Yang melatar belakangi penelitian ini adalah sejak jaman pemerintah Hindia Belanda dilakukan pengangkatan anak dengan cara dan motifasi yang berbeda-beda, sesuai dengan sistem hukum yang berkembang di Indonesia. Sayangnya motifasi yang berkembang saat ini tidak memperhatikan lagi segi kesejahteraan dan kemanusiaan bagi anak-anak. Pada jaman pemerintah Hindia Belanda dikeluarkan suatu pernyataan bahwa pengangkatan anak harus dilakukan dengan akta Notaris, namun sesuai perkembangan jaman saat ini, hukum menyatakan lain bahwa untuk melakukan pengangkatan anak harus melalui Yayasan Sosial yang telah ditunjuk oleh pemerintah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumen dan bersifat yuridis normatif, dengan mengacu pada sumber-sumber seperti buku, dan media internet. Yang menjadi permasalahan Utama penelitian ini adalah mengenai organisasi sosial yang seperti apa yang dapat melakukan usaha Pengangkatan Anak dan Mungkinkah bagi suatu Pengangkatan Anak dilakukan di luar yayasan sosial. Setelah meneliti berbagai sumber, diperoleh hasil dan kesimpulan bahwa bahwa untuk melakukan pengangkatan anak harus melalui Yayasan Sosial yang telah ditunjuk oleh pemerintah, hal ini dilakukan oleh Pemerintah untuk meminimalis kejahatan di dunia anak, seperti sering kali terjadi jual beli organ anak. Karena pengangkatan anak di depan notaris terkesan lebih mudah dilakukan, dan tidak melalui proses yang bertele-tele, sehingga memungkinkan terjadinya kejahatan dan kriminalitas. Maka pengangkatan anak dengan cara lain yang tidak ditetapkan oleh Undang-undang menjadi hal yang dilarang oleh Hukum. Dengan kata lain tentu tidak mungkin suatu pengangkatan anak dilakukan diluar yayasan social, Yayasan sosial menjadi suatu wadah perantara bagi terciptanya suatu pengangkatan anak di Indonesia, tentunya yayasan tersebut harus mendapat ijin dari pemerintah untuk melakukan usaha Pengangkatan anak. Dan dinilai mempunyai citra dan kapabelitas yang tinggi di mata masyarakat dalam memberikan pelayanannya. Karena tidak semua Yayasan Sosial di Indonesia dapat menjadi media dalam Pengangkatan anak.
Issue that constitutes background of this research is that since Dutch Colonial era, child adoption was conducted by different ways and motivations in connection with the developing legal system in Indonesia. Unfortunately, the motivation that is currently developing does not any longer put the concem on the welfare and humanity aspects for the children. In the era of the Government of Dutch Colonial, a statement was issued regulating that child adoption shall be conducted by Notarial Deed; however, along with the development of time, the Law later regulates the other way around, that child adoption shall be conducted through Social Foundation appointed by the Government. This research uses documentary study with normative and juridical approach refeiring to sources such as books and internet media. The main problem of this research is on types of social organization that is authorized to conduct child adoption and the possibility of conducting child adoption outside social foundation. Having researched all sources, it is resulted and concluded that child adoption shall only be conducted by Social Foundation appointed by the Government. This matter is conducted by the Government in order to minimize crime against children as sale and purchase of child’s organs often occurs. Since child adoption before Notary seems to be less difficult to be carried out and without a complicated procedure, it is therefore possible for crime and criminality to exist. Accordingly, conducting child adoption by any other means not regulated by the laws is prohibited. In other words, it is impossible for conducting child adoption outside social foundation. Social foundation becomes an intermediary of conducting child adoption in Indonesia, with the exception that such foundation shall obtain license from the Government to carry out child adoption. Further, such foundation shall also have a good image and capability in the eyes of the society in giving its Service as not all Social Foundations in Indonesia are able to become the media in the case of child adoption.