UI - Tesis Open :: Kembali

UI - Tesis Open :: Kembali

Pembebasan anggota direksi bank BUMN dari tanggung jawab pribadi dalam kaitannya dengan pemberian fasilitas kredit berdasarkan business judgment rule

Ferdy Fardian Hidayat; Felix O. Soebagio, supervisor; Nurul Elmiyah, examiner; Bambang Prabowo Soedarso, examiner ([Publisher not identified] , 2009)

 Abstrak

Terdapat ketentuan peraturan perundang-undangan yang tidak sesuai antara "konsep pemisahan kekayaan pada badan hukum" sebagaimana diatur dalam UU BUMN dan UU PT dengan konsep "percampuran kekayaan pada keuangan negara" sebagaimana diatur dalam Pasal 2 huruf g UU Keuangan Negara. "Konsep percampuran kekayaan dalam keuangan negara" tersebut menimbulkan konflik dalam penegakannya, karena aparat penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) dapat mengartikan kekayaan yang dimiliki oleh Bank BUMN termasuk ke dalam keuangan negara. Tidak samanya ketentuan peraturan perundang-undangan antara satu dengan yang lainnya, berimplikasi tidak menjamin kepastian hukum, karena di satu sisi, organ Bank BUMN seperti RUPS, Direksi dan Dewan Komisaris berlaku atasnya "konsep pemisahan kekayaan pada badan hukum" ke dalam mekanisme dan kewenangan yang mereka miliki, namun di sisi lain aparat penegak hukum seperti KPK menggunakan "konsep percampuran kekayaan pada keuangan negara" dengan tidak mengindahkan mekanisme dan kewenangan organ Bank BUMN tersebut, sehingga Direktur tidak akan terbebas dari pembebanan tanggung jawab penuh secara pribadi atau tanggung jawab secara tanggung renteng manakala proses tindak pidana korupsi justru menghilangkan hak-haknya itu. Pembelaan diri Direktur Bank BUMN sebagaimana diatur dalam Pasal 97 ayat (5) UU PT sesungguhnya telah memenuhi persyaratan yang diatur berdasarkan doktrin business judgment rule. Satu unsur terpenting dalam pembelaan diri tersebut adalah asumsi hakim. Oleh karenanya, hakim sudah seharusnya menerapkan asumsi positif terlebih dahulu kepada Direktur Bank BUMN ketika Direktur yang bersangkutan ditarik sebagai pihak tergugat, hal ini dilakukan karena hakim tidak ada pada saat keputusan bisnis dibuat sehingga hakim tidak boleh menempatkan dirinya seakan menjadi Direktur ketika itu. Selain itu hakim tidak mempunyai kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang sama untuk menghasikan keputusan bisnis yang lebih baik/pantas/bernilai ketimbang keputusan bisnis Direktur yang bersangkutan. Hakim juga tidak bisa memposisikan dirinya menjadi Dewan Komisaris untuk menilai keputusan bisnis dari Direktur, karena selama: pelaksanaan kepengurusan Direktur tidak ditemukan adanya tindakan pencegahan dari Direktur Kepatuhan, dissenting opinions dari sesama anggota Direksi dan peringatan dari Dewan Komisaris, maka hakim tidak dapat membuat asumsi negatif apalagi hanya berdasarkan fakta dari pihak penggugat terhadap keputusan bisnis Direktur.

There is a disintegration in Indonesian rules between separation equity concept in artificial person who ruled by State Enterprise Law and Corporation Law with unite equity concept in state equity who ruled in Article 2 Letter g State Equity Law. The unite equity concept give conlicts in practical, which is KPK (Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi) can argued with that concept where state enterprise equity is belong to state equity. This opinion can give misinterpretation within those rules and give the negative implication which is when State Bank organs stand with the separation equity concept in corporation mechanism and its authority even that corporation is a state enterprise, the other hand, law enforcement by KPK used unite equity concept in state enterprise and they didn't even care with those corporation's mechanism and it's authority as separate entity from their shareholders. The major problem is Director can not be free from personal liability or share liability with the other Directors if he already be judge with that misconcept by KPK. Therefore the rights of Director to defend himself with corporation mechanism and it?s authority is very limited or even gone. Actually, the defends of Director who ruled in Article 97 (5) in Corporation Law, are already qualified based on business judgment rule doctrine. One of the most important defend for Director is "assumption". Therefore judge should have a good assumption to State Bank Director when that director become a plaintiff in court. The reason is judge was not there when the business made by Director and judge didn?t even had capability, knowledge, dan experience which can give more value or more benefit in business decision than Director's. Furthermore, judge is not Commissaries who can give a judgment to Director's business decision because as long as no warning action from Compliance Director and no dissenting opinions from the other Directors and of course no rejection from Commissaries to those Director?s business decisions, then judge can not make negative assumption to Director.

 Metadata

Jenis Koleksi : UI - Tesis Open
No. Panggil : T26169
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Entri tambahan-Nama badan :
Program Studi :
Subjek :
Penerbitan : [Place of publication not identified]: [Publisher not identified], 2009
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan : LibUI ind rda
Tipe Konten : text
Tipe Media : unmediated ; computer
Tipe Carrier : volume ; online resource
Deskripsi Fisik : xix, 184 pages : illustration ; 28 cm
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI, Lantai 3
  • Ketersediaan
  • Ulasan
  • Sampul
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
T26169 15-19-732061695 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 122727
Cover