Skripsi ini membahas mengenai praktik penundaan eksekusi yang terjadi dalam peradilan Indonesia. Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap pada dasarnya dapat segera dimintakan eksekusi. Eksekusi merupakan tujuan akhir dari suatu proses beracara di pengadilan. Suatu putusan yang telah diputus oleh pengadilan belumlah sempurna apabila putusan tersebut belum dapat dilaksanakan. Suatu putusan pengadilan tidak ada artinya apabila tidak dapat dilaksanakan. Akan tetapi pada kenyataannya, eksekusi suatu putusan seringkali mengalami banyak kendala, salah satunya adalah adanya penundaan eksekusi perdata. Penundaan eksekusi pada dasarnya tidak memiliki dasar hukum yang tegas dan jelas. Penundaan eksekusi merupakan kebijaksanaan dari Ketua Pengadilan Negeri yang dalam pelaksanaannya selalu dikoordinasikan dan dikonsultasikan kepada Mahkamah Agung. Mahkamah Agung kemudian akan mengeluarkan rekomendasi berkaitan dengan eksekusi tersebut. Penundaan eksekusi akan menyebabkan ketidakpastian hukum dan melanggar asas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya murah.
Indonesian trial systems. A verdict which has a permanent legal force, by its nature, can be executed immediately. An Execution is the last procedure for court litigation. A verdict is not completed until it is executed. A court verdict is worthless if it is not been executed. But the fact is the verdict execution often times deal with a lot of problems, one of them is execution deferment in civil case. Execution deferment, basically, does not have a clear and bold legal basis. It is just Head of State Court decision in which practice always been coordinated and consultated to Supreme Court. Supreme Court, then, would release a recommendation prior to the execution. Execution deferment will cause confusion and violates simple, quick and inexpensive law enforcement.