Artikel Jurnal :: Kembali

Artikel Jurnal :: Kembali

Pemekaran daerah dan konflik ke ruangan kebijakan otonomi daerah dan implementasinya di Indonesia

Djoko Harmantyo (Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2007)

 Abstrak

Pemekaran daerah adalah suatu proses membagi satu daerah administratif (daerah otonom) yang sudah ada menjadi dua atau lebih daerah otonom baru berdasarkan UU RI nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah hasil amandemen UU RI nomor 22 tahun 1999. Landasan pelaksanaannya didasarkan pada PP nomor 129 tahun 2000. Sedangkan konflik keruangan (spatial conflict) adalah potensi konflik kewilayahan yang timbul akibat adanya garis batas yang membagi satu wilayah menjadi dua wilayah yang berbeda. Prinsip desentralisasi dan otonomi daerah serta pemekaran daerah di Indonesia sebagai negara kepulauan daerah tropis, memiliki karakteristik tersendiri ditinjau dari besarnya jumlah penduduk yang tersebar tidak merata, keanekaragaman sosial budaya, sumberdaya alam, flora dan fauna serta keragaman fisik wilayah. Berdasarkan keragaman tersebut, dalam perspektif geografi, Indonesia memiliki potensi konflik kewilayahan yang tinggi. Berdasarkan studi awal yang bersifat deskriptif analisis dengan menggunakan model prediktif kuantitatif terhadap data periode tahun 1999 - 2005 terjadi pemekaran 148 daerah otonom baru (141 kabupaten/kota dan 7 propinsi) atau rata rata bertambah 30 daerah otonom baru. Jumlah tersebut melebihi angka perkiraan hasil perhitungan yaitu sebanyak 460 kabupaten dan kota di bawah koordinasi 46 propinsi.
Berdasarkan model segi enam Christaller, secara teoritis diperlukan paling tidak 2760 bentuk kerjasama antar daerah otonom yang saling berbatasan untuk mengantisipasi peluang terjadinya 2760 konflik kewilayahan (spatial conflict). Penataan kembali konsep desentralisasi dan pemekaran daerah serta instrument penilaian, terutama kejelasan penetapan batas wilayah, merupakan salah satu upaya untuk mengendalikan kebijakan otonomi daerah.

Area divergence is a process to establish new autonomous region by dividing formerly local authority entity. This process was driven by the Regional Autonomy Law no. 32, 2004 which ensure decentralization mechanism to occur from. Spatial conflict is a term of interregional conflicts that is potentialy related to former administrative divided border line, which then will create border line dispute. This potential for any interregional relationship (including conflict) is a function neighbour number. According to an Internal Affairs report, thus recent phenomena of local divided authorities has been escalating in Indonesia. Since 1999-2005, there has been 148 new local autonomous governments or more than thirty new additional local autonomus government were born annualy. There are two main questions arise from these issues (1) what is the ideal number of local autonomous government in Indonesia, and (2) what is the quantity of interregional relationship needed to relate spatial conflicts.
Based on the central place theory and a spatial conflicts model the ideal number of autonomous districts in Indonesia is 460 of kabupaten/kota and 46 provinces. Theoretically, they need 2760 forms of interregional relationships or six relationship forms in each local government to eliminate the spatial conflict potentialy. Rearrangement of regional autonomous policy focusing on the implementation of areal divergences shall be done as quickly as possible.

 Metadata

Jenis Koleksi : Artikel Jurnal
No. Panggil : AJ-Pdf
Entri utama-Nama orang :
Subjek :
Penerbitan : Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2007
Sumber Pengatalogan :
ISSN :
Majalah/Jurnal : Makara: Sains
Volume : Vol. 11 (1) April 2007: 16
Tipe Konten :
Tipe Media :
Tipe Carrier :
Akses Elektronik :
Institusi Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi :
  • Ketersediaan
  • Ulasan
  • Sampul
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
AJ-Pdf 03-20-160451343 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 118300
Cover