Kemajuan yang pesat dalam pembangunan nasional dan perkembangan ilmu pengetahuan menyebabkan meningkatnya taraf dan kualitas hidup masyarakat, terutama yang tinggal di wilayah perkotaan yang menimbulkan perubahan yang sangat cepat akan perilaku kehidupan modern, perubahan aktivitas fisik sehingga dapat meningkatkan prevalensi gizi lebih yang merupakan faktor resiko terhadap penyakit degeneratif. Adapun dampak gizi lebih pada remaja khususnya antara lain menurunkan produktivitas dan daya tahan tubuh serta umur harapan hidup, lebih cepat lelah dan kurang aktif bergerak.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kejadian gizi lebih yang dilihat dari pengukuran indeks massa tubuh (IMT) yang dihubungkan dengan kebiasaan konsumsi makanan cepat saji modern (fats food), aktifitas fisik (waktu tidur, waktu menonton TV, main komputer/main video games), pola konsumsi (konsumsi energi, konsumsi karbohidrat, konsumsi lemak dan konsumsi protein), karakteristik siswa (jenis kelamin, pengetahuan gizi dan uang saku) dan karakteristik orang tua (pendidikan ibu dan pendapatan orang tua) pada remaja SMA Islam PB. Soedirman di Jakarta Timur tahun 2008.
Analisis univariat dan bivariat dengan menggunakan uji chi square dilakukan pada 113 responden laki-laki dan perempuan di SMA Islam PB. Soedirman kemudian dilakukan pengisian kuesioner oleh responden mengenai karakterik dan perilaku responden. Dimana recall 24 jam dan FFQ dilakukan untuk melihat konsumsi makanan responden. Sebanyak 33,6% responden mengalami gizi lebih (IMT ≥ 85 persentil) Proporsi responden dengan frekuensi makan fast food sering (≥ 2x/minggu) (60,2%) lebih tinggi dibandingkan responden dengan frekuensi konsumsi fast food tidak sering (< 2x/minggu). Sebanyak 81,4% responden memiliki lama waktu tidur sebentar (> 7 jam), 69,9% responden dengan waktu menonton TV, main komputer/ main video games > 2 jam sehari dan sebanyak 67,2% responden melakukan kebiasaan olahraga ringan. Konsumsi lemak dan protein dalam penelitian ini tergolong tinggi dengan proporsi 76,1% dan 80,5% dibandingkan dengan konsumsi energi dan karbohidrat dikategorikan cukup. Proporsi responden laki-laki (53,1%) lebih banyak dibandingkan responden perempuan. Sebagian besar responden (78,8%) memiliki pengetahuan tentang gizi baik dan 52,2% responden memiliki uang saku besar (≥ Rp. 20.000,-)/hari. Sekitar 61,1% tingkat pendidikan ibu responden ≤ SMA dan 62,8% pendapatan orang tua responden tinggi (≥ Rp. 4.000.000).
Karakteristik pengetahuan gizi memiliki hubungan bermakna dengan kejadian gizi lebih. Kebiasaan konsumsi makanan cepat saji modern (fast food), waktu tidur, waktu menonton TV, main komputer/main video games, kebiasaan olahraga, konsumsi energi, karbohidrat, lemak, protein, jenis kelamin, uang saku, pendidikan ibu dan pendapatan orang tua tidak berhubungan dengan kejadian gizi lebih. Dari hasil penelitian ini diharapkan pihak sekolah dapat mengadakan penyuluhan kegiatan monitoring status gizi pada siswa secara rutin dalam Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) dan pemanfaatan Kinik Soedirman yang dimiliki Yayasan sekolah untuk memantau status gizi pada siswa.