Penelitian mengenai Perhimpoenan Beambte Spoor dan Tram (PBST) di Bandung pada tahun 1927 ? 1934 ini ditujukan untuk melengkapi penulisan tentang sejarah pergerakan nasional dan sejarah tentang perburuhan di Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode sejarah yang terdiri dari empat tahap, yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Dalam penelitian penulis hanya menggunakan sumber-sumber tertulis, karena penggunaan sumber lisan tidak memungkinkan untuk dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pergerakan serikat pekerja setelah tahun 1927 tidak berjalan seperti tahun-tahun sebelumnya. Pergerakan serikat pekerja pada awalnya berjalan secara radikal dan revolusioner dengan diwarnai oleh pemogokan-pemogokan yang dilakukan oleh para buruh. Aksi inilah yang digunakan untuk menolak kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dan dirasa tidak adil oleh para pekerja. Aksi ini turut didukung oleh gerakan-gerakan politik yang kontra terhadap pemerintah kolonial di Hindia Belanda. Kondisi ini kemudian berubah setelah tahun 1927 dengan adanya pembatasan ruang gerak untuk pergerakan kaum pribumi di Hindia Belanda. Pergerakan serikat pekerja pun kemudian berubah menuju ke arah yang lebih lunak dengan jalan kooperatif dengan pemerintah, terutama untuk mereka yang bekerja di perusahaan negara. Kondisi yang seperti inilah yang kemudian menyulitkan para pekerja untuk memperjuangkan perbaikan hidupnya, ditambah lagi dengan situasi ekonomi malaise yang melanda di Hindia Belanda. Perhimpoenan Beambte Spoor dan Tram (PBST), serikat pekerja untuk kaum beambten --pekerja kelas II-- di dalam Staatsspoorwegen (SS), merupakan salah satunya yang melewati periode tersebut.