Kedatangan berbagai etnis dari seluruh Indonesia bahkan berbagai bangsa di dunia dalam rangka membantu masyarakat Aceh korban tsunami merupakan latar belakang dari penelitian tentang Manajemen Ketidakpastian dan Kecemasan Pendatang di Aceh ini. Pertemuan pendatang dengan penduduk lokal yang berbeda budaya dipastikan memiliki persoalan baik secara langsung maupun pada jangka panjangnya bagi kedua pihak. Bagi warga Aceh yang telah puluhan tahun tertutup dari dunia luar sebagai akibat konflik politik yang terjadi, kehadiran berbagai etnis dapat mengikis budaya lokal yang khas yakni lekatnya antara budaya, agama dan masyarakatnya. Sedang bagi pendatang keberangkatan mereka ke Aceh membutuhkan upaya yang besar agar dapat berdaptasi dengan cepat demi tujuan kemanusiaan yang ingin dicapai.
Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif dengan menggunakan metode single level analisis yaitu fokus penelitian ada pada individu-individu pendatang. Subjek penelitian menggunakan informan yang masih atau pernah bekerja di Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi NAD-Nias dalam periode Mei 2005 - Mei 2006. Dengan menggunakan individu pendatang yang berasal dari Jakarta dan bukan suku Aceh, diharapkan penelitian ini mampu melihat bagaimana pengalaman ketidakpastian dan kecemasan serta bagaimana mereka mengelola ketidakpastian dan kecemasan ketika berinteraksi dengan warga lokal.
Hasil penelitian menunjukan bahwa sumber ketidakpastian dan kecemasan pendatang di Aceh adalah pada perbedaan budaya yang tercermin dalam perilaku budaya dari masyarakatnya, pada penerapan syariat Islam dan adanya konflik politik yang pemah terjadi. Masing masing pendatang memiliki cara sendiri dalam mengelola ketidakpastian dan kecemasan mereka sesuat dengan pemahaman dan pengalaman mereka masing-masing. Ketidakpastian dan kecemasan yang mereka alami selalu mampu dikelola sehingga tidak sampai menimbulkan konflik dengan warga lokal demi tercapainya tujuan kemanusian mereka di Aceh dalam menbangun kembali Aceh pasca tsunami.