Pembentukan variabel ekonomi makro dapat dilakukan dengan menggabungkan berbagai konsep dari ilmu-ilmu lain seperti ilmu fisika dan ilmu fikih mengenai tujuan syariah. Ilmu fisika dipakai untuk dapat menjelaskan mengenai apa hal utama yang seharusnya diukur oleh variabel ekonomi makro ini yaitu sifat transfer kekayaan yang dilakukan dalam perekonomian. Sedangkan ilmu fikih dipakai untuk membedakan sifat baik atau buruknya bentuk transfer kekayaan itu. Variabel ekonomi makro yang dihasilkan ini memiliki bentuk yang sangat mirip dengan variabel makro PDB. Perbedaannya adalah adanya berbagai indikator pembobot seperti indeks penjagaan agama, indeks distribusi kekuatan ekonomi, dan juga tingkat kualitas kerja aparatur negara. Selain itu variabel ekonomi makro ini tidak memperdulikan nilai investasi melainkan menggantinya dengan nilai kekuatan akal di negara tersebut.Hasil pengujian dari variabel ekonomi makro ini menunjukkan bahwa negara Indonesia yang memiliki PDB sekita 800 miliar dollar ternyata hanya memiliki nilai penjagaan harta sekitar 70 juta. Makna dari ini adalah hanya sekitar 70 juta jiwa manusia (sekitar 31 persen dari total penduduk) yang dapat dibuat makmur baik secara fisik, maupun rohani dan juga akal dari seluruh kegiatan ekonomi di negara ini. Nilai negara Amerika Serikat adalah mencapai angka 247 juta (sekitar 82 persen dari total penduduk) dan nilai untuk negara RRC adalah sekitar 964 juta (sekitar 73 persen dari total penduduk).
Creating a macroeconomics variable can be done by combining concept from another discipline like the Physical science and Fiqh knowledge. Physical science is used to explain what is the best thing an macroeconomics variable should measure, that is the transfer of wealth, and not the wealth itself. And the Fiqh knowledge is used to determine whether good or bad one kind of wealth transfer is. This macroeconomic variable that is created has form that is very similar to the GDP variable. One difference lies on some of the weighted indicator used like the accomplishment of religion, the distribution of economic strength, and the quality of work done by government officer. Another difference is this macroeconomic variable doesn?t count the value of investment a country has, but instead using the value of brain power that country has. The result from testing this macroeconomic variable shows that Indonesia, a country lies on khatulistiwa, despite having about 800 billion dollars on their GDP, only have about 70 million value of prosperity. It means only about 31 percent of its population can have prosperity from all kinds of its economic activities. The result from United States shows that it has about 247 million value of prosperity (about 82 percen of total population). And the result from People?s Republic of China shows that it has about 964 million value of prosperity (about 73 percent of total population).