansiapiapi fishing industry using the causality analysis or the cause and effect correlation of events. Between 1898 and 1936, the the fishing industry of Bagansiapiapi experienced the up and down of export. The growth, stagnation and set back controlled by the condition of the estuary of Rokan river, the supply and the price of salt, the availability of capital, the condition of market and demand in Jawa. The fishing industry of Bagansiapiapi experienced rapid growth in 1898 and 1909 due to the richness of fish and shrimp in Rokan river estuary, cheap salt, high investment and big and open market in Jawa. In the years of 1910-1919, export of dried fish was stagnant due to sedimentation in Rokan river estuary, high price of salt and reduction of credit by pachter. Export of terasi increased but the price felled because terasi was mixed with sago flour. In general in 1920-1930 the fishing industry experienced growth. Export of terasi increased because the catch of shrimp was raised but the export of dried fish was remaining stagnant. The sedimentation did not decrease the amount of shrimp. The export of shrimp-waste and fish-refuse increased. The government abolished pacht in 1920 and appointed a company in Bagansiapiapi to distributed salt in fixed price. This policy enabled the fishing industry to sustain its export. The government established a bank that granted low rent credit. To prevent the reduction of price, the fish dealer established an organization which regulates the export of dried fish and opened a sales agent in Batavia. As the effect of world economic crisis, the fishing industry of Bagansiapiapi experienced set back. From 1931 to 1936 the export of dried fish, terasi and dried shrimp decreased because of the high price of salt and bank reduced its credit. The price of dried fish and terasi in Jawa sank because the purchasing power of Jawa reduced. In 1932 and 1933 the export of dried fish increased because the increase of catch since the fishermen used cici. The export of terasi remaining decreased because the fishermen prefer to catch fish over shrimp. To help the fishermen bought salt, the government established visscherijfonds which grants loan.

 Metadata

Jenis Koleksi : UI - Tesis Open
No. Panggil : T24622
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Entri tambahan-Nama badan :
Program Studi :
Subjek :
Penerbitan : Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan :
Tipe Konten :
Tipe Media :
Tipe Carrier :
Deskripsi Fisik : v, 85 hlm. : ill. ; 29 cm
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI, Lantai 3
  • Ketersediaan
  • Ulasan
  • Sampul
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
T24622 15-20-426685994 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 116813
Cover