Kurang Energi Protein (KEP) merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. Keadaan ini banyak diderita oleh kelompok balita yang merupakan generasi penerus bangsa. KEP dapat menyebabkan terganggunya pertumbuhan dan gangguan perkembangan mental anak.Anak balita dengan KEP tingkat berat akan menunjukkan tanda klinis kwasiorkor atau marasmus. Berdasarkan catatan Dinkes Depok pada tahun 2002 kasus gizi buruk di Kota Depok berjumlah 455 balita (0,45%); tahun 2003 sebanyak 602 balita (0,57%); dan tahun 2004 naik menjadi 964 balita (1,0%). Pada tahun 2005 terjadi peningkatan menjadi 1.133 balita (0,99%); tahun 2006 berjumlah 935 balita (0,81%) dan tahun 2007 menjadi 937 balita (0,84%). Sementara itu pada tahun 2003 prevalensi gizi kurang di kota Depok sebesar 9,9%; tahun 2004 sebesar 8,5%; tahun 2005 yaitu sebesar 8,3%; tahun 2006 yaitu sebesar 8,7% dan tahun 2007 sebesar 10%. Sedangkan prevalensi KEP mengalami peningkatan dari 8,98% pada tahun 2006 menjadi 10,78% pada tahun 2007. (Dinkes Kota Depok, 2008).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian KEP di wilayah kelurahan Pancoran Mas Depok tahun 2009. Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan menggunkan desain cross sectional dengan jumlah sampel 154 balita. Penelitian ini dilakukan Mei - Maret 2009 berlokasi di kelurahan Pancoran Mas Depok. Pengumpulan data untuk variabel independen terdiri atas karakteristik anak (umur, jenis kelamin, penyakit infeksi, pola asuh, pola konsumsi energi dan protein), karakteristik ibu (pendidikan ibu, pengetahuan ibu, pekerjaan ibu), karakteristik ayah (pendidikan ayah, pekerjaan ayah), karakteristik keluarga (jumlah anggota keluarga, jumlah balita, tingkat pendapatan keluarga).
Kesimpulan hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan indeks BB/U balita yang terkena KEP yaitu sebesar 21,4%, sedangkan lainnya tidak terkena KEP yaitu sebesar 78,6%.Hasil uji chi square menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna (P<0,05) antara karakteristik anak (penyakit infeksi, pola asuh, pola konsumsi energi dan protein), karakteristik ibu (pendidikan ibu, pengetahuan ibu), karakteristik ayah (pekerjaan ayah), karakteristik keluarga (jumlah balita, tingkat pendapatan keluarga). Akan tetapi tidak ada hubungan yang bermakna (P>0,05) antara karakteristik anak (umur, jenis kelamin), karakteristik ibu (pekerjaan ibu), karakteristik ayah (pendidikan ayah), karakteristik keluarga (jumlah anggota keluarga).