Dalam perjalanannya sejak didirikan pada tahun 1876, Pos Indonesia terus berubah, berusaha beradaptasi terhadap tuntutan lingkungan yang bergerak cepat, baik melalui perubahan bentuk dan struktur organisasi maupun lini bisnis yang dijalankan. Sejak dideregulasi pada tahun 1984, persaingan di industri perposan meningkat tajam, sehingga menjadi pasar yang makin fragmented dan menuju pada situasi persaingan sempurna. Hal ini diperparah dengan makin pesatnya perkembangan teknologi komunikasi digital dan internet sebagai driver perubahan terkuat sekaligus sebagai produk substitusi bagi bisnis utama pos, yaitu komunikasi tertulis fisikal.
Sejak berubah status menjadi perseroan pada tahun 1995, kinerja Pos Indonesia terus mengalami stagnasi, dan mulai mengalami penurunan tajam sejak tahun 2000. Penurunan kinerja terus berlanjut yang akhirnya membawa perusahaan pada situasi krisis dan menimbulkan pertanyaan dalam studi ini: mampukah Pos Indonesia sebagai sebuah BUMN melakukan turnaround dan kembali mencapai tingkat pertumbuhan seperti sebelumnya? Apa saja aspekaspek khusus yang harus dilakukan dalam periode turnaround, dan alternatif strategi pertumbuhan apa yang dapat dipilih untuk mencapai sustainable competitive advantage.
Analisis terhadap proses turnaround Pos Indonesia dilakukan dengan menggunakan framework lima tahapan yang telah digunakan oleh Balgobin & Pandit (2001) untuk menganalisis proses turnaround IBM UK. Dari analisis terhadap tahapan yang sudah dijalani sampai saat ini, yaitu sampai pada tahap retrenchment and stabilisation, diketahui bahwa pada dasarnya sebagian besar elemen framework telah terpenuhi. Meskipun demikian, masih adanya elemen retrenchment yang belum dilaksanakan atau yang kadarnya belum maksimal, perlu mendapat perhatian manajemen. Hal ini penting karena adanya dua sasaran pokok dari tahapan retrenchment, yaitu stop the bleeding; untuk menstabilkan kondisi keuangan dan sekaligus menyiapkan fondasi yang kokoh untuk mencapai pertumbuhan pada tahap berikutnya. Walaupun sejauh ini sasaran pertama telah tercapai, dimana pada tahun 2006 dan 2007 Pos Indonesia sudah tidak lagi mengalami kerugian, tidak berarti bahwa sasaran kedua juga otomatis telah terpenuhi, terutama dengan masih adanya elemen yang belum dilaksanakan secara tuntas. Sehubungan dengan itu, penulis merekomendasikan agar Pos Indonesia menuntaskan langkah-langkah retrenchment, antara lain : o Meningkatkan level of ownership terhadap proses turnaround dari seluruh jajaran manajemen senior.
- Meningkatkan intensitas komunikasi, baik internal maupun eksternal untuk mendapatkan keterlibatan dan dukungan penuh dari para stakeholder utama bagi keberhasilan proses turnaround yang dijalankan.
- Meningkatkan intensitas program efisiensi dan tight cost controls
- Mengimplementasikan program asset reduction yang telah direncanakan secara disiplin, terutama atas gedung, kendaraan, dan asset lain yang sudah tidak produktif atau tidak sesuai lagi dengan tuntutan kebutuhan bisnis.
- Melakukan penyederhanaan lini bisnis dengan mendivestasikan atau melakukan spin-off atas lini bisnis yang tidak menguntungkan atau yang tidak memiliki prospek untuk dikembangkan lagi di masa yang akan datang.
- Melakukan penyederhanaan organisasi untuk mendapatkan struktur yang lebih sesuai dengan tuntutan bisnis yang dihadapi, sekaligus menyederhanakan proses koordinasi dan pengambilan keputusan.
- Melakukan perombakan struktur karyawan untuk mendapatkan komposisi dengan kapabilitas yang sesuai dengan tuntutan bisnis.
Selanjutnya, dari hasil analisis lingkungan eksternal dan internal, diketahui bahwa lingkungan bisnis perposan terus mengalami perubahan secara radikal, sehingga karakteristiknya di masa depan akan sangat berbeda dengan yang dihadapi selama ini. Hal ini tentu membutuhkan kapabilitas organisasi yang juga berbeda. Oleh karena itu, untuk dapat melakukan strategic transformation secara cepat, penulis merekomendasikan alternatif strategi pertumbuhan sebagai berikut :
- Mencapai pertumbuhan dengan melakukan akuisisi horisontal, terutama dengan target pemain-pemain lokal yang menggarap segmen pasar tertentu secara terfokus serta perusahaan yang memiliki kapabilitas tertentu yang memang dibutuhkan untuk menguatkan dan melengkapi kapabilitas dan jangkauan Pos Indonesia.
- Memperkuat aliansi strategis dengan mitra bisnis lokal dan membentuk jointventure dengan mitra asing terpilih.
- Melakukan inovasi untuk pertumbuhan, terutama menemukan cara-cara kreatif dalam mengoptimalkan resources yang sudah dimiliki. Dalam hal ini, fokus bisa diarahkan pada upaya untuk menggali potensi pengembangan jaringan pelayanan fisik yang beroperasi di daerah-daerah minus.
Dengan banyaknya contoh kesuksesan proses transformasi dan privatisasi administrasipos di negara-negara lain yang dapat dijadikan acuan, penulis berkeyakinan bahwa Pos Indonesia masih memiliki potensi besar untuk melewati periode turnaround dengan sukses dan mencapai pertumbuhan berkelanjutan di masa yang akan datang. Untuk itu, diperlukan dukungan dari seluruh stakeholder utama perusahaan, terutama dari pemerintah sebagai regulator sekaligus sebagai pemegang saham dalam hal penegakan regulasi yang berlaku serta komitmen tambahan investasi untuk peningkatan kualitas sumber daya dan kapabilitas infrastruktur Pos Indonesia.
During its journey since established in 1876, Pos Indonesia experienced continuous changes in its attempt to keep pace with the rapid changing of business environment. The changes has been done from the structure and form of organization to the lines of businesses. Since deregulated in 1984, competition in postal industry were increased and market structure were fragmented leading to perfect competition. The situation become worsened by the fast development of technology, digital communication and internet as the strongest driver of change and also serve as substitution to the main product of traditional postal service, that is physically written communication.
Since the change of its status to become fully privatized in 1995, performance of Pos Indonesia kept in stagnation and start to experience sharp declining since 2000. This performance decline continued in several years and the firm ended up with crisis situation. This situation brings up several questions. As an SOE (state owned enterprise), is it possible for Pos Indonesia to perform a successful turnaround process and achieve the performance and growth level as before the decline? What specific facet of turnaround process that need to be paid attention on? Which growth strategy alternatives available for Pos Indonesia in order to build and achieve sustainable competitive advantage? Pos Indonesia's turnaround process analyzed using the five stages framework developed by Balgobin & Pandit (2001) that has used by its author to analyse the turnaround of IBM UK.
Analysis of the stages that have been done, that is until retrenchment and stabilisation stage concluded that almost all of the turnaround element have been met. Eventhough, its still need a critical attention from firm's top management since there are still retrenchment elements didn't be well executed. This is a critical point due to the fundamental objective of the phase. Retrenchment and stabilisation stage has two main objective. It was intended to stop the bleeding and stabilize the financial condition, while at the same time provide a fondation needed to achieve profitable growth at the next stage. Since there were any element that didn't implemented yet, so even during 2006 and 2007 the firm didn't experience loss anymore, it doesn't mean that the fondation for growth has been built.
From this stand point, the author form some recommendation to be followed up by Pos Indonesia, if the turnaround initiative to be come into fruition, e.g:
- To increase senior management's level of ownership on turnaround processes
- To increase communication level, internally and externally, to gain full support from the main stakeholder, needed for the successful turnaround.
- To increase the intensity of efficiency and tight cost control programs
- To implement asset reduction program that have been planned, primarily on any assets such as building, vehicle or other assets didn't be productive anymore, or those that didn't met business specificity.
- To simplify the line of businesses through divestment or spin-off program.
- To simplify the line of organization in order to be aligned with the business environment
- To restructure employee composition through lay-off program to obtain people with matched capability
From external and internal analysis, it was known that the radical change of postal business environment required a different set of capabilities in order to survive in the future. In order to perform strategic transformation quickly, the author suggest some growth strategy alternatives as follows :
- To achieve growth through horizontal acquisition by targeting local player that specialized in specific segment of the market, and those who have specific capability needed to strengthen and complement the firm's existing capabilities.
- To broaden strategic alliances with local business partner and form a jointventure with selected foreign partner.
- To achieve growth through innovation, in particular to optimize the utilization of resources owned creatively. The focus can be directed specifically to leverage the physical network operated in rural area.
Due to the wide array of samples about public postal operator that has been successfully privatized, the author have a confidence that Pos Indonesia will also pass the turnaround period with promising result and achieve a strong growth base for building sustainable competitive advantage needed to overcome future challenges. That's why its need a full support from the main stakeholder, especially from the government as regulator and also as shareholder. Support from government particularly needed to enforce postal regulations and commitment of adding investment to strengthen Pos Indonesia's resources and infrastructure capability.