Dua model tax treaty yang banyak digunakan sebagai acuan oleh berbagai negara (acceptable) adalah UN Model dan OECD Model. Kedua model tersebut selaju dikembangkan sesuai dengan tuntutan perkembangan jaman. Salah satu perkembangan OECD Model adalah asimilasi pasal 14 tentang independent personal Services ke dalam pasal 7 tentang business profit. Beberapa argumentasinya antara lain tidak ada perbedaan antara karakteristik penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi sebagaimana diatur dalam pasal 14 dengan penghasilan Wajib Pajak Badan yang diatur dalam pasal 7, pasal 14 tidak memberikan batasan yang jelas jenis kegiatan apa saja yang termasuk dalpjn pengertian pemberian jasa profesional, pasal 14 tidak jelas untuk individu atau juga dapat diberlakukan kepada badan, dan tidak ada perbedaan antara konsep permanent eslablishment yang digunakan sebagai kriteria pemajakan pada Pasal 7 dengan fixed base yan.% digunakan sebagai alat uji pemajakan pada Pasal 14.
Mengingat OECD Model merupakan salah satu acuan penting yang digunakan oleh banyak Negara dalam membuat tax treaty dengan negara lain, maka penulis meagangap perlu untuk melakukan kajian terhadap revisi OECD Model Tahun 2000 tersebut. Adapun rumusan masalah yang akan dibahas adalah apakah karakteristik penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi sebagai mana diatur dalam pasal 14 sama dengan penghasilan Wajib Pajak Badan yang diatur dalam pasal 7 OECD Model. Kemudian apa implikasinya terhadap hak pemajakan Indonesia jika tax treaty Indonesia mengikuti revisi OECD Model tersebut di atps. Metodologi yang digunakan untuk membahas permasalahan dalam penelitian ini adalah studi literatur. Berdasarkan hasil pembahasan, maka disimpulkan bahwa karakteristik penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi sebagaimana diatur dalam Pasal 14 dengan Penghasilan Wajib Pajak Badan seperti diatur dalam PasaJ 7 OECD Model memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah keduanya secara hakekat ekonomi merupakan peningkatan kemampuan ekonomi. Namun terminologi penghasilan digunakan untuk orang pribadi sedangkan terminologi laba digunakan untuk badan atau perusahaan. Dari aspek fax treaty, hak pemajakan negara sumber diuji melalui fixed place dan fixed base. Perbedaanya yang terjadi hanyalah perbedaan aspek teknis seperti atas nama pembayaran jasa, independensi pemberi jasa, dan lain-lain.
Pengaruh asimilasi Pasal 14 tentang independent personal Services ke dalam Pasal 7 tentang business profit menguntungkan bagi hak pemajakan Indonesia. Karena hak pemajakan menjadi lebih luas melalui alat uji BUT yang lebih variatif dan pemenuhan kewajiban perpajakan BUT di Indonesia yang disamakan dengan Wajib Pajak Badan Dalam Negeri memberikan keuntungan bagi Indonesia dari aspek administratif dan dari aspek perluasan cakupan pajak yang dapat dikenakan. Alternatif lain, jika diterapkan dalam tax treaty Indonesia dapat dilihat berdasarkan ketentuan yang ada dalam Pasal independent personal Services dan Pasal furnishing of Services. Ketentuan tersebut dapat berbentuk time tesi, maupun persentase tertentu. Dampaknya bagi hak pemajakan Indonesia bisa menguntungkan, sama saja, dan merugikan.
Two tar treaty models, which various countries use as a reference, are the UN Model and OECD Model. Both models are always developed and improvedfrom time to time. One of the improvements is the assimilation of Article 14 op Independent Personal Service into Article 7 on Business Profit. Some arguments are as followings: there is no difference between the characteristics of “income” earns by a Person, as stated in Article 14, with “income” earns by Company, as stated in Article 7; Article 14 does not provide a clear limit on what type of activities included in the definition of professional Services; Article 14 is not clear to the individual or can it also be applied to Company, and there is no difference between the concept of Permanent Establishment, which is used as tar criteria in Article 7 with the Fixed Base concept which is used as a tarlool test in Article 14. Given the OECD Model is one of the important references used by many countries in making tax Treaty with other countries, the authors perceive the need to study the revision of the Year 2001 OECD Model. The objective is to find out whether the characteristic of Personal Income, stated in Article 14, is the same characteristic of Corporate Income, stated in Article 7. Then what would be the implication if Indonesia applied the tar treaty of revised OECD Model.The methodology that will be used in this research is the study of literature. The result shows that there similarity and differences in the characteristics of Income. Both are essentially consideredas the increase of wealth. It use the terminology of Income for individual and Profit for corporate. From the tar Treaty aspect, the State has the rights to exercise through Fixed Place and Fixed Base. Other differences are more in to technical aspects such as differences in the name pf payment Services, independence of Service providers, etc.The assimilation of Article 14 to the Article 7 gives Indonesia the advantages in exercising its rights, because it gives more rights and it does not recognize the tar-protected corporate income. If the tar treaty is applied in Indonesia, we have other alternatives stated in Independent Personal Services Article and Furnishing of Services Article. These provisions can be in the form of time test and percentage.