Tesis ini membahas mengenai kekuatan suatu akta notaris yang pada dasarnya telah memiliki kekuatan hukum sebagai akta otentik. Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh didalam suatu perkara perdata. Melalui akta otentik yang menentukan secara jelas hak dan kewajiban, menjamin kepastian hukum, dan sekaligus diharapkan pula dapat dihindari terjadinya sengketa. Walaupun sengketa tersebut tidak dapat dihindari, dalam proses penyelesaian sengketa, akta otentik merupakan suatu bukti yang sempurna, yang berarti bahwa isi akta tersebut akan dianggap sebagai suatu kebenaran yang mengikat, yang tidak memerlukan suatu penambahan pembuktian. Namun dalam perkembangannya muncul permasalahan yaitu semakin mudahnya notaris untuk dipanggil dan dimintai keterangan sebagai saksi dalam proses perkara pengadilan. Permasalahannya adalah apakah kehadiran Notaris sebagai saksi dalam proses perkara pengadilan yang terkait dengan Akta yang dibuat di hadapannya telah sesuai menurut hukum? dan bagaimanakah akibat hukum atas pemberian keterangan yang diberikan Notaris di dalam proses perkara pengadilan terhadap akta yang dibuat dihadapannya? Penelitian ini merupakan kajian yuridis normatif yang bersifat teoritis dengan permasalahan pokok yaitu mengenai akibat hukum pemberian keterangan oleh Notaris sebagai saksi dalam proses perkara pengadilan terhadap kekuatan pembuktian akta notaris. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa pemanggilan Notaris sebagai saksi dalam proses perkara pengadilan menurut pasal 66 Undang-Undang No. 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris harus mendapat persetujuan dari Majelis Pengawas Notaris. Dan dengan hadirnya Notaris di dalam proses perkara pengadilan tidak menimbulkan akibat hukum atas kekuatan pembuktian akta otentik. Akan tetapi dapat berakibat hukum menjadi akta dibawah tangan atau akta menjadi batal demi hukum, apabila dapat dibuktikan sebaliknya berdasarkan keputusan pengadilan.
This study discusses the strength of a deed which basically has legal strength as an authentic deed. It serves as the strongest evidence in a civil case. It clearly detennines someone’s rights and obligations, provides him or her with legal certainty, and at the same time, is expected to avoid any dispute. In case that the dispute can not be avoided, in the process of its settlement, it serves as perfect evidence, meaning that its has content is deemed a binding truth and that no additional evidence is needed. However, recently a new problem has been emerging that notaries are easily called and requested to give information as witnesses in legal cases at the court. The question is that whether the existence of a notary public as a witness in such legal cases related to the deed made before him or her is legal? The next question is that what is the legal consequence of the information provided by him or her as witness at the court related to the deed made before him or her? This study is a normative juridical study which is theoretical in naturc with the main problem “Legal Consequence of the Information Provided by a Notary Public as Witness at the Court to Strengthen Authentication of a Deed”. The findings show that an approval is needed from Majelis Pengawas Notaris when notary public is called and requested to be a witness at the court. This refer to Article 66 of the Regulation Number 30 of 2004 conceming duty of a Notary Public. His or her existence at the court does not legally affect the strength of authentication of an authentic deed. However, the contrast may take place if legally proved that such a deed is illegal or legally cancelled.