Menurut laporan kerja WHO pada bulan April 2004, dari 8,1 juta kematian bayi di dunia, sekitar 48% adalah kematian neonatal. Dari seluruh kematian neonatal, sekitar 42% kematian neonatal disebabkan oleh infeksi tetanus neonatorum. Sejak tahun 1989, WHO memang mentargetkan eliminasi tetanus neonatorum. Sebanyak 104 dari 161 negara berkembang telah mencapai keberhasilan tersebut. Tetapi, karena tetanus neonatorum masih merupakan persoalan signifikan di 57 negara berkembang lain, maka UNICEF, WHO dan UNFPA pada Desember 1999 setuju mengulur eliminasi hingga tahun 2005. Meskipun telah ditetapkan ETN (Eliminasi Tetanus Neonatorum) sebagai komitmen internasional diulurkan hingga tahun 2005, namun angka kejadian dan angka kematian tetanus neonatorum di Kabupaten Serang masih tetap tinggi. Terlihat dari data hingga akhir Desember tahun 2008 pun, kasus sudah ada dan melebihi kasus pada tahun sebelumnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran epidemiologi kasus dan kematian tetanus neonatorum di wilayah Kabupaten Serang pada tahun 2005-2008.
Penelitian ini menggunakan desain studi crossectional.Dalam penelitian ini populasi sama dengan sampel yaitu semua penderita tetanus neonatorum di Kabupaten Serang dari tahun 2005-2008 yaitu berjumlah 68 kasus. Hasil penelitian ini adalah jumlah distribusi kasus dan kematian tetanus neonatorum di Kabupaten Serang tahun 2005- 2008 lebih banyak laki-laki daripada perempuan.
Hasil distribusi frekuensi kasus dan kematian tetanus neonatorum berdasarkan riwayat perawatan kehamilan adalah :
Pertama, kasus tetanus neonatorum yang ibunya sewaktu hamil memeriksakan kehamilannya kepada tenaga kesehatan mengalami kematian dengan proporsi lebih tinggi daripada yang ibunya sewaktu hamil memeriksakan kehamilannya kepada bukan tenaga kesehatan (80% : 52,6%).
Kedua, kasus tetanus neonatorum yang ibunya sewaktu hamil memeriksakan kehamilannya kepada tenaga kesehatan < 4 kali mengalami kematian dengan proporsi lebih tinggi daripada yang ibunya sewaktu hamil memeriksakan kehamilannya kepada tenaga kesehatan ≥ 4 kali (66,1% : 55,6%).
Ketiga, kasus tetanus neonatorum yang ibunya sewaktu hamil tidak melakukan imunisasi TT mengalami kematian dengan proporsi lebih tinggi daripada yang ibunya sewaktu hamil melakukan imunisasi (64,9% : 63,6%).
Hasil distribusi frekuensi kasus dan kematian tetanus neonatorum berdasarkan riwayat pertolongan persalinan adalah :
Pertama, kasus tetanus neonatorum yang persalinannya dilakukan pada bukan tenaga kesehatan mengalami kematian dengan proporsi lebih tinggi daripada yang persalinannya dilakukan pada tenaga kesehatan (66,1% : 50%).
Kedua, kasus tetanus neonatorum yang persalinannya dilakukan di rumah mengalami kematian dengan proporsi lebih tinggi daripada yang persalinannya dilakukan di tempat pelayanan kesehatan (66,7% : 40%).
Ketiga, kasus tetanus neonatorum yang pada saat persalinan pemotongan tali pusatnya menggunakan alat tidak steril mengalami kematian dengan proporsi lebih tinggi daripada yang pada saat persalinan pemotongan tali pusatnya menggunakan alat steril (66,7% : 40%).
Hasil distribusi frekuensi kasus dan kematian tetanus neonatorum berdasarkan riwayat perawatan tali pusat adalah, yakni :
Pertama, kasus tetanus neonatorum yang perawatan tali pusatnya menggunakan bukan tenaga kesehatan mengalami kematian dengan proporsi lebih tinggi daripada yang perawatan tali pusatnya menggunakan tenaga kesehatan (65,7% : 0%).
Kedua, kasus tetanus neonatorum yang obat/bahan perawatan tali pusatnya menggunakan bukan antiseptik mengalami kematian dengan proporsi lebih tinggi daripada yang obat/bahan perawatan tali pusatnya menggunakan antiseptik (67,9% : 53,3%).