Lebih dari 90% pelayanan kesehatan di rumah sakit menggunakan persediaan farmasi. Selain itu, item persediaan farmasi di rumah sakit juga sangat banyak dan beragam sehingga memiliki nilai investasi paling besar dibandingkan dengan persediaan lainnya. Oleh karena itu, maka dibutuhkan suatu sistem pengendalian yang optimal. Instalasi Farmasi RS Kanker Dharmais telah melakukan beberapa upaya pengendalian persediaan, tetapi belum menerapkan metode yang mengelompokkan persediaan berdasarkan nilai investasi dan metode pengendalian yang mempertimbangkan biaya persediaan.
Jenis penelitian ini adalah studi kasus untuk melihat biaya persediaan kelompok obat kanker reguler yang memiliki nilai investasi paling besar selama periode Januari hingga Maret 2009. Hasil penelitian, terdapat 20 sediaan jadi obat kanker reguler yang termasuk kelompok A berdasarkan Analisis ABC sehingga menjadi kelompok yang paling difokuskan dalam pengendalian. Diketahui pula bahwa biaya per pemesanan persediaan farmasi adalah Rp 2.761,3 dan biaya penyimpanan persediaan farmasi adalah Rp 8.231.133,25. Setelah dihitung jumlah pemesanan paling ekonomis pada masing-masing obat kanker reguler kelompok A, ternyata jumlah pemesanan dengan metode EOQ lebih sedikit dari jumlah pemesanan RS Kanker Dharmais sehingga frekuensi pemesanan dengan metode EOQ menjadi lebih sering. Hal itu menyebabkan biaya pemesanan dengan metode EOQ menjadi lebih tinggi, sedangkan biaya penyimpanannya menjadi lebih rendah. Dilihat dari total biaya persediaan, penggunaan metode EOQ dapat mengefisiensikan biaya persediaan selama tiga bulan sebesar 36,01% dari biaya persediaan menggunakan metode yang saat ini digunakan RS Kanker Dharmais.
Penulis menyarankan penggunaan Analisis ABC secara rutin karena persediaan farmasi di Instalasi Kanker Dharmais memiliki jenis dan jumlah yang sangat banyak, sehingga Analisis ABC akan mempermudah pihak Instalasi Farmasi dalam menentukan fokus pengendalian pada persediaan yang penting (kelompok A). Sedangkan untuk menerapkan metode EOQ, perlu dilakukan penelitian lain untuk mempertimbangkan hal-hal selain dari sisi biaya.
More than 90% of health services in the hospital use pharmaceutical inventory. Moreover, pharmaceutical inventory in hospital has large amount and various items, so it becomes the inventory which has the biggest investment compared with the other inventories. Therefore, an optimal inventory control system is needed to be applied for pharmaceutical inventory. Pharmacy Department of Dharmais Cancer Hospital has applied some inventory control methods. They are manual and computerized inventory record keeping system and also minimum-maximum inventory level, but has not yet applied inventory control method which group inventory items based on the investment value and inventory control method which consider inventory cost.
This research takes inventory cost of reguler cancer drugs which has the bigget investment value during January to March 2009 as the case study. The result shows that 20 doses forms of reguler cancer grugs are included as A group based on ABC Analysis so they become the focus of inventory control. Moreover, the result shows that ordering cost of pharmaceutical inventory in Dharmais Cancer Hospital is Rp 2.761,3 per order, while the holding cost is Rp 8.231.133,25 per month. The number of ordering with the EOQ method is fewer than the number of ordering with Dharmais method so as the frequency of order is more often. That causes the ordering cost with EOQ method becomes higher, whereas the holding cost become lower. By counting the total inventory cost, we can see that the total inventory cost by using EOQ method for three months period is 36,01% lower than total inventory cost by using Dharmais method.
Based on the result of this research, Pharmacy Department of Dharmais Cancer Hospital is suggested to use ABC Analysis regularly since it has large number and various pharmaceutical inventory so that ABC Analysis can help to determine the focus of inventory control (A group). Whereas, to apply the EOQ method, another research must be done first to consider other matters apart from the aspect of the cost.