Secara kriminologis, terorisme sebagai suatu bentuk kejahatan tidak terlepas dari munculnya korban. Terhadap korban kejahatan terorisme, negara memberikan hak-hak korban sebagaimana yang tercantum pada pasal 36 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) No. 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Terdapat 2 (dua) hak korban pada pasal tersebut, yaitu kompensasi dan restitusi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang tingkat perhatian dan pelayanan negara kepada korban terorisme, yang terkait dengan pemberian kompensasi dan restitusi. Serta untuk mengetahui tentang reaksi masyarakat (korban) terhadap pelaksanaan kewajiban negara terhadap para korban terorisme. Metode Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptifanalitis.
Penelitian ini mendapatkan informasi bahwa, para korban terorisme mendapatkan perhatian negara hanya terbatas ketika pada saat setelah terjadinya terorisme, dan perhatian tersebut bersifat pertolongan pertama. Sedangkan untuk kelanjutan proses pemulihan secara umum yang seyogyanya dapat diatasi dengan pemberian kompensasi dan restitusi, para korban tidak mendapatkannya. Untuk mengatasi hal itu para korban banyak berinisiatif untuk membentuk paguyuban/kelompok para korban yang bertujuan untuk saling menyemangati dan berjuang untuk mempertahankan dan melanjutkan hidup mereka. Pada aspek negara, penelitian ini memperoleh informasi yang terkait dengan tidak dilaksanakannya kewajiban negara dalam hal pemberian kompensasi dan restitusi kepada para korban terorisme.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah ; Pertama, negara belum memberikan hak korban terorisme berupa kompensasi dan restitusi karena terhambat dengan belum adanya Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang pelaksanaan pengajuan dan pemberian kedua bentuk hak korban terorisme tersebut, Kedua, Paguyuban/kelompok yang didirikan oleh para korban terorisme, adalah merupakan bagian dari bentuk reaksi yang tidak positif terhadap tidak terlaksananya kompensasi dan restitusi oleh negara.
According to Criminology, terrorism is a crime with victims. In regard of the crime victim of terrorism, state grants victim?s right as set out in Article 36 of the Law of Republic of Indonesia No.15 Year 2003 related to Government Regulation as Substitution of Law No. 1 Year 2002 related to Fight Against Terrorism Action. There are two (2) victim?s rights as set out in the Article, i.e. right of compensation and restitution. The purpose of this research is to identify level of attention and service of a state for terrorism victim, related to compensation and restitution provision, and to identify public reaction (victims) against states liabilities for terrorism victim.
This Research method is using qualitative approach (descriptive-analytic). This research has acquired information that terrorism victim received attention from the state limited to a period after the terrorism action, and such attention is a kind of first aid. However further recovery process that is generally by compensation and restitution provision has not been obtained by the victims.
To resolve this problem, victims took initiative to form victim group with purpose to support each others and fight for sustaining their lives. Regarding the state, this research has found information related to state?s default in granting compensation and restitution for terrorism victim. This research concludes that, firstly, state has not yet provide compensation and restitution for terrorism victim due to there is not any Government Regulation regulating the detail execution of granting both rights of terrorism victim. Secondly, a group established by any terrorism victim is constituting a part of their negative reaction against lack of compensation and restitution by the state.